Chapter 13

1.7K 195 16
                                    


"Selamat pagi Khun Singto. Bagaimana tidurmu?" Singto mendengar suara seorang wanita menginterupsi lamunannya di pagi itu. Dia baru saja terbangun dari tidur tanpa mimpinya. Masih sedikit grogi karena pengaruh obat bius yang diberikan sebelum operasi.

"Selamat pagi. Apakah anda perawat?" Singto dengan sopan bertanya pada wanita itu.

"Ya, Khun Singto. Saya Suster Chavana." Singto bisa mendengar wanita itu menjawab dengan ramah.

"Apa anda ingin makan dulu atau mau mandi spons dulu?"

"Saya sudah boleh makan?" Singto bisa merasakan perutnya mulai bergemuruh ketika makanan disebutkan.

"Ya tentu saja." Singto bisa mendengar sedikit tawa dalam suaranya.

"Bubur?" Singto tanpa sadar bergidik.

"Anda mau makan bubur?" tanya perawat yang lembut itu.

"Oh, tolong, tidak! Aku benci bubur," dia bergidik lagi, "Bisakah aku minta yang lain saja?" dia memohon.

"Tentu saja. Saya bawakan pancake, bacon, telur, dan beberapa sosis pagi ini. Atau anda mau yang lain? Saya bisa mintakan dapur untuk menyiapkannya." Sebagai pasien VVIP, tentu Singto saja bisa meminta makanan apa saja dan mereka akan memastikan permintaannya itu tersedia.

"Tidak apa-apa. Selama bukan bubur, aku mau aja," Singto tersenyum kembali.

"Anda pasti benci sekali pada bubur." Perawat itu tertawa geli. "Sekarang, bisakah anda membuka mulut? Saya akan menyuapimu."

"Oh, tidak perlu." Singto perlahan menarik dirinya ke posisi duduk. "Tolong taruh saja nampannya di depanku. Aku bisa melakukannya sendiri."

"Apa anda yakin? Saya bisa kok membantumu." Perawat dengan enggan mengatur meja lipat dan meletakkan nampan di depan Singto.

"Iya, benar." Singto menyentuh baki dengan hati-hati, "tolong beritahu ke mana aku harus menggerakkan tanganku."

"Oke, kalau begitu." Perawat Chavala tidak bisa menahan senyumnya. Yang satu ini adalah tipe pasien independen.

Singto menyelesaikan sarapannya dengan rapi dengan sedikt bantuan dari Suster Chavala. Membuat suster itu bertanya-tanya.

"Khun Singto, jika saya tidak salah, anda buta baru-baru ini saja kan? Tapi kenapa, anda bisa makan sendiri dengan sangat rapi? Bukan maksud saya untuk kasar, tapi saya sudah bertemu dengan banyak pasien yang telah buta bertahun-tahun tapi masih saja tidak bisa makan sendiri."

Singto tersenyum dan ingatannya kembali melayang, "seseorang berkata kepadaku sebelumnya, walaupun aku buta, orang-orang di sekitarku tidak. Jadi cara makanku sangat menjijikkan untuk dilihat," Singto tidak bisa menahan tawanya.

"Siapa yang mengatakan itu? Jahat sekali!" Suster Chavala terkejut.

"Awalnya, aku juga berpikir kalau komentar itu sangat kejam. Tapi, dia juga bilang kalau aku harus berhenti menggunakan kebutaanku sebagai alasan. Aku tidak butuh belas kasihan orang. Aku harus bertahan hidup. Jadi aku mulai belajar makan sendiri." Singto tersenyum ketika mengingat apa yang dikatakan Kit kepadanya.

"Saya senang anda segera menyadari hal itu, Khun. Saya melihat banyak orang perlahan-lahan kehilangan gairah hidup ketika mereka kehilangan penglihatannya. Saya tidak mengatakan bahwa kehilangan penglihatan itu tidak buruk. Hal itu sangat buruk malahan. Tapi anda masih memiliki kehidupan ke depannya. Anda masih bisa menggunakan indra lainnya untuk melihat. Anda dapat menyentuh dengan tangan, anda bisa mengecap dengan lidah, anda bisa merasakan dengan kulit, dan sebagainya."

[Tamat] Love SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang