Bismillah...
Assalamualaikum.
Selamat membaca😊Tercium asap
Elakkan api
Siapa dia si bunga indah
Melayu teronggok abu
Asap disesap
Runtuhkan
Patahkan
***
Kesempatan kedua? Ia hanya sebutir harapan yang dijunjung angan. Waktu tidak bertoleransi terhadapnya untuk kembali mengulang kesempatan pertama. Tetapi memberi kesempatan untuk memperbaikinya.
***
Kepingan luka yang telah datang di tujuh hari yang lalu itu hampir menyatu bersama luka lainnya. Menjelma obat yang memaksa si pemilik hati untuk berlapang dada. Namun sulit. Sulit sekali. Berulang kali ia jungkir balik bangkit walau tertatih-tatih, dan kini hanya sedikit ada kemajuan. Setitik ikhlas. Meski meraba-raba penuh nasihat dari Nuha.
Adzan isya bersenandung dari segala penjuru kota. Hanya saja keramaian-keramaian bersifat duniawi tak mampu untuk dicegah. Sekadar kaki-kaki itu memutar balik haluan untuk memilih melangkah ke masjid terdekat. Sayang seribu sayang, lampu-lampu indah yang memenuhi tiap-tiap ruangan, serta menu makanan yang telah membangkitkan selera makan berkata lebih dulu. Mencegah mereka tuk sejenak menyambut panggilan Allah. Tidak. Jangankan sejenak menyambut dan melaksanakan perintah-Nya. Sekadar berhenti berbicara kala adzan mulai bersenandung pun tidak. Sungguh di antara kaki-kaki, mulut, tangan, bahkan hati rupanya hanya satu dari seribu manusia yang hatinya masih hidup. Sampai-sampai membuatnya berdiri, dan langsung dicekal seseorang di hadapannya.
''Mau kemana?''
''Aku harus salat Isya dulu.''
''Ya ampun Hasna! Oke-oke. Duduklah dulu.''
''Aku mau salat dulu, Nay.''
''Ayolah. Tolong sebentar lagi.''
Lagi, bisikan manusia bak syaiton penggoda keburukan itu mampu menggeserkan niat suatu kebaikan Hasna. Napasnya terembus kasar lewat mulut. Di antara sayup-sayup angin selepas maghrib ia telah bersama Naya di sini. Naya menghubunginya, ingin bertemu dan mengatakan sesuatu. Tak enak hati, alhasil Hasna menuruti. Seburuk apapun Naya yang kini Hasna ketahui, tetap saja ia pernah menyimpan tak hanya satu atau dua biji kebaikan. Bukankah sebaiknya tidak menghakimi seseorang atas satu kesalahannya tanpa melirik pada seribu kebaikannya?
''Setelah cukup lama kita disini ngobrol, sekarang aku mau ke intinya. Semoga kamu bisa mengerti apa maksudku.''
Beberapa pengunjung kafe yang telah bersinggah ada yang telah beranjak pergi. Tergantikan kembali dengan pengunjung-pengunjung baru yang berdatangan. Hasna menatap Naya dalam. Penuh penantian. Bukan penantian tentang apa yang akan dikatakan Naya saat ini, melainkan tentang maafnya atas kesalahan di waktu itu. Menghina Hasna yang di dalam kepalanya berisi sok alim. Bahkan lebih lagi, suara hati HAsna kerap meronta kali ini untuk mengingatkan Naya. Agar gadis itu bersimpuh di hadapan Tuhan. Memohon ampun segalanya, apalagi perihal perkataannya kala itu. Katanya, tak ada perbedaan antara orang yang taat ibadah dan yang tidak, toh ia masih bahagia dengan dunianya saat ini.
Di antara kesibukan-kesibukan menghapus luka, urung berseloroh kalimat-kalimat dari Naya membuat Hasna terpaksa membiarkan luka-luka itu menyeruak kembali dalam keramaian. Bukan luka perihal kepergian Ibu dan Bapak, melainkan luka yang bertandang kala ia mengabaikan Allah. SUngguh, kedipan mata, desah napas, hingga kalimat-kalimat yang menyembul dari Mulut Naya membuatnya kembali mengingingat puing-puing dosa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Bermuhasabah
SpiritualCerita ini telah SELESAI dan MASIH UTUH. Follow dulu karena ada beberapa bagian yang diprivate. Testimoni: @MiraBlank ''Subhanallah. AKu baper baca bagian ini 😍😍😍'' #4 in Muhasabah: 11 Mei 2018 #4 in poetry: 24 Juni 2018 #59 in Religi: 12 Mei 201...