Bismillah
Assalamualaikum
Selamat membacaJumpa kah?
Tiada lagi netra berbalik
Siapa dia terikat sudah
Jauh terbenam
Kian mengelam
Bukan tersohor cahayanya
Menjerit
Jelaga meraja
***
Tidak ada ujian yang terasa nikmat, kecuali ikhlas dalam hati telah mengikat.
***
Butiran-butiran pasir yang indah itu sesekali terempas gelombang. Banyak pasang kaki menikmati tiap-tiap cumbu ombak yang menepi. Beberapa pengunjung masih jua menenggelamkan diri di atas kursi-kursi panjang bernaungkan payung. Buah-buah berkulit hijau dan berisi putih itu masih setia bertahta di tiap-tiap meja. Berkawankan sedotan putih dengan lehernya yang berkerut-kerut.Di antara kursi-kursi panjang itulah seorang Gadis Lampung tengah menjulurkan kakinya dengan sedikit ditekuk. Angin-angin membelai tiap helai rambutnya. Sebentar lagi sore akan merapat, dan ia begitu menantikannya. Ingin tahu, seindah apa sunset di layar langit barat dari lautan.
Seseorang menepuk pundaknya. Ia memutar kepala.
''Ada apa?'' tanyanya.
''Gak ada apa-apa. Ya, bahagianya dirimu gak ajak-ajak aku buat duduk di sini, Na.''
''Ya udah, Nay. Duduk aja. Lagian tadi pas aku mau kesini kamu masih sibuk sama gebetan baru.''
''Hehe. Maaf.'' Naya mengambil alih kursi tidur panjang di samping Hasna. Tepat berseberangan dengan meja kecil.
Pantai semakin larut dalam ramai di kala sore. NAmun lain dengan Hasna dan Naya, yang larut dalam cakap diri masing-masing. Keduanya sama-sama tak ada yang memulai obrolan kembali. Bersiaga, menyapa surya yang siap tertunduk di kaki Barat.
''Indah sekali ya, Na? Ampun, aku jadi ingin mengabadikan momen ini.''
''Gak usah. Jaim sedikit lah.''
Sepersekian menit kemudian ponsel Hasna bergetar-getar. Managernya menghubungi, agar segera kembali ke hotel. Dalam satu tarikan napas, ia terpejam. Lantas menhembuskannya dan beranjak pergi dalam hati yang berbunga-bunga merekahnya. Hari ini, ia telah bertandang ke pantai terindah, dan esok ia akan menyelami kembali dunia fotografi. Menjadi objek gambar berlukiskan background nyata indahnya. Aku mencintai semua ini, katanya dalam hati. Seiring langkah kaki yang teruh menanggalkan jejak-jejak tapaknya.
***
Segelas teh melati menyeruakan baunya dalam ruangan kecil itu. Uapnya terlukis di sana, hingga sirna saat tersesap sedikit oleh sang empunya.
''Istirahat dulu, mulei-ku, gadisku,'' ujarnya seraya menaruh kembali teh melati tanpa serbuk gula putih itu. Sementara anak gadisnya hanya tersenyum, di antara gerakan-gerakan tangan yang masih mengiris bawang merah.
''Mak nyo-nyo, Bu. Tidak apa-apa, Bu. Nanggung sedikit lagi bawangnya.''
''Yaudah, terserahmu lah. Yang penting kalau capek istirahat. Biar Ibu yang lanjutin.''
Nuha diam saja. Satu persatu bawang merah tenggelam teriris pisaunya. Lama-lama, matanya berair jua. Sementara Ibu tiada tahu, karena masih mengoleskan balsam pada ujung-ujung kakinya yang terasa dingin.
''Kapan-kapan Ibu pengen istirahat. Capek juga lama-lama bekerja, ya walaupun kamu dahulu pernah bilang pada Ibu agar berhenti bekerja setelah kamu dapat pekerjaan.''
Langit dapur hening. Meja panjang yang di ujungnya menjadi tempat talenan dan baskom kecil Nuha itu urung tersentuh suara lagi.
''Pelanggan akhir-akhir ini juga mulai pada pergi. Lebih memilih di restoran dan kafe. Sebelum gulung tikar, ya mending mundur duluan kan?''
Masih tak ada jawaban. Lastri aneh sendiri. Bagai bermonolog padahal ia tengah mengajak berdialog dengan lawan bicara. Jemari tangannya terhenti meraba ujung jemari kaki. Menaruh balsam tersebut di meja, dan beralih menatap Nuha. Keningnya berkerut-kerut penuh tanya.
''Kamu kenapa, Nuha?''
''E-enggak, Bu. Nuha gak apa-apa. Biasalah, kan kalau ngiris bawang merah suka kayak gini.'' Ia menyeka bulir bening di sudut mata. Senyum paksa tersungging di bibirnya.
Lastri menggelengkan kepala lemah. NAPasnya tersembus, kemudian menarik halus pergelangan tangab Nuha. Pisaunya sejenak berhenti menyiksa butiran-butiran merah itu. Sampai bertemulah dua pasang mata ibu dan anak.
''Kamu ada masalah ya?''
Nuha menggeleng. Menggigit bibir bawahnya.
''Terus kenapa?'' tanya Lastri lembut.
''Gak apa-apa, Bu. Cuma perih karena ngiris bawang merah.''
Tak mungkin. Siapapun yang melihat Nuha kini tak akan mudah mengiyakan bahwa kelopak matanya basah karena mengiris bawang merah. Tidak akan sampai berlinang-linang dan basah kuyup kelopaknya itu.
Lastri merengkuhnya. Coba menjamah perihal apa yang membuat Nuha menangis. Sedari dulu, Gadis itu jarang sekali menangis. Terkecuali saat rindu pada Bapak dan adiknya, serta saat ada hal buruk terjadi pada Ibu. Sungguh, di luar itu semua Nuha adalah sosok yang rentan akan kelemahan.''Cerita sama Ibu, ya? Apa ada hubungannya sama Hasna?''
''I-iya, Bu. Hasna, Hasna udah gak peduli lagi.''
''Gak apa-apa kalau dia gak peduli sama kamu, mungkin bukan dia gak peduli. Tapi lebih karena dia sibuk dengan aktifitasnya jadi Hasna terkesan gak peduli sama kamu.''
Nuha menggeleng. ''Ibu masih ingat kan, perbincangan kemarin saat di warung? Kalau Hasna berubah. Berubah lebih buruk lagi daripada masa lalunya, Bu.''
Dalam hati Lastri beristighfar berkali-kali. Benar Nuha telah bercerita, tapi kala itu ia begitu semangat untuk kembali menarik kaki Hasna dari kelamnya dunia. Dan kini? Entahlah kini ia tampak tak lagi memegang kesempatan untuk membuka hati HAsna.
Nuha kembali labuhkan ingatan dan bibirnya di waktu pagi tadi. Mencetuskan segalanya dari awal sampai kejadian ia menampar Hasna. Tersedu-sedu jua suaranya, dengan mata berurai hujannya saat kalimat-kalimat menohok Hasna diceritakan. Hasna yang tak kenal pernah hijrah. Hasna yang lebih bahagia dengan dunianya.
''Semoga Allah mengampuni dan memberi hidayah padanya. Jika bertemu, Ibu akan bantu mengingatkan Hasna lagi. Kita sama-sama berusaha dan berdoa,'' nasihat Lastri.
Nuha mengangguk. Ia takut sendiri jika tak mampu membuka hati Hasna lagi.
***
Alam dan hari yang sangat indah baginya. Suara jepretan-jepretan dari kamera tengah membidik tiap pose. Di antara deburan ombak berulang kali diulang kameranya. Mencoba mengabadikan saat air laut tengah mengadukan diri pada batu karang hingga tercipta cipratan tinggi yang indah untuk menjadi latar belakang foto. Dalam perhitungan fotografer telah ditentukan bahwa ombak akan berdebur beberapa detik lagi. Hasna bertahan pada posenya. Matanya intens memandang lautan. Bibirnya tersenyum tanpa celah ruang tuk memperlihatkan gigi rapinya. Angin berembus, dan terjadilah momen yang diinginkan. Tepat saat kamera dijepretkan, saat itu pula ombak membenturkan diri.
''Okayyy. Berhasil!!! Wow!''
Seluruh anggota tim bersorak. Penentuan hitungan mereka tepat sekali, setelah lamanya memantau detik-detik ombak datang dan pergi. Hasna menepi untuk istirahat.
''Keren banget! Jadi gimana? Gak sia-sia kan kamu terima tawaran aku?''
''Aku rasa, aku akan menjadi wanita paling menyesal jika meninggalkan dunia modeling untuk selamanya. Haha.''
***
Bersambung!!!
Terimakasih. Wassalamualaikum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Bermuhasabah
EspiritualCerita ini telah SELESAI dan MASIH UTUH. Follow dulu karena ada beberapa bagian yang diprivate. Testimoni: @MiraBlank ''Subhanallah. AKu baper baca bagian ini 😍😍😍'' #4 in Muhasabah: 11 Mei 2018 #4 in poetry: 24 Juni 2018 #59 in Religi: 12 Mei 201...