📌 Calon Istri Mr. Anggara 📌

3.3K 316 3
                                    

Nyoya Espe sedang mengetuk pintu kamarku ketika aku kembali dari mushola. Kuhampiri perempuan paruh baya yang masih terlihat sangat energik dan cantik itu. Ya, walau usianya sudah berkepala lima, Nyonya Espe tampak 10 tahun lebih muda dari usia aslinya.

“Ada apa Nyonya Espe?” sapaku.

“Hi. Kamu dari sholat di mushola ya?” tanya Nyonya Espe yang segera menoleh karena kusapa.

“Iya.”

“Baiklah. Kalau begitu simpan alat sholatmu dan kita makan malam. Aku sudah masak untuk kalian, tadi Yoda juga membantuku memasak. Dan, malam ini ada tamu spesial,” ujar Nyonya Espe antusias.

“Tamu spesial?”

“Iya. Malam ini anak sulungku, Juan pulang. Ia akan ikut merayakan kelulusan Ivan besok. Dan tentu saja karena ia rindu kami, sudah 2 bulan ia tidak pulang ke rumah ini.

“Ok. Sebentar biar kusimpan alat sholatku.”

“Ok. Kami tunggu di ruang makan ya. Yang lain sudah berkumpul, tinggal menunggu kedatangan Juan.”

Nyonya Espe beranjak pergi, sementara aku masuk ke dalam kamar untuk menyimpan alat sholatku. Nyonya Espe tampak bahagia sekali, pasti ia sudah lama merindukan suasana ini. Di mana ketiga anak laki-lakinya berkumpul. Ah, aku jadi rindu abah dan ambu. Sudah lama aku tak bertukar kabar dengan mereka. Besok pagi usai sholat subuh aku akan menghubungi mereka.

-o0o-

Ternyata saat aku sampai di ruang makan, semua orang sudah berkumpul. Termasuk seorang pemuda berjaket kulit dengan tubuh tinggi tegap dan rambut cokelat sedang berpelukan dengan Yoda, keduanya tampak akrab.

“Mr. Anggara, aku tak menyangka kita bertemu di sini,” ujar laki-laki itu lalu menepuk-nepuk punggung Yoda. Kemudian ia melepaskan pelukannya pada tubuh Yoda. Yoda pun terkekeh.

“Wow! Aku tak menyangka ini adalah rumahmu, Mr. Juan.” Yoda menggelengkan kepalanya beberapa kali.

Ya. ternyata pemuda itu adalah Juan, si sulung di keluarga Matamala yang berprofesi sebagai wartawan di Barcelona.

“Kamu ingat kan waktu itu sebelum kamu berangkat ke Granada aku sempat menawarimu untuk menginap di rumah orangtuaku saja, tapi kamu malah menolak karena sudah mendapat rumah untuk menginap. And see! Kamu sekarang tinggal di rumah keluargaku,” kata Juan kemudian tertawa. Nyonya Espe, Tuan Ramirez dan Ivan pun ikut tertawa. Kecuali Javier, sejak tadi ia hanya diam saja. Semua orang belum menyadari kehadiranku, kecuali Javier juga. Namun ia tetap diam, tak menyapaku. Mungkinkah ia tersinggung dengan ucapanku di mushola tadi?

Yoda menepuk bahu Juan beberapa kali, lalu tertawa. “Takdir Tuhan memang adalah teka-teki ya, Mr. Juan,” kata Yoda.

“Hi, kamu sudah datang, Nak? Kemarilah!” ujar Nyonya Espe spontan saat milihatku sudah berdiri di samping anak tangga. Sontak semua orang menoleh ke arahku, termasuk Juan.

Tiba-tiba tatapan Juan begitu tajam kepadaku. Entah apa sebabnya, yang jelas membuatku sangat tidak nyaman. Dan sekarang, tatapannya setajam samurai yang siam mencabik-cabik wajahku. Wajah sumringah Juan tadi kini berubah menjadi wajah yang mengerikan bak monster yang siap menerkam mangsanya.

“Kenapa gadis ini ada di sini lagi?” tanya Juan dingin.

Semua orang mengerutkan keningnya, kecuali Javier. Wajah pemuda itu tanpa ekspersi, datar dan dingin.

“Hi Sekar, belum puas kamu menyakiti adikku?” tanya Juan padaku setengah membentak. “Kamu yang telah mempengaruhi adikku untuk ikut agamamu, kamu telah membuatnya jatuh cinta setengah mati padamu lalu kamu meninggalkannya seperti tak punya hati. Kamu tahu? Kamu hampir membuat adikku gila. Sekarang kamu ada di sini lagi untuk apa, hah?” Juan berjalan perlahan menghampiriku. Tiba-tiba tubuhku menjadi bergetar, jantungku berdentum tak karuan.

Di Bawah Langit Granada (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang