📌 Friendship Mode On 📌

2.8K 334 3
                                    

Jangan lupa vote ya!

Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Mengapa aku bisa semarah tadi saat mengetahui Yoda sedang bersama perempuan di dalam apartemennya. Seharusnya aku bisa saja acuh, tapi mengapa aku bertindak sebodoh tadi. Yoda itu pria dewasa yang berhak menentukan apapun yang akan ia lakukan.

Akan tetapi perasaan aneh ini muncul tiba-tiba tanpa bisa kucegah, aku hanya nggak ingin Yoda berbuat hal yang tidak-tidak, yang bisa merugikan hidupnya. Memangnya apa? Bukankah gaya hidupnya yang sekarang sudah terlampau jauh merugikan. Kehidupan Yoda yang sekarang sungguh berbandi terbalik dengan dulu. Bahkan sekarang aku sangat terganggu dengan bau alkohol yang menyengat ketika aku sedang bersamanya. Dan yang paling membuatku kecewa, ia sudah terlampau jauh dari jalan Allah. Hal itu sukses membuatku kecewa. Padahal dulu aku sangat mengaguminya. Dulu, di bawah bimbingan neneknya, Yoda sangat rajin sholat dan mengaji. Bahkan bacaan Al Qur'annya lebih bagus dariku.

"Haya..."

Sontak aku menoleh saat mendengar namaku disebut. Dan benar, aku sudah sangat hafal siapa pemilik suara itu. Yoda. Bagaimana ia bisa tahu aku sedang berada di tempat ini. Di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari apartemen Yoda. Kini Yoda sudah berpakaian lengkap. Ia mengenakan kaus abu-abu, jaket jeans dan celana jeans berwarna hitam. Rambut gondrongnya ia beiarkan tergerai. Lalu, tanpa permisi ia duduk di kursi di depanku.

"Kamu tahu dari mana aku di sini?" tanyaku agak acuh, untuk menutupi perasaan anehku, aku menyeruput kopiku.

"Nggak penting gue tahu dari mana, yang terpenting sekarang adalah lo harus dengar penjelasan gue."

"Penting? Memangnya apa hubungannya denganku?"

"Haya, please! Gue nggak mau lo salah paham. Biar bagaimanapun kita bersahabat sejak kecil. Gue nggak mau lo benci sama gue."

Aku menarik nafas panjang lalu kubuang perlahan. Sebaiknya aku memang mendengarkan penjelasan Yoda. Kurasa ini memang penting untuk kelangsungan persahabatan kami. Kami sudah bersahabat sejak kecil, lalu berpisah selama hampir 10 tahun, akan sangat tidak baik jika kami harus berjauhab hanya karena masalah seperti itu. Yang sebenarnya tidak akan merugikan aku sama sekali. Hanya saja aku tak rela jika Yoda dengan mudahnya mempermainkan perasaan para gadis. Itu kejam.

"Lo diam berarti lo setuju."

Akhirnya aku pun mengangguk.

Wajah Yoda tampak santai, tak setegang tadi. Sepertinya ia sedikit lebih lega mendengar jawabanku. "Ok. Jadi begini ..." Yoda mengangkat kedua tangannya dan ia letakkan di atas meja.

"Anastasia itu model gue. Tadi kami sedang melakukan pemotretan untuk salah satu produk pakaian dalam wanita. Makanya Anastasia memakai kemeja gue tadi saat membuka pintu, ia hanya meraih pakaian seadanya. Dan tadi itu gue habis mandi, makanya gue Cuma pakai kolor kayak tadi. Sumpah demi Allah, gue nggak ngapa-ngapain. Cuma pemotretan aja. Dan kenapa pemotretannya di apartemen gue, karena studio photo yang biasa kami pakai sedang direnovasi. Manager Anastasia sudah setuju pemotretan dilakukan di apartemen gua. Dan kalau lo bisa sedikit bersabar tadi, di dalam itu ada manager Anastasia dan dua model lainnya. Lalu juga ada salah satu perwakilan dari produk pakain dalam itu yang bertugas memantau pemotretan."

Penjelasan Yoda itu sukses membuatku membeku. Aku mengutuki diriku sendiri yang mudah menyimpulkan sesuatu tanpa mencari kejelasannya terlebih dahulu. Seharusnya aku tidak berpikiran negatif pada sahabatku sendiri seperti ini. Tapi. Tampang Yoda memang patut dicurigai. Apalagi saat ia tersenyum seperi itu padaku, sekarang. Ya ampun, dadaku bergetar lagi. Aku berusaha mengalihkan pandangan sebelum aku benar-benar terjerat oleh buaya darat bertampang innocent ini.

"Gimana? Lo percaya kan sama gue?"

"Mmm ... baiklah. Walau sebenarnya aku belum 100% padamu. Tapi ya sudahlah, kamu itu pria dewasa yang tahu dengan pilihanmu sendiri. Dan apapun yang kamu lakukan sama sekali tidak akan merugikan aku."

"Lo percaya aja gue udah bersyukur banget," ujar Yoda dengan senyuman iblis berkedok malaikatnya. Aku yakin, Yoda sering menggunakan senyumannya itu untuk menggoda para gadis.

"Da, besok pagi-pagi sekali aku akan kembali ke Granada. Lalu setelah itu aku akan pulang ke Indonesia."

"WHAT? Ok kalau gitu besok pagi gue anterin lo."

"Nggak perlu. Lagipula kamu kan ada janji menjemput Yoana."

"Gampang. Urusan Yoana bisa gue batalin. Yang terpenting dalam hidup gue sekarang adalah lo, sahabat gue." Mata Yoda berbinar saat mengucapkan sederet kalimat yang cukup membuatku tersanjung. Aku tersenyum pitis, sangat tipis. Aku yakin Yoda tak menyadari bahwa aku sedang tersenyum bahagia karenanya. Tapi aku merasa bersalah pada Yoana, Yoda sudah lebih dulu ada janji dengan gadis itu. Aku merasa sangat jahat. Ah, tapi siapa yang peduli, aku lebih dulu mengenal Yoda dari pada Yoana mengenalnya. Sekali saja aku pinjam Yoda-sahabatku, masa tidak boleh. Lagipula kan aku akan segera kembali ke Indonesia. Kemungkinanku bertemu Yoda lagi sangat kecil.

"Ok. Now friendship mode on," gumamku dalam hati.


Terima kasih sudah vote

Gunungkidul, 09 Juni 2018

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang