Teror Dari Hutan Pinus: Delapan

23 3 0
                                    

CACA

Aku dipaksa oleh kak Rio untuk menceritakan pengalamanku pada kalian. So, akan aku ceritakan detailnya ketika aku menolong yang lain.

Oke, ini adalah pengalaman ter-gila yang pernah aku alami. Di dalam hutan di kota asing, dan bahkan di Jakarta saja aku masih bisa tersesat. Jadi kalian pasti menganggap aku cewek yang hanya bermodal nekat dan keberuntungan.

Namun harus aku sadari, otak pintar kak Rio menurun juga pada diriku.

Aku berlari menembus kegelapan dibantu dengan senter di kepalaku, beruntung kami dibekali satu senter dengan baterai cadangan dan juga aku sempat mengambil baterai cadangannya kak Sam. Semoga dia tidak marah padaku yang menggemaskan ini.

Yang kuingat tadi aku hanya berjalan lurus saja dari pohon beringin tadi. Tak terlalu jauh.

Sudah kubilang 'kan jika aku ini pintar. Gubuk itu sudah berada di depanku.

Aku mengintai dari kejauhan, melihat seorang lelaki yang kira-kira berumur 40 tahunan menghisap puntung rokok. Segera kumatikan senter di kepalaku. Bisa digantung jika aku ketahuan.

Kini pukul 4 subuh--mungkin, di sini tak terdengar ayam berkokok, menandakan jika hutan ini memang jauh dari pemukiman penduduk. Kurasa ini hanya tanah bengkok, tanah pemerintah yang dibangun gubuk ilegal. Aku tadi juga dengar jika mereka adalah orang-orang penjual organ dalam di pasar gelap. Membegal orang di malam hari, mengambil organ dalamnya, lantas bangkainya dimakan siluman yang tadi.

Mengingat siluman, tubuhku merinding. Berharap jika kak Rio dan juga mbak Clara selamat. Meski resikonya cukup besar. Mengingat dulu mereka pernah berurusan dengan teror sebelumnya, aku yakin mereka bisa menyelesaikannya.

Lelaki itu tak tau kehadiranku, ia tampak menunggu sesuatu, atau--seseorang?

Beberapa orang datang, sekitar 5 pria yang kupastika mereka yang mengejar kak Sam tadi. Tubuhnya kotor dengan beberapa daun yang menempel di rambut. Itu pasti karena mereka sempat terjerat jebakan.

Melihat mereka yang tidak bersama kak Sam, aku lega sekali. Dia satu-satu orang kami andalkan untuk menolong semua orang.

"Bos! Londo kabur bos! Tapi beruntung Ki Singo menghajarnya. Londo jatuh, kurasa dia mati!" lapor salah satu anak buahnya.

Aku jadi tau, lelaki itu adalah bos mereka. Namun mendengar laporan itu, pipiku terasa ditampar keras. Panas. Tidak mungkin kak Sam meninggal.

Bos mereka melempar puntung rokoknya yang tinggal sedikit itu, lantas menginjaknya hingga padam. Tatapannya tajam pada bawahannya yang memberi laporan tadi. Dia memukul--ralat menampar kepalanya. "As*! Kalian kira dia bakal mati begitu saja? Ini akan subuh, bakal ada orang yang melintas dan menolongnya." Ia kembali menampar kepala bawahannya lagi.

"Maaf boss, kami buru-buru kesini. Takut yang lain kabur--"

"..."

Suaranya semakin tipis kudengar. Mengendap-endap sedikit mungkin saja aman. Tapi mengingat mereka berenam lengkap dengan senjata, aku gugup. Bagaimana jika aku ketahuan?

"Sudah kami ambil semuanya." Seorang bawahan kepala botak melempar plastik hitam besar pada bosnya. Ia bersmirk jahat. "1 miliyar, dia bilang sisanya belakangan."

Bos itu segera membuka bungkusan plastik, tersenyum jahat. "Lumayan juga untuk jenis manusia yang terkena gangguan jiwa. Eksekusi satu orang, bangunkan!"

GRAAAA!!

Aku terkesiap, suara aungan itu membuat beberapa burung berterbangan. Mendadak aku mengkhawatirkan kak Rio. Astaga.. ia selalu membuatku khawatir.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang