Lima✔

559 52 2
                                    

💥Amel💥

Aku mengintip di celah pintu kamar mandi yang terbuka separuh. Kulihat Annisa yang berdiri mengangkat infusnya, sesaat ia kesulitan memegangnya. Saat itu aku menunggu dia lengah dan kemudian aku akan mendorong tubuh lemah itu ke dalam bak mandi. Aku sengaja diam ketika ia memanggilku, setelahnya aku langsung mendorongnya kedalam bak, bahkan aku sempat menahan kepalanya agar tak keluar, supaya ia tak menghirup udara sedikitpun dan tidak melihatku.

Tubuhnya semakin melemas, dan dia benar-benar sudah tak bergerak. Dia..mati!! Aku berjalan mundur, kutoleh belakangku. Aman. Tak ada orang yang melihat. Kumasukkan kakinya kedalam bak yang cukup sempit, agar semua mengira jika ini hanyalah kecelakaan. Kubuka sarung tangan karetku, kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Rencanaku berhasil. Semua berkat buku yang kubaca dari rak buku Adel. Buku yang menceritakan sebuah cerita pembunuhan dan beberapa kisah horor. Dan aku melakukan beberapa dari cerita tersebut. Tapi entah kenapa, kini jalanku sedikit bergetar. Entah karena takut ketahuan, atau... menyesal? Tidak..!! Aku takkan pernah menyesal sedikitpun. Lagi pula, karena semua ini, aku memiliki ayah Remi yang sangat menyayangiku. Bahkan Adel tak sediam dulu denganku.

Sepulangnya, aku mendapat sebuah pesan dari Adel yang menyatakan jika Annisa koma. Aku masih bingung dengan Annisa, kenapa ia masih bisa hidup juga? Padahal cewek penyakitan itu tak akan bertahan lama karena penyakitnya telah stadium akhir.

Kuhempaskan tubuhku di sofa ruang tamu, sambil memijit pelipisku yang sedikit sakit. Tanpa kusadari Adel sudah berada di sampingku, ia bersandar di sofa sambil menutup matanya.

"Sejak kapan kamu di sampingku?"

"Baru saja. Tadi aku baru ke rumah sakit"

"Kok?"

"Sebenarnya aku pernah bertemu dengan Annisa, dan kami berteman. Kamu masih ingatkan ceritaku waktu itu?"

Aku mengangguk. Iya, benar yang dikatakan Adel. Adel sengaja mendekatinya ketika ia berada di rumah sakit. Saat itu Annisa berada di taman rumah sakit. Ia kesepian. Dan Adel menghampirinya, dan tak lama kemudian mereka berteman. Jadi, ketika aku memasuki ruang pesakitannya, dia tak merasa asing terhadapku. Ia menganggapku Adel.

"Ia mengenalku sebagai Amel, maksudku itu kamu" ucapnya yang membuatku kaget. "Ini semua agar berjalan lancar. Lagian pihak rumah sakit nggak tau kalo aku dan Annisa pernah bersama di taman. Aku menemuinya ketika para petugas lengah"

Aku sedikit lega mendengarnya. "Baik.. sekarang kita tinggal tunggu kabar"

"Aku yakin kamu akan berhasil" ucap Adel padaku.

"Mana ayah?"

"Keluar sama temen-temennya"

Aku hanya mengangguk paham.

"Kamu nggak pulang?"

"Tidak Del, aku baru saja meluncurkan misiku tadi. Jadi untuk sementara ini, aku tinggal di sini dulu ya?"

Mengingat rumah, aku ingat dulu ketika kejadian penabrakan itu aku tinggal di rumah ayah Remi, sehingga mbok Jem menelefonku. Beliau kawatir karena kepergianku.

"Mbok bilang sama mama kalo aku lagi cari Adel"

"Nduk.. Adel sudah meninggal"

"Enggak kok mbok, mbok percaya saja pada Amel. Sekarang Amel udah dewasa, jadi Amel bisa jaga diri Amel sendiri. Yaudah deh mbok, aku mau pergi dulu. Assalamu'alaikum"

Itulah percakapan singkatku dengan mbok waktu itu. Aku sempat tak percaya jika mama mencari keberadaanku. Padahal saja ia sibuk mengurusi kandungannya yang memasuki bulan ke dua. Jangan pernah menganggapnya dia adalah calon adikku, tidak! Aku akan membantahnya, meskipun dia dan aku di rahim yang sama, tapi bibitnya berbeda.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang