Bab 28: Pesan

1.3K 92 0
                                    

Bismillah.
Assallamualaikum
Selamat membaca

Mayapada

Halu indah di dada

Surga

Nyata indah abadi

Nun jauh tertahta

Sempat lima centi

Melebar ke ufuk jauh dari negeri

***

Waktu memang tiada lagi mampu bergulung yang telah lalu. Namun perilaku yang lalu, mampu jua ditapaki dalam masa nanti.

***

Sepasang kaki itu sengaja dijulurkan menyentuh lantai. Tangannya meraba-raba ujung rok, lantas menyandarkan kepalanya pada punggung kursi. Sekadar tiga puluh menit otot-otot tubuhnya dibiarkan saja menyelami aktivitas rutin di pagi hari. Membuka butik besar itu dan membersihkannya urung sang pemilik tiba. Lantas menjadi penjaga hingga sore datang. Tidak seorang diri. Ia bersama tiga diri lainnya yang bertugas sama. Namun mereka tengah memecah waktu pagi di tengah jalanan. Mencari-cari pedagang makanan di tepi jalan yang siap menyelami, dan melengkapi sarapannya.

Bola matanya mengerling pada jalanan besar di depan butik. Kendaraan-kendaraan beroda empat, dua, hingga tiga masih berada pada tahap sepi dalam pagi yang biasa dianggap buta ini.

Ia menyembulkan ponsel dari balik saku gamisnya. Benda pipih berwarna hitam itu menyala jua layarnya. Menunjukkan dua wajah wanita nan anggun yang terbalut kerudung sama-sama biru. Angin-angin yang sempat melalang buana tiada tahu arahnya, seumpama kembali berembus di antara cerita yang telah berbeda. Menyelipkan diri di antara inginnya yang tak bersegera terlaksana.

''Aku kangen sama kamu, Hasna.'' Kedua sudut bibirnya terangkat tak lebar-lebar. Kecil. Sekecil bahagia yang menyeruak, sebab rajaman lukanya jauh lebih lebar.

Angin-angin itu menyesup kedua lubang pernapasannya. Tersalurkan bak jalanan menyentuh otak. Tersampaikan jua apa-apa yang dibawanya. Sempat sejenak hilang tak teringat.

''Semoga kamu baik-baik aja, Hasna.''

Telunjuknua menggeser-geser layar ke kanan. Sampai bersualah kedua mata itu dengan aplikasi sosial media. Terhitung tujuh hari Nuha tak menyapa akun-akun umum itu. Sebuah aplikasi yang mengunggulkan foto sebagai unggahannya dibuka. Tersembul-sembul jua beberapa pemberitahuan. Mencuatkan gambar hati atau sepotong tubuh ilustrasi manusia yang mulai mengikuti.

Nuha bernapas santai. Menunggu seluruh postingan terbaru mencuat. Di antara helaan napas tenangnya itu seketika berbaur napas memburu. Gaduh dalam hati kembali bangkit. Pedih di mata lagi-lagi bertandang. Hendak membingkainya dengan kepingan kaca dan menetas keluar, tapi ditahan-tahan. Di sanalah, Nuha kembali melihat postingan terbaru lima menit yang lalu dari Hasna. Bersegera jua tangannya berlari membuka akun Hasna. Salivanya tertelan susah payah. Ratusan foto pada masa-masa jelaga itu telah hilang cukup lama. Berganti postingan yang memotivasi manusia tuk mengingat Tuhan-nya. Namun tidak untuk kali ini. Unggahan seumpama purnama yang terpajang telah tertumbuk unggahan malam yang kelam tak izinkan purnama pun kejora terpaut. Dua buah foto selfi Hasna dengan rambutnya tergerai indah telah mendapat ratusan hampir mencapai ribuan like. Namun, kolom komentar telah dinonaktifkannya. Usai mendapat sambutan indah atas langkah barunya, kini gadis itu memalingkan langkah lagi. Pastilah, netizen akan berbondong-bondong melemparkan serbuannya. Walau Hasna bukanlah seorang model ternama nasional ataupun internasional, sebab pengikutnya telah mencapai puluhan ribu.

Nuha:
''Assalamualaikum, Hasna sahabat jannahku, inshaa allah. Apa kabar? Semoga senantiasa tetap mengingat Allah. Jangan lupa untuk terus berburu melihat postingan akun Diksiinspirasi ya? Wassalamualaikum.

Tertatih-tatihlah jemarinya itu di antara keypad ponsel. Antara sesak yang selalu dikuat-kuatkan masih mendominasi. Sampai tombol kirim disentuhnya, serbuk doa terus ditaburkan. Dibukanya kembali hati Hasna.

***

Meja besar itu dihangatkan dengan ketukan-ketokan sendok serta garpu dan pisaunya. Berpadu dengan piring-piring putih polos yang telah menampung konsumsi sarapan pagi ini. Seorang gadis dengan tubuh tertutup sweater abu menyuapkan sepotong roti berselai kacang. Lidahnya turut menari di antara perbincangan pagi. Cahaya ponselnya tak berhenti berkedip-kedip menyeruakan cahaya. Tak kunjung beralayar hitam, semasa datanya masih saja diaktifkan.

''Seru banget disini. Bikin aku gak mau kembali ke rumah, nih. Kacau.'' Nuha berkata-kata jua dalam mulutnya yang masih tersumpal makanan.

''Minggu depan kita akan terbang ke Lombok.''

Satu meja yang bergerak-gerak menyuapkan makanan ke sendok, yang mengikis halus makanan di dalam mulut, bahkan segelas air putih yang telah terangkat tertahan begitu kalimat dari pimpinan tim mereka dicetuskan.

''Maksudnya?'' tanya salah seorang di meja itu.

''Ya. Ini kejutan atau obat bagi kita semua yang akan pulang. Dan sungguh, dengan adanya tawaran ini kita akan memiliki nama sampai nasional. Bukan hanya di daerah kita saja.''

Tentu saja jadi kabar gembira. Sebuah peningkatan yang sangat drastis atas penantian selama ini. Terlukis jua senyum itu di wajah Hasna. Namun tak lama kemudian, saat ia berada di dalam sebuah lorong Bandara hatinya seperti dicubit halus. Kalimat yang dikirim Nuha tampak berupaya merobohkan sifat duniawinya lagi. Namun, begitu saja ditenggelamkan. Mengingat kembali sahabat-sahabat satu kerjanya. Dan progres besar  ada di depan mata. Sudahlah, nikmati yang ada untuk saat ini. Begitulah, kalimat yang tertancap di kepalanya.

***

Bersambuunng

Maaf sedikit. Lagi terkena writerblock ini :(
Beri pendapat untuk tulisan di bagian ini. Please.

Wassalamualaikum.

Ajari Aku Bermuhasabah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang