End : Harry Styles

558 77 16
                                    

White Planes, New York, United States
23 Juli 2008

**

"Sayang, ayo dimakan sarapannya."

Mile dan Alison diam-diam melirik kepada ibunya yang berusaha menyendokkan makanan ke arah kursi kosong. Mereka sudah biasa melihat ibunya seperti ini, malah terlampau jengah. Mendengar berita kematian Harry, hidup Emilia seakan ikut berhenti.

Mungkin di mata Emilia, ia melihat kedua buah hatinya masih belia padahal kini Mile dan Alison sudah duduk di sekolah menengah pertama.

Mungkin juga di mata Emilia, dia masih melihat Harry sebagai sosok hidup yang masih melakukan aktifitas seperti biasa.

"Apa kau tidak suka sayurnya ya?" Emilia memisahkan sayuran dari piringnya.

"Mom, hentikan," ujar Alison pelan. Emilia masih tak menghentikan kegiatannya. "Mom, hentikan!"

Refleks Mile langsung menyenggol kaki adiknya di bawah meja makan. Dan menggeleng sebagai isyarat untuk tidak mengatakan apapun. Tapi Alison sudah sangat muak.

"Berhentilah bertingkah seperti orang gila," Emilia mengerutkan dahi begitu mendengar ucapan anaknya. "Dad sudah lama meninggal."

"Tidak. Dia belum meninggal." Sesak mulai menjalar ke dada Emilia. Dia sontak menggeleng cepat berkali-kali.

"Dia sudah meninggal saat kejadian sebelas September—"

"DIA. BELUM. MENINGGAL!"

Pekikan itu tak menghentikan penjelasan Alison. "Dia terperangkap di lantai—"

Sebuah piring melayang melintasi meja makan. Sekuat tenaga Emilia melempar piring itu hingga menghantam dinding dan pecah, menghentikan fakta yang diucapkan Alison. Air mata mengalir deras lewat matanya. Dia meninggalkan ruang makan dengan susah payah. Kepalanya pusing bukan main. Dinding ia gunakan sebagai pembantunya dalam menemukan kamar.

Dia terjatuh begitu sampai di kamar. Harry sudah mati? Betulkah itu?

Emilia menatap foto berfigura yang terpatri di dinding. Potret Harry tersenyum di dalamnya. Dia benci merindukan suaminya. Tanpa sadar tangannya merogoh sebuah benda di dalam laci paling bawah.

"Sayang, bisa ambilkan tas milikku?"

Emilia menoleh saat mendengar suara samar dari arah lemari. Dia terperangah melihat kehadiran Harry yang dengan santainya tengah mengenakan dasi. Harry berhenti bergerak saat mata mereka bertemu. Lantas Harry tersenyum tipis dan bergerak mendekat. Tanpa berbicara apapun Harry seakan-akan mengelus lembut pipi Emilia.

"Mom, kau di mana?"

Emilia menutup matanya merasakan hembusan angin yang ia kira sentuhan Harry di pipinya. "Aku ingin bersamamu, Harry."

Emilia menekan tuas pistol yang moncongnya sudah ada di pelipisnya.

Setelah sekian tahun akhirnya kita bisa bersama lagi, Harry.

September Eleven | 1d ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang