Teror Dari Hutan Pinus: Dua

134 6 0
                                    

"Kak Rio.."

Aku noleh, dan rasa lega pun muncul saat melihat Caca tak menghilang. "Kamu dari mana, dek?"

Dia menggeleng, seperti orang linglung yang baru saja pingsan.

"Ehem" Arya berdeham. "Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan kita sebelum langit gelap"

Aku mengangguk setuju.

Kami pun berjalan beriringan menelusuri semak belukar, perkebunan warga, hingga kami menemukan hamparan pohon pinus. Iya, tak ada tanaman selain pohon pinus dan rumput liar.

Tiba-tiba Anton berhenti, tangannya menuding sebuah bukit yang cukup tinggi. "Lihat kawan! Itu tujuan kita"

Caca tersenyum puas, sedangkan Clara loncat dengan girang.

"Sekeren apa tempat yang akan lo tunjukin pada kita?" ,ucap Sam ketus.

"Gue tak tau pasti, tapi ini bakal menjadi pengalaman terbaik kita. Dimana macan hutan berkeliaran, tupai loncat, ayam hutan, dan entah apa saja yang tersimpan di sana" ucap Anton meneliti sekitar.

Aku menatap Anton dengan tatapan yang menikam, "artinya.. lo tak tau kemana kita harus pergi" ucapku penuh selidik.

"Tidak mungkin, kita sekarang sudah di tengah hutan. Bagaimana kita akan kembali ke jalan tadi?" ,ucap Caca.

Tiba-tiba saja Sam menerjang Anton, mencengkeram kerah jaketnya dengan tatapan geram. "Kamu.. ingin mencelakai kami, ya?" ,desis Sam.

"Sam cukup, dan kalian cukup!! Kenapa sejak tadi kalian tak bisa mempercayai teman-temanku, sih? Mereka terbiasa mencari jalan seperti ini. Kita punya kompas, dan apapun yang kita butuhkan nantinya" imbuh Clara melerai.

Entah kenapa aku merasa tak mempercayai ketiga sahabat Clara. Dan marabahaya terasa sangat dekat.

"Aku pilih kembali dari pada mengikuti mereka" ucapku ketus.

"Rio.." ucap Clara memohon.

Aku mengabaikan permohonan Clara. "Caca, kita pergi dari sini. Kita kembali ke jalan raya tadi" perintahku sambil menggenggam pergelangan tangannya.

"Gue ikut" ucap Sam mantap.

Kami pun melangkah pergi, menyusuri jalan yang kami lalui tadi.

"Biarkan mereka pergi, Clar" dengarku desisan mereka ketika aku mulai jauh.

Dan kini aku mengkhawatirkan keadaan Clara. Si cebol yang kini bersama ketiga teman mendaki abal-abalnya itu.

Aku semakin menjauh dari tengah hutan, dan sang langit mulai menghitam. Sejak tadi Caca hanya diam, sedangkan Sam mulai mengoceh layaknya burung beo belajar bahasa manusia.

Ketika kami hampir sampai di jalan raya, kami dikejutkan suara teriakan. Atau.. sebuah lengkingan Caca di tengah hutan.

Tidak!!

Caca sejak tadi disampingku.

Aku dan Sam saling berpandangan. Dan secara bersamaan kami berteriak, "Cacaaa?"

"Oh God, Caca dimana? Lo tadi ga menggandeng adek lo?" ,ucap Sam mondar-mandir gak karuan.

Aku terdiam, mematung begitu saja dengan pikiranku yang semakin rumit.

Iya, aku ingat tadi dia masih dibelakangku.

"Tidak mungkin dia menghilang begitu saja, Sam. Tak mungkin dia kehilangan jejak kita. Kita sejak tadi berjalan lambat. Dan lo tau apa yang ada dipikiran gue sekarang?" ,ucapku mengecilkan volume di akhir kalimat.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang