📌 Walaupun Gue Cuma Islam KTP 📌

3.1K 353 3
                                    

"Ay, kenapa lo cuma diem aja sih?" bentak Yoda padaku saat kami keluar dari kereta. Ya, saat ini kami sedang berada di Barcelona Sants Railway Station. Setelah menempuh waktu selama kurang lebih 7 jam dari stasiun kereta api Granada, akhirnya kami sampai di Barcelona. saat ini waktu menunjukkan pukul 3 dini hari.

"Ay, lo dengerin gue ngomong nggak sih? Mereka udah keterlaluan sama lo tadi." Ujar Yoda menghentikan langkahku, ia menarik pergelangan tanganku.

"Memangnya aku harus bagaimana?" tanyaku santai. Kurasa Yoda sudah berlebihan menanggapi sebuah peristiwa yang kualamai saat di dalam kereta tadi.

"Ya ... Minimal lo marah lah. Tadi gue udah hampir memberi sekelompok pemuda pecundang tadi tapi lo nahan gue," gerutu Yoda sambil menatapku tajam.

Aku menghela nafas panjang, lalu aku menggiring Yoda untuk duduk di sebuah kursi tunggu penumpang di samping rel kereta. Aku melihat ke sekeliling, ternyata walau waktu dini hari seperti sekarang ini, stasiun ini cukup ramai. Bukan hanya warga lokal, tapi sepertinya banyak turis manca negara. Beberapa di antaranya aku melihat wajah-wajah Indonesia.

"Kenapa aku harus marah, Yoda?" tanyaku pelan.

"Lo masih nanya kenapa lo harus marah? Hello Cahaya Salsabila, mereka tadi sudah menghina lo karena jilbab dan identitas muslim lo. Itu sangat menyakitkan. Walaupun gue cuma Islam KTP, tapi itu sangat kelewatan. Gue juga tersinggung," jelas Yoda dengan nada tingga. Ia menaruh ransel besarnya di lantai begitu saja. Aku hanya tersenyum.

Ya, memang tadi di dalam kereta ada sekelompok pemuda yang duduk berhadapan dengan aku dan Yoda. Beberapa orang dari mereka menghina jilbab yang kupakai adalah handuk bau yang tak pernah kulepas dari kepalaku. Mereka juga berkata bahwa muslim sepertiku hanya hidup sebagai makhluk tak berguna dan mengancam keselamatan orang lain. Dan yang paling membuatku marah-seharusnya, tapi aku menahan amarah itu, adalah perkataan mereka tentang pakaian tertutupku hanya kujadikan kedok atas buruknya hatiku. Mereka bilang muslim itu teroris seperti apa yang dikatakan oleh dunia.

"Aku boleh cerita sedikit?"

"Cerita apa?" tanya Yoda dingin.

"Ini tentang kisah Rasulullah SAW dengan seorang wanita Yahudi. Setiap kali Rasulullah SAW melewati rumah wanita itu, wanita itu selalu menghina dan meludahi Rasulullah SAW. Pada suatu ketika, wanita itu tak lagi melakukan aksinya. Lalu Sang Rasul mulia bertanya pada tetangga wanita itu, 'Hai Fulan, kemana wanita yang selalu meludahiku? Kenapa ia tidak meludahiku lagi?', lalu tetangga itu menjawab, 'apa kau tidak tahu bahwa wanita itu sekarang terbaring sakit?' mendangar jawaban itu Rasulullah SAW hanya manggut-manggut dan ia mekanjutkan perjalanan menuju masjid." Aku membenarkan posisi dudukku sebelum aku melanjutkan cerita. Kulihat Yoda cukup tertarik mendengar ceritaku.

"Sepulang dari masjid, beliau SAW menjenguk wanita tua itu. Betapa terkejutnya si wanita tua saat melihat siapa yang datang. Ternyata adalah orang yang setiap hari ia hina dan ia ludahi, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah orang pertama yang menjenguknya. 'Wahai Muhammad, kenapa engaku menjengukku? Padahal setiap hari aku menghinamu dan meludahiku.' Tanya wanita tua itu sambil terbaring lemah. Lalu Rasulullah SAW menjawab, 'aku yakin kau meludahiku karena kau tak tahu kebenaranku, jika kau sudah tahu maka kau tak akan melakuknnya lagi'. Mendengar hal itu hati si wanita itu menjadi sesak dan perih, ia sadar betapa mulianya hati orang yang setiaphari ia ludahi. Sejak saat itu, si wanita Yahudi itu pun akhirnya membaiat Rasulullah SAW dan mengucapkan dua kalimat syahadat." Aku mengakhiri ceritaku, Yoda mengerutkan keninganya menatapku.

"Apa kamu sudah faham dengan maksud ceritaku?" tanyaku pada Yoda. Namun Yoda masih terdiam, ia malah semakin dalam menatapku, membuatku merasa tak nyaman.

"Yoda ... mereka itu menghinaku seperti itu karena mereka tidak tahu Islam itu seperti apa. Mereka memahami Islam hanya melalui media dan kabar berita yang beredar. Dan berita yang beredar mengenai Islam di dunia ini hanya keburukan saja. Wajar jika mereka memandang buruk Islam. Jika mereka tahu Islam yang sebenarnya seperti apa, aku yakin mereka tak akan pernah menghina Islam ataupun pemeluk agama Isalam."

"Walaupun gue cuma Islam KTP, gue tetap nggak terima agama gue dihina. Islam itu agama yang sempurna, hanya saja pemeluknya yang seperti gue ini yang telah mencemari Islam." Yoda menundukkan kepalanya. Entah mengapa wajahnya berubah sendu.

"Bagus Yoda, itu artinya masih ada iman di dalam hatimu. Kamu hanya perlu memupuk iman itu agar tumbuh subur."

"Hahahaha ...." Yoda tergelak. "Dosa gue udah banyak, Ay. Gue nggak yakin Allah bakalan ampunin gue," ujar Yoda kemudian menepuk bahuku beberapa kali.

Aku tersenyum getir, ucapan Yoda itu berhasil membuat dadaku berdesir nyeri. "Hati-hati Yoda, itu artinya kamu sudah meragukan Allah. Dan meragukan Allah adalah dosa besar. Stop berpikiran seperti itu, Allah itu Maha Pengampun. Kalau Allah mau, Dia sudah memberimu hukuman sejak dulu. Tapi nggak kan?"

Yoda mengubah posisi duduknya, ia menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Hmmmm ... gue rasa Allah malah kasih nikmat gue banyak banget. Karir gue yang semakin melejit, teman dan keluarga yang sayang banget sama gue dan gue rasa gue sangat bahagia. Menurut lo, kenapa Allah kasih nikmat itu kalau gue udah mendurhakai-Nya?" tanya Yoda lugas.

Aku berdehem kecil, aku juga merubah posisi dudukku. Duduk dalam posisi yang sama dalam waktu cukup lama membuat badanku mulai pegal.

"Kurasa itu bukan nikmat, tapi ujian. Tak selamanya ujian itu berupa kesulitan. Ujian kenikmatan juga ada. Dengan ujian itu Allah ingin mengetahui seberapa jauh hamba-Nya mengingat-Nya. Apakah kenikmatan itu akan membuat sang hamba bersyukur dan taat kepada-Nya atau justru membuat sang hamba semakin menjauhi-Nya."

Yoda tampak sedang memikirkan ucapanku, beberapa kali bola matanya berputar. Semoga Allah memberi hidayah pada Yoda agar ia bersedia berhijrah. Namun aku takut, aku bisa mengucapkan kalimat itu pada Yoda tapi aku sulit untuk mempraktikkan pada diriku sendiri. Aku takut bahwa sebenarnya hatiku ini masih diselimuti banyak penyakit.

-o0o-

Sekarang aku dan Yoda sedang berada di dalam taksi menuju rumah orangtua Yoda yang terletak di Sauc-Residences, sebua perumahan di tengah kota Barcelona.

"Oh ya Da. Katanya kamu akan seminggu di Granada, ini belum seminggu kenapa sudah kembali ke Barcelona?"

"Nanti pukul 8 pagi gue sudah harus menyerahkan hasil laporanku tentang Granada di meja redaksi. Karena besok siang gue harus ke Guadalajara buat mencari info tentang pengeboman di sebuah gereja di kota itu yang disinyalir pelakunya adalah teroris."

"Apa aku boleh ikut?" pintaku.

"Jangan, ini bahaya buat lo. Mending lo temenein bunda gue di rumah deh, kangen-kangenan sepuasnya. Baru, setelah gue pulang dari Guadalajara gue bakal anterin lo ke Granada."

Aku hanya mendengus kesal, padahal jika Yoda mengizinkanku untuk ikut itu akan menjadi pengalaman sangat berharga bagiku. Toh aku akan berjanji tidak akan menganggu pekerjaan Yoda.

Gunungkidul, 10 Mei 2018

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang