Bonus

1.3K 174 19
                                    

"Kenapa, Car?" suara bas Eky terdengar ketika Carla meringkuk kesakitan diujung kasur. Ditatapnya laki-laki itu dengan wajah penuh butiran keringat.

"Abang dari mana?"

"Kantor." jawab Eky sambil berjalan tergesa-gesa menuju adiknya. Kemudian bersimpuh sambil memeriksa suhu badan Carla.

"Keringat abang banyak banget." ucapnya lirih. Wajahnya sudah terlihat begitu pucat.

"Tadi macet, abang lari aja.. Lo masih kuat, kan?"

Gadis tembem itu mengangguk lemah. Ia memeluk leher abangnya sebelum laki-laki itu benar-benar mengangkatnya. Membawanya turun untuk segera dibawa kerumah sakit.

Terlihat tenang memang. Tapi, tanpa bertanyapun Carla tahu laki-laki itu susah payah menahan perasaannya. Matanya memerah, dan terlihat sangat resah.

Sesampainya dirumah sakit ia secepatnya memanggil perawat, meminta perawat segera memeriksa adiknya. Buku-buku tangannya memerah karena diremas begitu kuat. Melihat Carla di observasi ia segera meringkuk di depan pintu, memulai do'a yang selalu ia ucapkan setiap kali saat-saat seperti ini datang.

Ah... Seandainya dia tahu apa saja akan Carla lakukan untuk kebahagiaan laki-laki itu. Karena sejujurnya, hanya Eky lah satu-satunya sumber kekuatan Carla. Pemompa semangatnya untuk tetap berjuang hidup.

"Car... Udah baikan?" suara laki-laki itu bergetar. Tak ada air mata, hanya hidungnya yang memerah. Carla meringis, kemudian mengangguk lemah.

"Kata dokter donor gue masih jalan-jalan ke Singapore dulu, Bang... Belanja Hermes."

Ctak! Satu sentilan lumayan keras mendarat di hidung bulat Carla. Gadis itu manyun sebelum akhirnya Eky memeluknya begitu erat.

"Jangan becanda yang enggak-enggak, ah... Liat wajah lo aja udah serem, apalagi bayangin yang enggak-enggak tentang lo.. Gue belum siap, dan sepertinya nggak akan siap." ucap Eky kemudian mencium kepala adik semata wayangnya.

Carla bingung antara terharu dan kesal. Itu sebenernya ngehina gue atau apa, sih??

"Jangan nyerah yah, Car... Abang usahain semuanya buat lo.. " ucapnya lagi. Carla manggut-manggut.

"Lo keluarga abang satu-satunya... Ntar kalo abang udah tua, lo yang nyuapin abang, nuntun abang, nyebokin abang..."

"Trus bini lo gunanya apaan, bang?"

"Nyalon aja biar tetep cakep."

"Mending gue dipanti asuhan aja Bang, kalo gitu caranya."

Eky tergelak. Diciumnya sekali lagi gadis gembul yang masih berusia empat belas tahun itu. Tidak pernah rela rasanya melihat Carla cepat besar sperti ini. Ia masih begitu ingat. Dulu, saat mama papanya masih hidup, Eky paling hobby menyembunyikan makanan dan mainan Carla. Dia akan memaksa adiknya joget lebih dulu sebelum mengembalikan barangnya. Hahaha, Carla tidak pernah berubah. Meskipun keluarga mereka sudah berubah formasinya. Tak ada mama, tak ada papa. Saat ini Eky lah kepala keluarganya.

"Kalo gue berhasil jadi Abg, abang masih tetep jagain gue?"

"Masih..."

"Kalo gue masih sakit, abang mau ngerawat gue?"

"Masih..."

"Kalo abang jatuh cinta sama cewek, perhatian abang bakal terbagi, kan?"

"Adeknya abang yang pertama."

"Kalo gue nggak ada, Bang? Apa abang bakal ngelupain gue?"

"Lo mau abang lempar kelantai bawah sekarang? Biar tau abang bisa ngelupain lo atau nggak?"

"Kalo gue dilempar, ntar Abang gila." Carla kecil manyun. Eky terkekeh, diusapnya kepala Carla sayang, kemudian mengambil kursi dan duduk disampingnya.

"Buat abang, lo yang paling berharga. Jadi lo harus semangat, harus cepet sembuh."

"Lo bilang pengen ketemu pangeran kecebong?"

"Katak!" Carla melotot. Eky tertawa terbahak.

"Cepet sembuh, dek."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✔️Tembok Vs Mercon (I Don't Know , I love U) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang