Empat✔

597 61 2
                                        

💥Amel💥

"Bunuh dia.." ucap Adel padaku. Seperti biasa suaranya menyeramkan didengar. Aku sedikit merinding mendengarnya, meskipun aku tahu, dia tak pernah meninggal. Dia tak pernah membahas tentang kepergiannya selama ini. Bahkan ucapannya sangat singkat, sehingga aku tak ingin membahasnya. Itu akan memperburuk suasana. Yang terpenting dia masih hidup.

Aku berfikir sejenak, memang yang diucapkan Adel benar. Padi tak akan berbuah jika hama di sekitarnya tidak dibasmi, atau dibunuh? Aahh.. entah. Tapi apa mungkin aku bisa melakukannya.

Glek!

Kutelan ludahku. Aku kembali menatap wajah Adel sekali lagi. "Apa mungkin aku bisa melakukannya?"

Mata bulatnya menatap kearahku. Mengerikaann..!! "Aku bantu kamu"

Entah apa yang kini aku alami, tapi rasanya aku benar-benar yakin jika aku mau melakukannya. Aku merasa mendapat kekuatan besar untuk membasmi hama itu. Semua demi Rio, demi teman-temanku, demi semua yang pernah Annisa renggut dariku.

"Aku setuju"

"Leukimia" ucapnya menatapku tajam.

Aku me

"Sakiti saja tubuhnya, dengan cepat penyakitnya akan menggerogoti tubuhnya" Adel memberiku sebuah rencana yang terdengar licik.

"Kecelakaan beruntun.." ucapku dengan liciknya.

Keesokannya, aku menyuruh seorang lelaki pengamen bertubuh kurus untuk merusak rem motor Annisa agar blong. Lelaki pengamen itu hanya meminta selembar uang berwarna merah dan aku sangat setuju, lagian uang sakuku cukup banyak.

Setelah mendengar kecelakaan Annisa, aku sedikit kecewa. Kenapa tidak kecelakaan beruntun seperti yang kuucapkan kemarin? Seharusnya Annisa ditabrak truk, kontainer, dan juga pesawat jet sekalipun. Sekalian mayatnya tak utuh, gosong, atau anggota tubuhnya berserakan.

"Semuanya butuh proses" ucap Adel padaku. Entah kenapa suaranya tidak seserak biasanya. Mungkin kemarin-kemarin dia lagi panas dalam.

"Aku harus membunuhnya sekarang juga!!" Ucapku sedikit geram. Aku merasa dikelilingi dendam yang amat banyak. Hawa panas kurasakan disekitar tubuhku menguap. Aku merasa banyak makhluk halus yang mulai mengelabuhiku agar bisa merenggut nyawa Annisa dengan cepat. Sungguh rasa kesendirian ini mengundang dendam kesumat padaku.

Beberapa kali aku melakukan teror demi teror di rumah Annisa. Seperti yang dulu pernah Adel lakukan padaku, tapi ini sedikit berbeda. Adel hanya memberitahuku jika dia masih hidup. Sedangkan aku memberitahukan detik-detik kematian pada Annisa.

Tiga bulan aku melakukan teror yang membuat dia merasakan apa yang kini kurasakan. Dijauhi. Dianggap gila. Diejek. Aku puas dengan keadaannya sekarang. Tapi.. petang nanti adalah puncaknya.

Aku tahu jika Annisa telah menceritakan semuanya pada Rio. Bahkan kini mereka membuat siasat untuk menangkapku di ruang kelas yang sengaja dipasang CCTV. Itu tak akan berhasil. Dua otak mereka yang digabungin tak mungkin bisa mengalahkan otakku sekarang. Aku terlalu cerdik.

Braakk!!

Aku menabrak tubuh Annisa dengan laju mobil yang sangat cepat. Aku tak melihat bagaimana keadaannya, kulajukan mobilku begitu saja. Sungguh, aku phobia darah. Tapi..diam-diam aku melirik kaca spion. Rio lari kearah Annisa dan meneriakiku dengan umpatannya, Rio tak tahu jika sang penabrak itu adalah aku, Amel, mantan teman baiknya. Tak terasa peluhku bercucuran, menetes di lenganku. Aku...takut. Aku yakin jika sekarang aku menangis karena tadi.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang