📌 Mengubah Tempat Ibadah 📌

3.8K 403 17
                                    

Jika di Amsterdam ada gereja yang diubah menjadi masjid, nama masjid itu adalah Fatih Moskee atau Islamitische Stiching Fatih Nederland Fatih Amsterdam. Nama Fatih diambil dari nama Sultan Muhammad Al Fatih, seorang khalifa asal Turki yang berhasil menakhlukkan Konstaninopel. Masjid itu tadinya adalah sebuah gereja Roma Katholik St.Ignatius yang lama tak dipergunakan, akhirnya Islamitische Stiching Nederland membelinya dan menjadikannya masjid. Masjid itu terletak pusat dareah Rozengracht, tempatnya sangat trategis karena letaknya di pusat kota Amsterdam, bisa dijangkau dengan bus atau tram.

Ya, aku pernah mengunjungi masjid itu pada bulan ramdhan tahun kemarin. Saat itu aku menghadiri undangan buka bersama KJRI Amsterdam dan menyempatkan ikut sholat tarawih bersama di Fatih Moskee dengan para komunitas mahasiswa Indonesia di Amsterdam, kebetulan aku juga sedang berkunjun di negeri oranye itu untuk meng-explore sejarah Islam di sana. Ada banyak sejarah Islam di Belanda. Bahkan Islam menjadi agama terbesar ketiga setelah Katholik Roma dan Kristen Protestan.

Akan tetapi, lain halnya dengan kota yang sedang kujelajahi ini, Granada. Tepatnya di Istana Alhambra ini. Istana ini menjadi saksi kejayaan Islam di Spanyol atau dulunya Andalusia. Hampir 8 abad lamanya Islam mendiami Spanyol. Namun pada 2 Januari 1492 M, Penguasa terakhir Granada yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Al-Ahmar kalah dan menyerah. Ia menandatangani persetujuan untuk menyerahkan istananya kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabelle, penguasa kerajaan Khatolik Spanyol. Semua simbol Islam diganti dengan simbol agama Khatolik, masjid diubah menjadi gereja.

Penjelasan Javier mengenai sejarah Islam di kota ini masih jelas kuingat. Dulu Islam sempat mengusai Spanyol 8 abad, itu waktu yang sangat menakjubkan. Kota-kota modern Spanyol saat ini, seperti Barcelona, Madrid, Malaga, Sevilla, Cordoba, Granada dulu pernah berada di bawah pemerintahan islam. Mamun setelah 2 Januari 1492 M semuanya telah berubah, umat Islam di paksa murtad, mereka disiksa hingga tak berdaya lalu akhirnya mereka diusir dari Andalusia hingga tak tersisa.

“Dari cerita kalian berdua, maksudku Haya yang bercerita tentang gereja diubah menjadi masjid di Amsterdam dan Javier yang bercerita tentang istana ini yang dulunya milik kerajaan Islam lalu direbut oleh kerajaan Khatolik, aku jadi bertanya-tanya. Kenapa harus ada agama di dunia ini?” tanya Yoda menatapku dan Javier secara bergantian. Aku terkejut mendengar pertanyaan Yoda itu. apa maksudnya bertanya seperti itu.
Aku menghela nafas panjang. Ada rasa tak karuan dalam hatiku mendengar Yoda yang bertanya seperti itu. mengapa pertanyaannya seperti orang yang tak beragama.

“Menurutmu kenapa harus ada rambu-rambu lalu lintas di jalan?” tanyaku, kutatap Yoda dengan tatapan tajam.

“Tentu saja supaya kendaraan tertib lalu lintas. Kalau nggak ada rambu-rambunya pasti jalanan akan semerawut dan akan terjadi banyak kecelakaan di jalanan.” Jawab Yoda lugas.

“Tepat sekali, Yoda.” Javier ikut menimpali. “Kenapa harus ada agama di dunia ini sama halnya dengan kenapa harus ada rambu-rambu lalu lintas di jalan. Kamu bisa lihat kan, ada agama saja kelakuan manusia masih seenaknya. Bagaimana tidak ada agama?” tanya Javier sembari menepuk bahu kanan Yoda.

Yoda menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan. Matanya menatap langit sebentar lalu ia kembali menunduk. “Before i was not a religious person.” Yoda berbalik menepuk bahu Javier. “Bahkan kurasa aku sangat jauh dari agama, tapi setelah bertemu dengan kalian berdua ... aku jadi mempertimbangkan apakah agama itu penting untuk hidupku?” Yoda tersenyum miring, lalu ia kembali menepuk bahu Javier dua kali.

“Atas dasar apa kamu mengatakan agama itu tidak penting untuk hidup kita?” tanya Javier dengan nada pelan, meski pertanyaan itu cukup membuat seseorang yang mendengarnya agak tersinggung, tapi ia berusaha mengatakkan dengan nada yang cukup halus.

“Jujur ya, Javier. Aku ini adalah seorang muslim—sejak lahir. Sama seperti Haya. Bahkan waktu kecil dulu kami sering mengaji bersama. Akan tetapi setelah aku menetap di Eropa sejak lulus SMA karena pekerjaan ayahku yang mengaharuskan ia berpindah-pindah negara, aku jadi sangat jauh dengan agama. Kurasa karena memang pergaulanku dan ... aku mulai menganggap agama tidak penting, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bertahan hidup di dunia yang keras ini tanpa memikirkan agama. Jujur saja keluargaku memang tidak religius sama sekali. Karena menurutku agama sangat membatasi ruang gerakku.” Jelas Yoda, penjelasannya membuat keningku dan kening Javier sama-sama berkerut.

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang