📌 Muliti Agama 📌

3.8K 409 11
                                    

Tak pernah sombong
Hanya terus berkorban
Dengan kemuliaan
Terus berjuang mengubah dunia
Dari jahiliyah menjadi merdeka
Meski bahaya terus mengintai
Lalu, kau suapi Yahudi buta dengan tangan muliamu
Kau sayangi dia dengan cinta-kasih
Layaknya saudara seiman
Muhammad
Muhammad
Muhammad
Yang kau bawa hanya cahaya tuk ubah dunia gelap ini
Kusimpan namamu di lubuk hati

Lembar demi lembar kubaca buku kecil berwarna biru lazuardi ini dengan linangan air mata. Ini adalah buku kumpulan puisi yang ditulis Matt untuk sang Rasul mulia. Matt memberikan buku ini padaku saat terakhir kali kami bertemu di Cape Town International Airport, saat itu Matt akan kembali ke negaranya. Sedangkan aku masih tetap tinggal di Cape Town, masih ada beberapa tempat yang harus kukunjungi untuk menunjang artikelku.

“Baca buku ini saat kau merasa gundah!”

“Buku apa ini, Matt?”

“Nanti kau juga tahu sendiri. Tapi jangan dibaca sekarang!”

“Kenapa?”

“Supaya surprise.”

Matt menyerahkan buku itu padaku. Kemudian ia pergi menuju pintu pemberangkatan. Kupandangi punggungnya yang kian menjauh. Aku baru pertama kali bertemu pemuda Yahudi yang bersikap hangat terhadap Islam, bahkan ia menyukai Islam. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya pada Matt.

-o0o-

Wahai manusia mulia
Andai aku hidup pada zamanmu
Memandang wajahmu
Menunaikan ajaranmu
Membersamaimu dalam mengagungkan firman-Nya
Wahai kekasih dari yang Maha Kasih
Ajari aku mencintaimu dan Tuhanmu
Keluarkan aku dari kegelapan

Setelah 3 tahun aku berpisah dengan Matt, baru kali ini aku berani membuka buku ini. Matt benar, isi dari buku ini benar-benar mengejutkanku. Semua yang Matt tulis dalam buku ini adalah puisi untuk Sang Rasul Muhammad SAW. Puisi ekspresi kekagumannya pada sang kekasih Allah SWT.

Buku ini membuatku malu. Aku adalah umat Muhammad, aku adalah pengikutnya. Seharusnya aku mencintainya dengan sepenuh hati, sudah barang tentu aku setia menunaikan semua sunnahnya. Tapi apa yang terjadi? Sering kali aku lalai bahkan malas mengerjakan sunnah, warisan paling berharga sepanjang masa hingga hari akhir nanti.

Akan tetapi Matt, bahkan ia berasal dari golongan yang membenci Sang Rasul, golongan orang yang menganggap Sang Rasul orang gila. Justru Matt sangat mengagumi Baginda Rasul yang mulia.

Memang, tak ada sedikitpun cacat dalam diri Baginda Rasul, yang ada hanya kemuliaan serta kebaikan. Akhlaknya mulia, tutur katanya indah, perilakunya menyenangkan dan cintanya kepada semua umatnya sangat menyejukkan.

“Buku apa yang kau baca? Sudah hampir pukul 11 kau belum berniat tidur?” Tiba-tiba Javier sudah duduk di sampingku. Entah sejak kapan ia datang. Aku sedang duduk di teras belakang rumah keluarga Matamala.

“Kau ini ngagetin saja, Javier. Kalau datang itu salam dong!”

“Oh ya, maaf. Assalamu’alaikum Nona Haya.”

Wa’alaikumsalam.”

“Hei, kau belum jawab. Itu buku apa sih?” tanya Javier menunjuk buku yang sedang kupegang.

“Ini puku puisi hadiah dari temanku.”

“Oh buku puisi..” Javier menyomot biskuit yang tersaji di atas meja, ia mengunyahnya perlahan. “Isinya nyentuh baget ya sampai kau menangis seperti itu? memang puisi tentang apa sih? Atau jangan-jangan itu puisi dari kekasihmu ya dan sekarang kau sedang merindukannya? Kekasihmu itu romantis banget sampai menulis puisi untukmu.”

“Javier, kau ini ya. ce-re-wet banget. Puisi-puisi ini tentang Rasul, makanya aku menangis.

“Boleh aku membacanya?”

“Tentu saja.” Ku serahkan buku itu pada Javier.

Javier membaca semua puisi di dalam buku itu. pada saat lembar terakhir, tiba-tiba air matanya meleleh begitu saja.

“Javier, kau menangis?” tanyaku mengguncang bahu Javier.

Javier tak menjawab, ia menatap lembar terakhir pada buku itu tajam, air matanya terus mengalir. Entah kalimat apa yang tertulis pada lembar terakhir buku itu, hingga membuat Javier seperti itu.

“What happen with you, Jave?”

“Sekar?” tiba-tiba Javier menoleh dan menatapku tajam. “Oh i’m sorry. Hanya ada 2 wanita yang memanggilku seperti itu, mama dan Sekar.”

“Maaf Javier. Aku hanya khawatir, kau tiba-tiba menangis. Ada apa sih?”

“Tidak ada apa-apa. Buku ini sangat bagus, boleh aku meminjamnya. Aku ingin membaca semuanya lagi. Puisi-puisinya indah sekali.” Kemudian Javier pergi tanpa menunggu jawabanku.

Ada sebuah puisi yang tertulis dalam buku itu, puisi itu membuatku merasa sangat tercambuk.

Jika kau merasa waktu itu sempit
Coba tanyakan pada palung hatimu
Sudahkah kau mengingat nama Tuhanmu
Apakah sudah kau baca kitab sucimu
Sudah berapa kali kau memberi salam pada Sang Rasul

Terkadang, aku merasa waktu itu sangat tak adil. Mengapa waktu bergulir begitu cepat sedangkan semua urusan manusia tak dapat terselesaikan dengan sempurna? Seperti Tuhan tak memberi waktu kepada hamba-Nya untuk melesaikan semua urusan dengan baik.
Aku menghembuskan napas pelan. Angin awal musim semi berhembus pelan menerpa wajahku. Dingin. Mataku tertuju melihat kubah mushola belakang rumah Keluarga Matamala.

Tuhan begitu hebat menciptakan jagat raya ini. Dengan berbagai keunikan serta keindahan yang ada. Tuhan adalah penyuka keindahan. Dan aku telah melihat keindahan akhlak keluarga ini. Aku tak menyangka ada orangtua yang memperlakukan anaknya begitu baik saat sang anak memilih pindah agama. Selama ini yang kulihat, jika ada salah satu dari anggota keluarganya yang berpindah agama akan dibenci, diusir dari rumah bahkan dicoret dari daftar keluarga. Hal ini tak berlaku pada Keluarga Matamala, Tuan Ramirez dan Nyonya Espe bahkan sangat menyayangi Javier setelah anak kebanggaannya itu memilih murtad dari agama nenek moyangnya, memilih menjadi seorang muslim.

“Aku tak masalah agama apapun yang dipilih oleh anak-anakku, yang jelas mereka harus tetap menyayangi aku dan Ramirez, karena kami adalah orangtua mereka. Bahkan tak beragama sekalipun kami tak masalah. Jika kau tahu, Haya. Anak pertama kami, ia memilih menjadi seorang atheis setelah usianya 25 tahun, setelah mencoba beberapa agama yang dia anut, Khatolik, Konghucu, Buddha bahkan ia pernah menganut Kristen Orthodox. Ia pernah berganti agama 2 kali dalam setahun, namun akhirnya ia jenuh dan Ia bilang, jika Tuhan hanya satu mengapa ada banyak agama di dunia ini. Dan akhirnya ia memilih menganut atheisme. Hanya agama Islam yang belum pernah ia coba. Ia sempat kaget saat waktu itu Javier memilih menjadi muslim, tapi ia tetap menghargai keputusan adiknya.” Kata Nyonya Espe waktu itu setelah kami membahas keislaman Javier waktu itu.

Tak banyak orang yang semudah itu menerima salah satu anggota keluarganya berpindah agama. Andai semua orang di dunia ini menerima perbedaan akam sesimpel itu? mungkin tak akan ada peperangan atau pertumpahan agama yang diakibatkan perbedaan agama. Aku mulai jengah mendengar berita tentang perang agama yang akhir-akhir ini merebak. Namun, jika perdamaian itu terjadi, itu artinya semakin dekat dengan kehadiran Nabi Isa dan imam mahdi di bumi ini. Dan itu artinya akhir zaman semakin dekat pula.

Gunungkidul, 1 April 2018

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang