Kamui dan Kagura bertatapan. Shinpachi sudah menuruni tangga dan menghilang dari pandangan.
"Apa yang kau takutkan, darah Yato-ku?" tanya Kamui. "Kehilangan?"
"Jangan mulai, Kamui," wajah Kagura terlihat kesal. "Aku sedang tidak bisa diajak bercanda."
"Aku hanya bertanya," Kamui tersenyum. "Kau yakin akan mematikan mimpi Sougo sebagai Shinsengumi?"
Kagura terdiam. Kepalanya tertunduk menghadap lantai.
"Kagura," Kamui maju selangkah mendekati Kagura. "Satu hal yang kamu lupa dari kejadian hari ini. Kamu lupa bersyukur."
Air mata Kagura jatuh ke lantai. Napasnya tersengal.
"Hatiku benar-benar hancur, Kamui. Membayangkan Sougo saat ini berjuang seorang diri di ruang operasi dengan alat-alat menempel pada tubuhnya, dibantu oksigen, dibius berkali-kali, beberapa bagian tubuhnya hancur, dan itu sakit. Tubuhnya digores, lukanya dibiarkan menganga saat dokter mencoba menghubungkan kembali tulang-tulangnya, menutup lubang di beberapa organnya. Lalu, obat biusnya hilang, dia sadar, dan meronta. Dua belas jam dia dioperasi, dan itu melelahkan."
Kagura menatap Kamui. Wajahnya sudah tidak karuan dan penuh dengan air mata. "Dia kesakitan, Kamui. Dia kesakitan."
Kamui menarik bahu adiknya ke pelukannya. Kagura memeluk Kamui, meronta, dan berteriak. Kamui berusaha mengatur napasnya, khawatir terbawa suasana melihat adiknya yang menangis pilu karena orang yang dia cintai nyaris meninggalkannya untuk selama-lamanya.
***
"Toshi, ayo sarapan."
Hijikata merapikan kemeja putih yang ia kenakan sambil bercermin. Dia meraih long coat hitam yang merupakan seragam Shinsengumi-nya dan berjalan keluar kamar.
Hijikata tiba di ruang televisi dan mendapati Mitsuba sudah duduk di sana sambil mengatur piring-piring berisi makanan. Pagi ini, Mitsuba membuat sup jamur dengan roti untuk sarapan.
Hijikata mencium dahi Mitsuba dan duduk sampingnya. Pandangannya kini tertuju pada dua orang yang sedang duduk di teras. Seorang perempuan duduk di kursi jenis footstool, dan di sebelahnya seorang lelaki duduk di kursi roda.
Pandangan Hijikata mendadak lembut. Pemandangan yang ia nikmati barusan terasa sangat hangat. Dua orang itu terdengar sedang berbincang, dan perempuan yang duduk di footstool sesekali terlihat tertawa.
"Toshi, ayo makan," Mitsuba menyadarkan Hijikata dari lamunannya.
Hijikata menyuap sesendok sup ke mulutnya tanpa bicara. Ia masih menatap Kagura yang sedang menyuapi Sougo.
Mitsuba memperhatikan suaminya dengan lembut. Sejak Sougo keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu, sikapnya pada Sougo berubah. Dia lebih lembut dan berhati-hati meski kadang dia suka kesal dengan ucapan Sougo. Kadang, dia tak sungkan untuk menyentil bekas luka Sougo dengan keras hingga membuatnya berteriak.
"Kapan Sou-chan akan kembali bekerja?" tanya Mitsuba sambil mengaduk supnya.
"Bulan depan," jawab Hijikata. "Sougo saja masih terapi berjalan."
Mitsuba tersenyum sambil menatap makanannya. Dia ikut memandangi Kagura yang sedang mengelap mulut Sougo dengan tissue.
"Aku salut pada Kagura-chan," ucap Mitsuba. "Dia benar-benar mengurus Sou-chan dari pagi hingga malam."
"Termasuk membiarkan Kagura membantu Sougo mandi," kata Hijikata.
Sougo dirawat selama satu bulan di rumah sakit. Selama itu, Kagura tidak pernah pulang hanya untuk menemani Sougo. Setiap hari, Kagura pun selalu menyuapi Sougo makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life After War 2
FanfictionKomitmen Sougo kepada Shinsengumi tak bisa diganggu gugat. Sougo menerima untuk ditugaskan di sebuah pulau di luar kota. Konsekuensinya, dia harus meninggalkan Kagura.