Bab 30: Gara-gara cinta

1.4K 99 0
                                    

Bismillah
Assalamualaikum
Selamat membaca

Bukan laju lagi

Yang mengangkasa

Di antara riak busur wasangka

Tapaknya rekahkan awan

Bayangnya datangkan hujan

***

Aku masih manusia biasa. Yang mudah terlena akan sebuah rasa. Hingga khilafku menyapa, mengabaikan Sang Mahakuasa.

***

Bau-bau irisan bawang yang baru saja terjun di antara riak panas cairan minyak itu menjelajah indra penciuman. Diaduk-aduk jualah oleh sang empunya. Bersamaan sayuran hijau yang amat dianggap pengundang kantuk itu di dalam wajan. Seorang lagi tengah mengusap-usapkan spons di antara tubuh piring yang ternodai bekas makanan.

''Ceritamu dua hari yang lalu itu sungguhan, Al?'' Diputarnya gagang keran air.

''Iya. Memang kamu bisa bantu aku?''

''Nah kan. Kamu orang suka meragukan begitu.''

Di antara kalimat-kalimat yang terjulur-julur dari bibir Althaf dua hari yang lalu tepat saat dirinya sakit, telah terlafadzkan siapa wanita itu. Hanya saja nama urung ia dapati. Wanita yang kerap terlihat pada sebuah warung makan, yang mampu ditangkap mata oleh Althaf kala melintas atau bersinggah di sana. Alif yang menjadi objek pendengarnya justru berdekak-dekak tawanya. Tentu saja, siapa sangka mampu jatuh hati pada yang tak dikenal. Mampu jatuh-sejatuh jatuhnya hingga diri tumbang tatkala wajahnya kian terbayang di pelupuk mata. Kenal pun tidak. Barangkali wanita itu telah bersuami, siapa yang tahu? Atau bahkan telah memiliki anak. Seandainya begitu bagaimana?

''Kamu orang mau aku bantu tidak? Kalau tidak ya sudah.'' Kini, telah terbaris rapilah beberapa biji piring itu pada rak kecil. Usai diusap-usapnya dengan kain lap bermotif kotak-kotak.

Jemari lelaki yang diserahkan pertanyaan itu masih menaburkan sedikit garam pada masakannya. Urung menjawab. Hingga langit-langit dapur didominasi lengang bersenda gurau dalam wajan yang malah bernyanyi akibat bergesekan dengan sendoknya. Meski jujur hatinya tengah berjingkar-jingkrak ria jikalau Alif benar akan membantunya. Hanya saja, perkataan Alif di waktu itu turut menghantui. Mencuatkan keraguan di antara kemantapan atas jawaban salat istikharahnya.
''Kalau dia sudah berkeluarga bagaimana, Lif?''

''Ya berarti bukan jodohmu. Makanya kita pergi ke warung itu dulu. Tanya lah.''

''Tanya langsung ke wanita itu?'' Althaf membulatkan matanya. Sepiring tumis kangkung telah tersaji dalam piring. Baunya seakan tak tercium di hidung Althaf. Ia sudah terlanjur kalut atas perkataan Alif. Jantungnya belum apa-apa telah dibuat terpacu tidak normal.

''Iya lah.''

''Gak. Kalau begitu aku tolak bantuanmu saja.''

''Loh. Kenapa? Ah gak jantan.''

''Bukan begitu, kalau dia malah-''

''Belum dicoba. Katanya sudah salat istikharah? Inshaa Allah jawaban dari salat istikharah itu selalu benar, baik, dan restu Allah didapat. Harusnya kau yakin, bukannya malah merasa dihantui dengan kalimatku. Hanya mewanti-wanti tak ada salahnya kan?''

Althaf menyandarkan punggungnya pada kursi. Napasnya terembus. Bimbang tengah menari-nari di hatinya. Baru membicarakan wanita itu saja ia sudah panas dingin seperti ini. Bagaimana jikalau bersua? Bahkan berbincang langsung? Ya, semoga keadaan tubuhnya mendukung. Tidak memberi respons aneh-aneh yang akan memalukan. Semoga.

Ajari Aku Bermuhasabah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang