ADIVA 12

1.4K 61 4
                                    

Setelah kejadian kemarin, Diva berangkat sekolah terpaksa dengan Deva, harusnya ia bersama Bagas, tapi karena Diva gengsi untuk bicara dengan Bagas. Alhasil ia kabur dan meminta Deva untuk mengantarkannya. Keajaiban untuk pagi ini, Diva bangun jam tiga pagi untuk sholat tahajud beserta istikharah, tumbenan loh Diva rajin bangun pagi, kalau masalah kewajiban mah Diva nomer satu, walau mulutnya kadang kaya sampah.

Tadi malem, ia bergelut dengan Bagas sampai – sampai Deva menggedor pintu kamar Bagas, keterlaluan –udah gede macam gentong masih berantem. Kasihan Diva-nya sih, dia itu kecil bantet suka di timpuk pake bantal sama Bagas, Deva yang melihat hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya, perang itu di menangkan oleh Diva yang menendang ABS Bagas, maapkeun ya Bang Gas, ABS lo untuk kali ini gaguna samsek.

"Jemput gue yang Bang Dev nanti!" teriak Diva dari pintu gerbang.

"OGAH! Lo jalan kaki aja!"

"Laknat lo anak setan! Yaudah, gue nanti mampir kerumah om – om! Mampus!"

"Shit.." desis Deva sambil mendapatkan tawaan dari Diva. Mana mungkin sih Abangnya setega itu.

Diva senang ketika sampai di kelas, untuk pertama kalinya ia datang pagi selama dua semester ini. Daebak!

"Tumbenan Dip? Lo dateng pagi? Kerasukan jin muslim?" ledek Egi yang berlangganan datang sebelum ayam berkokok.

"Sewot! Gue lagi bahagia aja. No matter what others say!" teriak Diva senang dengan bahasa terbalik – balik.

Egi menggelengkan kepalanya heran, alhamdulillah Diva khilaf sementara. "Serah, btw ada PR Dip, lo udah ngerjain?"

"HAH? PR apa? Perasaan kemarin gue buka buku ngga ada PR" heran Diva sambil duduk di atas meja.

"Kapan lo buka bukunya?"

"Tiga hari yang lalu waktu hari Selasa,"

Egi menyentak. "Bego di pelihara!"

"Kalau gue bagi emang lo mau?"

"Kagak! Udah sono lo kerjain! Dari pada lo kena hukum bu Fisika?!"

"Nyontek laa gue, lo tau kan gue tuh lemah di pelajaran ini?" ketus Diva sambil memelas. Perlu kalian ketahui, Diva itu aslinya pinter kalau rajin, tapi sayangnya semua itu terpendam bersama doi yang tak kunjung datang. Sial.

Sialnya lagi, Egi membelalakan matanya ketika tahu bahwa Diva nggak bawa satu organ alat tulis, semacam bolpoin, dkk.

"Lo nggak bawa?"

Diva meringis. "Hehe engga, tadi malem soalnya gue belajar, mungkin ketinggalan di meja kali ya?" alibinya tajam.

"Bodoamat! Cari sono!" teriak Egi. Bukannya Egi nggak mau minjemin, tapi Diva kalau di pinjemin suka gatau diri, kadang polpennya hilang atau tiba – tiba kandas terkena injakan para murid, ini ulah Diva yang suka teledor naruh polpen dkk sembarang tempat hingga menggelinding jatuh. Hampun pangapura Ya Gusti.

"Ya ampun, Egi galak sekali macam Kak Ros! Jahat!" ketus Diva sambil berjalan ke arah meja, yang di duduki oleh salah satu cowok.

"Daki! Pinjem polpen dong! Yang boxi ya, jangan yang standart!" celoteh ria Diva di depan cowok itu.

"Diki Div! Bukan Daki! Mulut lo minta di cipok ya?!" geram Diki pada Diva.

"Halah sama aja, belakangnya juga vokal i!"

"...buruan, keburu Nehir masuk!" getak Diva dengan menekankan kata Nehir, dengan arti lain Nenek Sihir.

"Santay dong, orang belum bel juga."

ADIVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang