Chapter 16

1.5K 168 5
                                    

"Kurasa, rencana kita sudah cukup bagus. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk ditambahkan. Bagaimana menurutmu, Paman?" Singto memandang Khun Suthata dan Khun Janewit.

"Aku juga ok. Aku yakin kita telah menutup semua lubangnya. Dia tidak akan punya pilihan selain setuju dengan tawaranmu, Nak." Khun Janewit menjawab.

"Ya. Dia harus memakan umpan kita." Khun Suthata menyeringai lebar.

"Ooohhh aku tahu wajah itu, Paman Sutha. Tolong hati-hati, dia masih ayahku." Singto menegur pamannya.

"Oke ... oke, kau mencintainya, bla bla bla ..." Khun Suthata mengerutkan kening dalam-dalam, "Aku masih tidak mengerti, Singto. Pria itu secara teknis telah membuangmu, tapi kenapa kamu masih mengakuinya sebagai ayah? "

"Karena darah lebih kental daripada air." Singto memijat dahinya sendiri.

"Tapi tidak ada ayah yang akan menyakiti darah dagingnya sendiri seperti yang dia lakukan, Nak." perlahan Khun Janewit menambahkan.

Singto hanya bisa mengangguk. Tetapi kenyataannya adalah kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita nantinya. Kita telah terlahir dan kita mencintai mereka tanpa syarat, atau... yah seharusnya begitu.

"Apa kamu ingin pergi bersama, Ai Jane?" Khun Suthata mencoba melarikan diri dari suasana yang menyedihkan ini.

"Enggak deh. Aku bareng Singto aja. Kamu sebaiknya pergi sekarang, Ai Sutha. Kau masih perlu mengambil bukti tambahan dari PI." Khun Janewit mengingatkannya.

"Kalau begitu aku pergi sekarang. Bye Singto. Sampai jumpa di mansion Suthiluck." Khun Suthata lalu mengucapkan selamat tinggal.

Ketika Khun Suthata meninggalkan mereka, Khun Janewit mengarahkan matanya ke Singto dan bertanya, "Apakah kamu benar baik-baik saja, Nak?"

"Ya, Paman. Aku baik-baik saja." Singto mendongak dari dokumen yang sedang dibacanya. Dia menghela nafas dan mengerti apa yang diinginkan Paman tercintanya itu.

"Sebelumnya memang tidak. Tapi sekarang, aku benar-benar baik kok. Paman tenang saja ya. Aku tidak akan melakukannya lagi." Rasa pahit terangkat ke mulutnya ketika memori dari beberapa usaha bunuh dirinya muncul kembali.

"Apa yang terjadi, Sing? Kamu tidak terlihat depresi selama ini. Tapi kenapa tiba-tiba kamu berubah?" Khun Janewit mencoba membaca wajah Singto. "Aku tahu kamu telah dipaksa untuk mengambil alih posisi kakekmu sebagai Chairman. Tapi kamu baik-baik saja selama ini. Kamu adalah pemimpin yang natural. Keputusanmu selalu tajam dan diperhitungkan dengan hati-hati. Melihat barisan gadis dan pacar yang tanpa akhir, aku percaya kamu juga tidak memiliki masalah percintaan. "

Singto mendorong dokumen-dokumen itu dan mengusap wajahnya dengan telapak tangannya.

"Aku lelah, Paman." Kemudian dia menambahkan, "Ayahku tidak menginginkanku dan ibuku mengabaikan aku sepanjang waktu. Dia menceburkan diri ke dalam alkohol. Yang tinggal hanyalah Kakek. Kemudian dia juga meninggalkanku. Teman-teman yang Paman sebutkan? Mereka hanya mengejar uangku." Senyum pahit terbentuk di wajahnya yang tampan. Matanya masih tertutup oleh telapak tangannya.

"Ketika kakek meninggal, tiba-tiba aku sendirian dengan ribuan nyawa karyawan sebagai tanggung jawabku. Jangan salah paham. Aku tidak menyalahkanmu atau Paman Sutha karena memintaku untuk mengambil posisi ini. Aku sepenuhnya sadar bahwa sebagai penerus Suthiluck, aku harus maju dan mengambil alih apa yang Kakek telah tinggalkan. Tapi aku bukan dia. Aku tidak memiliki pengalaman, atau kebijaksanaannya. Bagaimana jika aku gagal? Mereka akan kehilangan pekerjaan mereka. Bagaimana keluarga mereka akan bertahan hidup?" Singto menggelengkan kepalanya. "Juga rencana pernikahanku dengan Jessica. Aku ingin melarikan diri. Tapi bagaimana jika bayi itu anakku? Aku tidak ingin bayi itu menjalani kehidupanku. Aku tidak ingin menghukum bayi itu karena dilahirkan di keluarga yang sangat kacau ini. "

[Tamat] Love SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang