📌 Ada Roti Unyil di Barcelona 📌

3K 351 1
                                    

Aku dan Yoda sampai di rumah pukul empat dini hari, rumah orangtua Yoda, tentu saja. Rumah yang terlihat lebih besar dibanding dengan rumah-rumah lain di komplek perumahan ini. rumah bergaya Mediterania dengan beberapa pilar kokoh menghiasi bagian luar, menambah kesan elegan. rumah bercat cokelat tua itu memiliki banyak jendela, seperti ciri khas rumah Spanyol pada umumnya.

“Kita sudah sampai,” ujar Yoda lalu memeberikan beberapa lembar uang kepada sopir taksi. Setelah berdialog—basa-basi dengan sang supir, kami bergegas turun. Aku menenteng tas ransel kecilku lalu berjalan mengikuti Yoda. Yoda menekan bel beberapa kali, namun tak ada tanda-tanda pintu akan dibuka.

“Sepertinya kita datang terlalu pagi, orangtuamu belum bangun mungkin.” Komentarku saat melihat wajah kesal Yoda karena pintu tak kunjung dibuka.

Kemudian Yoda merogoh saku celana jeans belelnya, ia mengambil ponsel lalu men-dial nomer ponsel seseorang. Beberapa kali Yoda menjoba menelpon, namun hasilnya nihil. Orang yang dihubunginya tak kunjung mengangkat telepon.

“Bunda gimana sih? Padahal gue udah bilang kita akan datang pada waktu ini,” ujar Yoda kesal.

“Wajar, Da. Ini masih pagi banget,” komentarku mencoba menenangkan Yoda. “Kita bisa nunggu sebentar di sini.”

“Tapi lo kelihatan lelah banget, Ay. Pasti lo pengen buru-buru istirahat kan?” Yoda menatapku dengan tatapan iba.

“Sok perhatian kamu! Aku baik-baik saja kok,” balasku lalu memukul bahu Kanan Yoda, ia meringis—berpura-pura kesakitan, padahal aku tahu pukulanku itu tidak keras. Pria dewasa seperti Yoda pasti tak akan merasa sakit sama sekali.

“Emangnya gue nggak boleh perhatian sama lo?” tanya Yoda.

“Hmmm ... boleh sih,” jawabku lugas, lalu aku tersenyum pada Yoda, ia membalas senyum.

Sudah 15 menit kami menunggu di depan rumah, tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Sekali lagi Yoda memencet bel, namun sama, tak ada respon dari pemilik rumah.

Bunda, abre la puerta! Este es Yoda y Haya. Bundaaaaaaaaa!("Bunda, buka pintunya! Ini aku Yoda dan Haya." : Bahasa Spanyol) Yoda berteriak dengan keras, membuat aku yang berada di sampingnya menutup telinga rapat-rapat. “DATE PRISA, BUNDAAAAA!("Cepatlah, bunda!" : Bahasa Spanyol) teriak Yoda lebih keras lagi.

Dan benar saja, kali ini Yoda berhasil. Beberapa saat kemudian terdengar suara daun pintu bergerak, pintu pun terbuka lebar. Menampakkan wajah seorang wanita paruh baya berambut hitam di gelung ke atas. Wanita itu memakai celemek berwarna merah muda yang terdapat bercak-bercak tepung terigu.

Esto no es un bosque, Yoda.("Ini bukan hutan, Yoda." : Bahasa Spanyol) Ujar wanita itu kesal sembari memelototi Yoda.

“Yoda sudah memencet bel sejak tadi tapi bunda nggak bukain pintu, Yoda juga udah telpon bunda sampe kriting jempol Yoda.”

“Bunda kan lagi bikin roti unyil buat Haya. Oh ya, mana Haya?” ujar wanita itu yang tak lain adalah Tante Anggi, ibunda Yoda sambil mengedarkan pandangannya—mencariku. Mungkin tubuhku tak terlihat karena terhalang tubuh Yoda yang tinggi tegap.

“Hai tante,” sapaku lirih. Sontak Tante Anggi menoleh ke arahku.

“HAYA?” teriak Tante Anggi, matanya membukat sempurna. “Eres tan hermosa ahora,” ("Kamu cantik banget sekarang." : Bahasa Spanyol) ujar Tante Anggi lalu memelukku. Aku pun membalas memeluk Tante Anggi.

“Maaf tante, tante bilang apa tadi? Hehehe, Haya nggak lancar Spanish-nya tante.” Kataku lalu melepaskan pelukan Tante Anggi perlahan.

“Bunda bilang, lo jelek banget, Ay!” sambar Yoda yang kemudian bergegas masuk ke dalam rumah.

Tante Anggi mendengus kesal, "bohong, Ay. Tante bilang kamu cantik." Lalu ia menarik lembut tanganku untuk masuk ke dalam rumah.

“Tante sudah buatkan roti unyil kesukaan kamu,” ujar Tante Anggi saat kami sudah duduk di ruang tamu.

“Maaf ya tante, Haya sudah merepotkan sepagi ini. Tante mualai masak pukul berapa tadi?” tanyaku agak sungkan.

“Jam 12 tadi tante bangun dan mempersiapkan semuanya. Nggak masalah, Ay. Kamu itu tamu spesial tante. Jadi, tante harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Lagipula kita sudah nggak ketemu lama banget. Tante kangen banget sama kamu,” ujar Tante Anggi lalu menciumi pipiku tanpa ada rasa canggung. Tante Anggi memang begitu, selalu bersikap hangat kepada siapa saja.

“Ayah kemana, Bun?” tanya Yoda yang kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa setalah ia menyimpan barang-barangnya di kamarnya, katanya.

“Ayahmu sedang ke Valencia. Biasa, ketemu klien. Klien ayahmu itu tersandung kasus korupsi. Katanya sih 3 hari di sana dan ini hari terakhir. Nanti malam katanya sudah pulang,” jawab Tante Anggi.

Ya. Om Angga—ayah Yoda memang berprofesi International Lawyer yang berpraktik di Barcelona, Spanyol. Wajar jika Om Angga berhasil menjadi pengacara internasional karena beliau memang berhak meraihnya, selain hebat dan cerdas, Om Angga adalah lulusan Harvard University, universitas yang memiliki fakultas hukum terbaik di dunia.

“Da, ambilin roti unyil di dapur. Sama jangan lupa buatkan teh untuk Haya!” perintah Tante Anggi pada Yoda, tanpa berkomentar Yoda berdiri dan mematuhi perintah ibunya itu.

Tak lama kemudian Yoda sudah datang membawa nampan besar berisi sepiring roti unyil dan 3 cangkir teh. Yoda mempersilahkan aku untuk menikmati jamuan pagi yang sungguh menggiurkan. Sepagi ini aku sudah disuguhi sepiring roti unyil yang sudah kurindukan kelezatannya selama kurang lebih 10 tahun ini, dan juga aroma teh yang menyelinap masuk ke dalam lubang hidungku, membuat otakku otomatis memerintah tanganku untuk meraih cangkir putih bergambar bendera Spanyol. Kemudian aku mencomot sepotong roti unyil, lalu kumasukkan ke dalam mulut. Masyaa Allah, roti unyil terlezat di dunia ini bisa kenikmati lagi, roti unyul buatan Tante Anggi, tentu saja. Kurasa ini adalah jamuan pagi terlezat yang pernah kunikmati di negeri matador ini.

“Aku nggak nyangka, di Barcelona ada roti unyil dan sangat enak pula,” kataku mengacungkan jempol.

“Nggak nyesel kan lo ikut gue ke Barcelona?” ujar Yoda lalu ikut mencomot roti unyil.

“Tante buatkan spesial cuma buat kamu, Haya sayang.” Tante Anggi menangkup wajahku dengan kedua tangannya, senyumnya mengembang. Sungguh, Tante Anggi membuatku merasa nyaman berada di dekatnya. Berada di dekat Tante Anggi membuatku merasa ada di dekat ambu.

“Ay, habis ini lo istirahat ya. Bunda gue udah siapin kamar buat lo, ada toiletnya juga. Nanti kalau lo mau sholat subuh bisa wudhu di sana. Nanti, kalau lo udah istirahat dan badan lo udah enakan, bunda bakal ajak lo ke Gothic Quarter dan Parc Guell. Iya kan, Bunda? Soalnya gue nggak bisa nemenin lo jalan-jalan, gue harus kerja,” oceh Yoda panjang lebar, hampir mirip pemandu wisata. Sedangkan, Tante Anggi hanya mengangguk seraya tersenyum menanggapinya.

Gothic Quarter, tempat yang menarik. Aku pernah membaca artikel tentang tempat itu yang mana adalah perkampungan bangsa Romawi zaman dulu. Sepertinya akan sangat menyenangkan jika aku mengunjungi tempat itu bersama Tante Anggi.

Gunungkidul, 12 Mei 2018

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang