Stay

47 6 0
                                    


Mereka duduk dalam diam. Yua diam melihat Nanda khawatir. Nino berkali-kali menghembuskan nafas lelahnya sementara Nevand menatap tajam Nanda.

"Ada apa ini?" Tanya Nevand memecah keheningan.

Nanda menatap lemah Nevand.

"Kenapa lu begitu bodoh sih? Bukannya lu tahu dia playboynya kayak apa? Dan baru kemarin gua kasih tahu lu kalau dia lagi dekat sama anak Direktur, hah benar-benar bodoh."

"Gua minta maaf, beneran." Ucap Nanda dengan tulus.

"2 tahun lho, elu bodoh atau gila? Masa selama itu lu gak sadar lu cuma mainan buat dia? Gua terserah siapa yang jadi korbannya, tapi bukan kalian paham?"

Yua langsung melirik sinis kearah Nevand. Nevand yang menyadarinya langsung mengalihkan pandangannya.

"Udah lah, gua capek mau tidur." Ucap Nino yang langsung nyungsep ke ranjang.

"Ahh pusing." Sambung Nevand yang juga ikut berbaring di sofa panjang.

Yua dan Nanda hanya saling berpandangan heran.

Nevand baru saja memeriksa pasiennya dan melihat Yua sedang duduk ssndirian di taman depan rumah sakit. Nevand menghampiri dan langsung memberikan sebotol air.

"Kenapa sendirian disini?" Tanya Nevand yang duduk tepat disampingnya.

Yua terlihat terkejut namun langsung menghela nafas panjang.

"Entah. Lagi pengen duduk saja."

"Hari yang melelahkan."

Yua mengarahkan pandangannya kearah Nevand.

"Kamu kenapa tadi marah banget ke Nanda? Aku tahu dia salah tapi gak seharusnya kamu terlalu keras ke dia." Ucap Yua protes.

"Apanya yang keras? Dia udah aku bilangin tentang Deni ehh masih aja dilanjutin. Dia juga tahu reputasi Deni gimana, ehh tetep aja masih nangis."

Plakk!!! Yua memukul tangan Nevand dengan keras hingga Nevand mengaduh kesakitan.

"Kamu tahu apa? Seorang cewek kalau lagi jatuh cinta mana mikirin dia cowok brengsek atau gimana? Apalagi dr. Deni cinta pertamanya. Dasar cowok gak peka."

Nevand terkejut mendengar perkataan Yua.

"Apa? Siapa ini yang bicara? Dasar." Ucap Nevand yang bersiap memukul Yua.

Yua yang tahu dia sudah tidak sopan langsung ngibrit lari meninggalkan Nevand.

Nino baru saja dari luar. Saat dia masuk dia melihat Deni dan seorang cewek sedang bermesraan di luar. Nino mencoba tidak mempedulikan, tapi dia langsung emosi saat ingat kejadian tadi pagi.

Nino berjalan pelan menuju mereka berdua.

"Ups maaf. Safa ya?" Sapa Nino.

Sang cewek langsung mengenali Nino dan melepaskan genggaman tangannya dari Deni.

"Ya, dr. Nino. Tumben anda kesini ada yang bisa saya bantu?" Balas Safa ramah.

"Nggak sih, tapi kayaknya kamu lagi sibuk."

"Enggak kok. Saya lagi istirahat."

Nino melirik Deni yang hanya diam sambil mengalihkan pandangannya kearah yang lain. Dengan genitnya Nino menggoda Safa.

"Gimana kalau nanti malam kita jalan?"

Safa terlihat kaget, tapi wajahnya menunjukkan bahagianya dapat ajakan dari Nino. Safa mengangguk setuju. Deni naik pitam dia protes ke Safa.

"Kita kan nanti malam mau makan bareng?" Tanya Deni ke Safa sambil memegang tangan Safa.

Safa melepaskan tangan Deni.

"Apaan sih, kita kan bisa makan lain waktu." Jawab Safa risih. Lalu Safa langsung menggandeng tangan Nino dan mengajaknya untuk masuk bersama. Dengan senang hati Nino menggandeng Safa. Deni langsung menarik tangan Safa dengan paksa. Safa terlihat mengaduh kesakitan.

"Hei, jangan main kasar sama cewek." Ucap Nino melepaskan genggaman tangannya.

"Jangan ikut campur ya, dia pacarku jangan pernah mengajaknya kemanapun." Ujar Deni emosi.

"Pacar? Jadi kalian berdua pacaran? Kenapa kamu gak bilang dari tadi?" Tanya Nino ke Safa.

"Enggak kok, kita cuma partner kerja doang." Sanggah Safa.

Nino langsung melirik sinis ke arah Deni.

"Pacar? Kenapa lu ngaku-ngaku pacaran sama dia? Kenapa? Lu ngarep banget ya? Dia gak suka sama lu, dan lu ninggalin orang yang benar-benar sayang ama lu demi cewek yang cuma mengandalkan uang lu." Ucap Nino melapas jas dokternya dan melempar ke bangku. Nino menggulung kemejanya dan berjalan perlahan menuju Deni dan Bukk!!! Nino melayangkan pukulan pertamanya pada Deni.

Safa kaget dan begitupun dengan Deni yang masih belum siap dan terjatuh seketika.

Nino mencengkram kerah bajunya dan langsung menghajar Deni secara membabi buta.

"Gua gak peduli lu siapa? Yang jelas lu adalah pengecut, lu adalah bajingan tengik, lu bukan orang, lu itu binatang. Dan juga gua juga gak peduli ama cewek lu, type gua bahkan bukan dia. Dan lu inget ni pukulan kalau lu berniat melukai bahkan menjadikan cewek mainan doang buat lu." Nino memperingati Deni.

Nino berniat memukul Deni lagi, tapi dia lampiaskan ke aspal yang ada disampingnya hingga darahnya mungucur derasnya. Nino bangun dan langsung mengambil jas dokternya.

"Lu boleh melaporkan gua, gua gak peduli." Ucap Nino yang langsung meninggalkan Deni yang tergolek lemas ditanah.

Saat Nino hendak masuk ke dalam, ternyata disamping pintu sudah ada Nanda yang daritadi mendengarkan percakapan Nino dan Deni. Nanda lebih sakit lagi melihat Nino terluka karena dirinya.

"Lu ngapain disini?" Tanya Nino menyembunyikan tangannya yang terluka.

Nanda menatap sinis ke arah Nino dan langsung lari dari hadapan Nino. Nino mengejar Nanda dan menariknya kesebuah ruangan kosong.

"Maaf." Ucap Nino menyesal.

"Kenapa? Kenapa lu begitu? Lu gak pantas lagi mengorbankan tangan lu demi bajingan gila itu. Kenapa elu gila hah?" Ucap Nanda emosi.

Nino hanya diam sambil memegangi tangannya.

"Kenapa diam? Besok lu masih ada operasi dan sekarang elu nglukai tangan lu sendiri? Sinting ya lu."

Nino pun masih diam.

"Dasar bodoh, bangsat." Ucap Nanda dan langsung berjalan meninggalkan Nino dengan menahan tangisnya.

"Karena gua suka sama lu." Ucap Nino lirih. Langkah Nanda terhenti seketika dan air matanya langsung meluncur deras.

"Karena gua suka sam lu." Ulangi Nino.

Nanda hanya mematung membelakangi Nino. Tubuhnya serasa kaku. Nino memutar tubuh Nanda supaya berdiri berhadapan dengannya.

"Gua gak peduli lu suka sama siapa, lu pacaran sama siapa. Tapi gua gak akan tinggal diam kalau ada orang yang berani ngebuat lu menangis. Gua udah berusaha setengah mati ngebuat lu tertawa dan sekarang lu menangis gara-gara cowok bajingan itu. Lu tahu rasanya? Sakit, sakit banget. Lu menangisi orang yang menyakiti lu, sementara lu gak pernah sadar disini ada orang yang mati-matian ngebuat lu selalu bahagia."

Nanda menatap lembut Nino. Air matanya meluncur dengan sangat derasnya.

"Lu gak usah ngerasa terbebani. Jangan pikirkan ini. Anggap saja tadi supaya gua gak terlalu tertekan. Gua mau ke ugd ngobati luka gua." Ucap Nino sambil tersenyum.

Nino berjalan meninggalkan Nanda yang masih mematung ditempat. Nanda bahkan tidak kuat lagi berdiri dan jongkok sambil menelungkupkan wajahnya menangis.

Confession Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang