Bab 7: Pemilik dan Perindu

2.8K 177 0
                                    

Bismillah...
Assalamualaikum
Selamat membaca😊

Di sini kuberpeluk

Tapi kukubur

Syukur melebur

Di sana

Diri berkelana

Merindu

Siapa mereka terbaring

Kelopak melati layu

Hujan membasuh

Yang sholeh buahnya dinanti

***

''Manusia tidak akan pernah benar-benar paham arti menyayangi sebelum merasakan pahitnya ditinggalkan.''


Entah angin apa yang sempat menuntun Gadis itu membaca artikel religi. Belum mampu terketuk mata hatinya, tapi sebuah rasa MELUPAKAN sesuatu telah disadari. Lupa, bahwa bumi ini entah kapan akan luluh lantak. Langit-langit akan runtuh, siapa peduli tak ada yang akan merangkul. Tak ada yang tersisa. Selain DIA yang Maha Menolong, akan merenggut nyawa hamba-Nya sebelum kiamat tumpah ke bumi. Tiada tega melepaskan hamba tersayang diliputi perihnya hari kiamat.

Bulir-bulir bening di sebuah daun yang jatuh dari langit, kembali menjatuhkan diri pada daun di bawahnya. Banyak pasang kaki melangkah ke arah mana saja di luar hotel. Bernaungkan payung mencegah diri-diri insan itu tersentuh rintik gerimis. Seruan adzan maghrib tibalah berkumandang dari segala penjuru kota Lampung. Hasna mengambil payung transparannya di sudut kamar hotel yang telah disediakan. Kemudian memecah jalanan basah menuju sebuah pedagang makanan di pinggir jalan. Ingin saja mencoba masakan yang dijajakan di sana.

''Bu, saya pesan satu porsi ayam bakar sambal kecap ya? Jangan dikasih irisan bawang merah.''

Hasna melipat payungnya, baru hendak memilah kursi plastik mana yang akan ditempati, wanita berkerudung abu-abu tua itu berkata, ''Kalau mba mau menunggu sampai salat maghrib selesai, gak apa-apa. Saya harus salat maghrib dulu, mba. Bagaimana?''

''Sa-salat maghrib Bu?'' Hasna tergagap bertanya.

''Iya. Mbanya non muslim ya? Maaf ya mba, saya harus menunaikan kewajiban dulu. Oh ya, kalau berkenan, sebentar lagi anak gadis saya datang. Kebetulan dia lagi gak salat, jadi bisa buatkan makanan untuk mbanya. Bagaimana?''

Wanita itu sibuk  mengambil mukena dari dalam tas yang digantungkan di sudut kayu tenda warung. Sementara Hasna hanya terdiam, dan telah duduk di kursi.

''Maaf ya, mba sekali lagi. Assalamualaikum.''

Bibir ranum Hasna bergetar, sedikit terbuka. Menatap punggung wanita tadi yang mempercepat langkahnya menuju masjid. Terujarlah sebuah kalimat salam meski samar-samar bak tenggelam oleh rintik hujan yang semakin menderas.

Pandangannya tampak kosong meski aslinya berkabut. Berulang kali mengembuskan napas kehilangan. Jika ditanya sejak kapan hatinya mulai sedikit berderit mengatakan ''Aku telah melupakan sesuatu'' adalah sejak bersuanya sepasang retina indah itu pada paragraf-paragraf penuntun hati. Sore tadi, menjelang adzan maghrib.

***

''Assalamualaikum warrahmatullah... ''

Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Kemudian kelima jari kanannya bergerak-gerak seiring dzikir yang terlantun dari bibirnya. Dzikir Subhanallah, Alhamdulillah, Laailaha Ilallah, dan Allahu akbar. Begitulah, salah satu dzikir yang dicintai Allah. Sudah diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah bersabda ''Kalimat yang paling dicintai Allah Ta'ala ada 4. Ialah Subhanallah, Alhamdulillah, Laailaha Illallah, Allahu Akbar''.

Ajari Aku Bermuhasabah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang