Bagian 16

3.5K 240 2
                                    

"Jadi ini orang yang udah nipu tante Rena..." gumam Joni sambil menatap selembar foto yang sedang ia pegang. Alesha dan Lena mengangguk membenarkan dengan wajah lesu. Bagaimana tidak, pasalnya diantara ribuan orang, mereka harus menemukan seorang lelaki dengan rambut sebahu dengan sebuah tato dibahunya. Tato orang itu dapat dilihat karena dalam foto itu, orang tersebut hanya menggunakan baju dalam hitam.

"Satu-satunya cara agar kita bisa ngenalin dia adalah dengan ngeliat tatonya. Tapi sekarang mana ada orang yang keluar pake baju daleman. Otomatis kita gak bakal bisa nyari orang yang punya tato dibahu." kesal Lena.

Suasana kembali hening diiringi dengan hembusan nafas tiga murid tesebut. Mereka bertiga sedang berada diperpustakaan untuk membahas target mereka. Hanya perpustakaanlah satu-satunya tempat yang bagus untuk mendiskusikan hal-hal rahasia seperti ini. Hanya tempat ini yang tidak akan didatangi murid saat jam istirahat, pastinya semua murid akan lebih memilih untuk pergi kekantin. Ditambah penjaga perpustakaan yang mendadak ingin buang air, sehingga ia menitip perpustakaan sebentar kepada mereka bertiga.

"Aiss... Dimas mana coba? Beli minum aja seabad. Keburu Pak Jojon dateng lagi." kesal Joni karena Dimas belum juga datang dan membawa pesanannya. Di perpustakaan sebenarnya dilarang membawa masuk makanan atau minuman. Tetapi berhubung penjaganya tidak ada, jadi mereka bebas melakukan apa saja, kecuali mencuri tentunya.

***

Dimas berjalan dengan langkah sedikit cepat. Ia lupa bahwa tadi Joni menitip minuman kepadanya, tapi ia malah asik memakan gorengan dikantin. Dimas berjalan sambil merogoh saku celananya sehingga membuatnya tidak memperhatikan jalan. Karena sibuk merogoh sakunya, Dimas tidak menyadari orang yang berjalan didekatnya sehingga membuat mereka saling bertabrakan.

"Maaf, maaf.." ucap Dimas spontan. Ia memperhatikan orang yang baru ia tabrak. Dilihat dari pakaian yang dikenakannya, bisa ia tebak bahwa orang tersebut adalah seorang guru. Tapi Dimas tidak pernah melihat guru itu selama hampir dua tahun ia bersekolah disini.

"Aduh maaf ya Pak, saya nggak sengaja." Ucap Dimas sopan sambil membantu guru itu membereskan map yang terjatuh dilantai.

"Iya, nggak apa-apa. Saya juga tadi tidak memperhatikan jalan kok." jawab Guru tersebut.

"Bapak guru baru ya? Soalnya ini pertama kali saya liat Bapak."

"Iya, saya baru mengajar dua hari, saya mengajar dikelas sepuluh. Perkenalkan, nama saya Pak Nugianto." Guru tersebut mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.

"Saya Dimas Pak, siswa kelas sebelas." mereka berjabat tangan sebentar sambil tersenyum.

"Pantas kamu belum kenal saya, kamu siswa kelas sebelas toh." Dimas hanya terkekeh menanggapi.

"Iya Pak. Yaudah Pak, saya duluan." Nugianto mengangguk kemudian ia pergi saat Dimas juga pergi meninggalkannya.

Dimas memasuki perpustakaan dengan sebotol sprite ditangannya. Ia lalu disambut dengan omelan Joni yang sudah seperti ibunya.

"Sorry kali... Tadi gue makan bentar, lapar."  Ucap Dimas sambil cengengesan.

"Siniin minumnya." Dimas menyodorkan sebotol sprite yang ia beli.

"Kembaliannya udah gue pake bayar gorengan." Ucap Dimas santai tanpa beban lalu duduk disamping Alesha. Joni langsung menyemburkan minuman yang baru ia teguk.

"Joni! Jorok banget sih." Kesal Lena yang terkena sedikit cipratan minuman Joni.

"Dimas, kamu kejam. Itukan buat beli kuaci." Ucap Joni dramatis.

"Lebay banget sih." ejek Alesha jijik melihat gaya Joni yang menurutnya hampir mirip dengan banci di toilet waktu itu.

"Jadi Gimana orang itu?" tanya Dimas.

"Nih liat, siapa tau lo kenal." Joni menyodorkan foto itu kepada Dimas. Dimas mengambil foto tersebut dan mulai memperhatikan wajahnya. Entah kenapa bayangan Guru yang baru ia tabrak langsung muncul dipikirannya.

"Hufftt... Gimana caranya kita nemuin satu orang diantara ribuan orang di Jakarta." Keluh Lena. Sedangkan Dimas hanya diam, ia hampir menarik kesimpulan kalau orang yang baru ditemuinya adalah orang yang sama dengan yang ada di foto itu. Tapi ia tidak yakin, pasalnya mereka sangat berbeda. Orang yang difoto itu memiliki rambut sebahu, tato, dan hampir mirip seperti preman. Sedangkan orang yang baru ditemuinya rambutnya pendek, bahkan lebih pendek dari rambut anak sekolah umumnya, ia juga mengenakan kacamata yang agak tebal, dan penampilannya sangat rapi. Tapi entah mengapa, garis wajah kedua orang tersebut menurutnya sama.

"Kalian udah tau ada guru baru nggak?" Alesha, Lena, dan Joni menatap Dimas bingung.

"Guru baru, dia ngajar dikelas sepuluh." Alesha dan Joni menggeleng. Sedangkan Lena tampak sedikit berpikir.

"Gue tau! Kemarin gue nggak sengaja liat pas gue keruang guru. Gue juga baru pertama kali liat kemarin." Ucap Lena semangat. Sedangkan Alesha dan Joni hanya mengangguk mengerti.

"Nah, menurut gue, Guru itu mirip deh sama orang yang ada difoto ini." mereka bertiga menatap Dimas penasaran, namun tawa garing Lena langsung mengalihkan perhatian mereka.

"Mana mungkinlah. Liat aja penampilannya, beda 180 derajat." Timpal Lena sambil tertawa.

"Gue juga awalnya mikir kayak gitu. tapi coba deh kalian pikir, seseorang yang udah ngebawa lari uang sebanyak miliaran, terus dia nggak ngerubah penampilan, itukan sama aja dia ngegali kubur sendiri." mereka bertiga tampak memikirkan ucapan Dimas.

"Iya juga sih.." Gumam Lena.

"Lo Serius Dim?" tanya Alesha memastikan. Dimas mengangguk yakin.

"Walaupun penampilannya beda, tapi menurut gue, garis wajahnya agak sama."

"Tapi kita nggak boleh langsung ambil kesimpulan. Kita harus mastiin sesuatu." Ucap Joni ambigu.

"Woahh... Gue kira bakat ngenalin orang punya Dimas udah hilang. Tapi rupanya masih lengket." Puji Joni lagi sambil bertepuk tangan. Dimas hanya tersenyum miring membanggakan dirinya sambil mengucapkan kata 'kecil' melalui gerakan tangan.


Jangan lupa Vote bagi yang suka
Yang suka ke perpustakaan silahkan komen:)

Prison And You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang