Bab 38: Saatnya

2.2K 127 16
                                    

Bismillah
Assalamualaikum
Selamat membaca😊

Yang terbingkai hati

Cerminku di depan diri

Langkah siapa kutapaki

Kan tertepi

Terikuti

Sama jua

***

''Jika tak kudapati bayangan diri pada cermin ini, maka akan Dia beri urulan tangan seseorang untuk diri ini yang baru. Hingga sesatnya jalanpun kutemukan gerbangnya. Hingga kelamnya malampun kutemukan bintangnya. ''

***

Sejarah akan diri sendiri dibiarkannya terpantul-pantul pada cermin datar di depannya. Eloknya, dukanya, segalanya dalam sekejap membentuk siluet dan cahaya yang terpantul di sana. Mendadak luka pun suka terpajang pada segaris bibir yang tersungging malu.

Sebuah perkenalan yang singkat, semoga Engkau jadikan aku rumah untuknya dalam waktu yang tak hanya sekejap. Hingga pada jannah-Mu, ya Rabb.

''Eh, Hasna. Jangan melamun, nanti tambah cantik.'' Wanita yang sedari tadi menari-narikan jemarinya pada tiap kuas-kuas wajah itu tersenyum. Ada perasaan bangga tersendiri kala Tuhan menakdirkannya bersua dengan Hasna. Perihal pribadinya yang cukup pahit, seumpama tenggelam sudah tak tertampak sedikit jua. Akibat hijrahnya kini, yang jua akan menjadi pendamping lelaki yang shaleh nan sederhana hidupnya.

''Enggak, Mba. Hehe bisa aja.''

Binar-binar cahaya seperti meletup-letup di wajahnya. Benar surga dunia, dan diangankannya hingga terbawa surga akhirat bersama Althaf. Lagi, pikirannya dilambungkan ingatan kala jawaban terlontarkan. Dimana detik-detik seolah berbicara malu dan merasa tak enak hati dan tak adil jikalau didapatinya Althaf jadi pendamping hidup.

''Sungguh, aku bukan wanita mulia. Tapi sekiranya Althaf mau membimbing hatiku dan menerima segala burukku yang pernah ada, jadilah hadiah terbaik dan pintu terbaik untukku.''

''Hasna, sudah aku katakan. Anggaplah ketika Allah menakdirkan air dan api yang terpisah jadi temu, ataupun api dengan api, air dengan air, semua telah jadi kehendak-Nya. Sebagai hamba yang mencintai-Nya, kita harus percaya inilah takdir terbaik skenario-Nya.''

Kian dipeluk erat tubuh renta Nenek oleh Hasna. Jiwanya dirasa akan menghilang sebagian. Berusaha jua ditahan-tahan. Sebab sebagiannya belum jadi waktu yang berbicara dalam nyata. Hingga teranggukanlah kepala Hasna, seraya berujar, ''baik. Aku terima, lamaran-mu Althaf.'' Bergetar-getar suaranya tersentuh telinga. Terlebih hati kecilnya itu. Antara ingin melambung dan semakin mengempis, sebab rasa malu akan disandingkan dengan Althaf amatlah besar.

Kini, sebagian jiwanya itu benar akan terbang. Menari-nari menembus semesta, dan menatap catatan di lauhul mahfudz bahwa benar Althaf lah nama yang disejajarkan dengannya. Althaf lah yang siap berdiri menjadi imam salatnya.

Suara daun pintu besar berbahan kayu jati itu menyeruak. Hasna menjawab penasarannya dengan lirikan mata dari pantulan cermin. Wajah indahnya telah terbalut kerudung lebar hingga jatuh sampai lututnya. Sebuah mahkota kecil bertengger indah di kepala.

''Cucu Nenek cantik sekali ya?''

Hasna tersenyum menanggapinya. Proses poles-memoles wajah telah usai. Dihampirilah wanita tua itu yang telah duduk di tepi ranjang. Nenek, dan keluarga yang lain telah tinggal sejenak di rumah Hasna. Hangatlah dirasanya sejak mereka mengisi tempat besar yang dirasa hampa selama ditempatinya.

Ajari Aku Bermuhasabah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang