Chapter 7

1.7K 198 15
                                    

Keesokan paginya, Singto bangun dengan perasaan segar untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu. Semalam dia bisa tidur dengan nyenyak tanpa mimpi buruk.

Untuk pertama kali setelah sekian lama, dia bisa mencium udara segar beredar memenuhi kamar tidurnya. Merasakan sinar matahari dengan lembut menghangatkan kulitnya.

Senyum kecil terbentuk di bibirnya ketika dia mengingat percakapannya dengan Arthit. Dia tidak bisa melihat dengan matanya tetapi dia bisa mencoba mempertajam indra untuk memberinya arah. Dia benar-benar ingin bertemu dengan Arthit suatu hari nanti. Akankah rumah sakit memberikan informasi pribadi anak kecil itu jika dia bertanya?

"Selamat pagi, Khun Singto. Gimana tidurmu? Nyenyak pasti, melihat jalur air liur di dagumu itu" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan Krist menginvasi kamarnya.

Dia mencoba menyeka dagunya untuk menyingkirkan air liur kering yang disebutkan Krist. Suasana damai di hatinya langsung berkurang sedikit.

"Mau apa kamu ke sini?" dengan marah dia bertanya.

"Ck ... ck ... galak banget, padahal masih pagi. Aku suka!" Krist menggodanya tanpa ampun.

Singto hanya membenamkan wajahnya ke bantal. Mencoba untuk memblokir suara Krist. Ini masih terlalu dini baginya untuk beradu argumentasi dengan Krist. Ini seharusnya jadi pagi yang tenang.

"Khun Sing....to ..." suara Krist terdengar melagukan nama Singto. "kamu mau sarapan apa?"

"Aku tidak lapar," jawabnya singkat.

"Tapi aku lapar banget. Aku bawa bacon dan omelet. Oh kamu tahu tidak kalau orang sini menyebutnya 'telor dadar'? Aku juga bawa telor mata sapi. Dan kamu tahu mereka sebut apa di sini? Telor ceplok! Hahahaha .... CEPLOK. ..PLOK ... hahaha" Krist tertawa sangat keras.

Setelah tawanya berhenti, Krist melanjutkan, "aku juga bawa buah. Pepaya, pisang dan stroberi. Tapi mending nggak usah makan stroberinya deh. Asem banget! Eh jangan bilang Bu Ketut kalau nggak kita makan ya. Aku akan mengubur stroberi itu di kebun supaya dia nggak tahu. Deal?"

Singto berusaha keras untuk menyembunyikan senyumnya sementara Krist mengumamkan rencana tentang bagaimana dia akan mengubur stroberi yang asam itu.

Krist terus berbicara sambil meletakkan makanan di depan bibir Singto. Terlalu malas untuk berdebat, Singto hanya membuka mulutnya dan mengunyah apa pun yang diberikan Krist padanya.

"Kamu sudah dengar belum kalau Marvel akan mulai produksi Avengers 4? Aku suka banget Avengers. Kamu lebih suka mana?Justice League DC atau Avengers Marvels?" Krist tanya ke Singto sambil memberinya beberapa potong pepaya. "Aku yakin kamu lebih suka Justice League."

"Kenapa?" Singto balik tanya.

"Karena kamu gelap seperti Justice League." Krist menjelaskan.

"Justice League tidak gelap. Mereka luar biasa," Singto tidak bisa menerima argumentasi Krist.

"Yeah right! Keliatan jelas dari kostum yang mereka pakai di Justice League. Plis deh... apa tidak ada warna lain selain hitam dan sedikit merah?" Tanya Krist.

"Apa yang salah dengan hitam? Dan bagaimana dengan Avengers? Terlalu banyak merah dan biru. Semua orang harus pakai something red or blue."

"Eh halo ... Captain America kan orang Amerika, tentu saja mereka harus menggunakan warna merah dan biru."

"Terus gimana dengan Scarlet Witch atau Black Panther? Mereka bukan orang Amerika. Atau gimana dengan Thor? Dia bahkan bukan manusia!"

"Whatever. Tetap saja Justice League terlalu gelap. Aku selalu tergoda untuk menyalakan lampu setiap kali aku nonton Justice League."

[Tamat] Love SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang