Diva berjalan memutari kasur, sambil mengetukkan jari pada sudut bibirnya. Diva memang selalu begitu, caranya agar tenang adalah menyibukkan diri dengan mondar - mandir, jika manusia lain menyibukkan dengan tugas, pekerjaan atau membaca novel, ia lebih memilih dengan menyendiri dan berlalu lalang sendiri.
Sementara diluar sana para abangnya sedang bergelut dengan game online yang nggak ada habisnya.
"Nggak, ini nggak bisa dibiarin" ujarnya dengan mengetikkan sesuatu pada kolom pencarian instagram.
Lihat saja, baru setengah hari pulih dari kegiatan apapun, tiba - tiba notifikasi masuk berisikan bahwa ikatan sakral itu dipercepat. Alasannya agar Diva tidak melulu sendirian dirumah karena para abangnya sering keluar mencari kehangatan diluar sana, memang sih Diva sering mengeluh akan dirinya yang ditinggal di rumah seluas ini. Tapi bagaimanapun, Diva tetap bersikeras tidak mau kalau ini dipercepat.
"Zaidan, kita perlu bicara" ketik Diva pada kolom DM Zaidan.
Percuma saja. Zaidan nggak akan bisa bales, soalnya passwordnya udah diganti sama Diva, dan Diva belum memberti tahu soal ini pada Zaidan.
Tulalit lu Div! Password aja gue ganti!
"Mana gue udah ngehapus permintaan add Zaidan lagi!"
"...gue harus gimana Tuhan!" teriak Diva sambil menjambak rambutnya sendiri dan menendang kasur.
"AAAAAAAKKHHH!!!"
Brak!
"Dipa! Lo nggapapa?" ujar Bagas mendobrak pintu Diva dan alhasil Diva terjungkal kaget.
"Ya ampun abang! Diva kaget tau!"
Rafi melongo, "Kenapa - kenapa mariposa gue??!"
Deva merengut habis, sambil mencibir. "Ih! Kamu itu selalu buat kaget, tapi taunya ngga ada apa - apa. Btw, kamu kenapa?"
Diva menjerit dalam hati, bisa - bisanya ia berkumpul dengan orang yang warasnya belum penuh seperti ini. "Aduh!"
"Tuhkan, kenapa si kamu?" Bagas menjerit heran, yang lainnha hanya bertatap tanda bingung.
"Abang, perjodohan aku mau dipercepat ya?" katanya sambil merengek dan terduduk di atas kasur, ketiga abangnya melongo dan menyusulnya.
Sebetulnya Diva tak mau terikat dengan masalah seperti ini, sangat kolot tapi bagaimanapun juga ini perintah, Diva anak perempuan satu -satunya yang harus bisa di andalkan tatkala para abangnya juga sudah mapan. Tapi bukan ini masalahnya, Diva bukan cewek yang halus, yang bisa memendam masalah sendirian, ia terlalu terbiasa dengan keadaan perhatian oleh beberapa abangnya. Masalah terbesarnya adalah, ia masih menginginkan hidup sebagai anak kecil dirumah, bukan seseorang yang berlagak dewasa seolah - olah melayani seorang Raja. Bukan begitu.
"Diva nggak mau bang, Diva nggak siap patah hati apapun alasannya. Diva berhak milih, bukannya Diva gak mau, tapi ini tuntutan" air matanya tumpah, ia usap sendiri, pasti para abangnya juga merasakan apa yang Diva rasakan.
"Bukan dipercepat Diva, tapi abang mau langsung nikah aja, bukan berarti kamu putus sekolah atau apapun mengenai cita - cita kamu. Kamu berhak have fun. Kamu masih milik kita walau statusnya udah beda..." Rafi menjelaskan dengan hangat, kata - katanya sempat menusuk, tapi Diva terhenyak kembali akan kenyataan.
"Kamu udah kelas 3 SMA yang bentar lagi mau lulus, kamu udah dewasa, tau mana baik buruk. Ini cuma status, nanti kalau kamu paham gimana artinya pasti bakalan berubah..." Bagas menambahkan dengan mengelus rambut adiknya itu.
Deva menganggukan kepala, "Sayang, pasti ada perjanjian di setiap pernikahan. Nanti abang yang buat itu, tenang aja"
"Masalah apapun, serahin ke Ayah sama abang.." ujar Bagas dengan nada lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIVA
Teen FictionDiva, Adiva Aurina. Anak terakhir dari empat bersaudara, ia cewek yang suka ngomong kasar, beringas, ganas, liar dan nggak tahu sopan santun, cewek ini cuma punya teman beberapa doang dan bahkan bisa di hitung pakai jari. Selalu kesal karena di ruma...