MAAFKAN TYPO DAN KATA - KATA TIDAK SENONOH.
KALAU KALIAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA, SILAHKAN, SCROLL SEPUASNYA.
HAPPY READING!
***
Dengan penuh penghayatan lahir batin, Diva mendengarkan cerocosan Reno pada pagi hari. Yang pertama, karena mulai pagi ini ia akan di antar-jemput oleh Dugong, kedua ia tidak boleh berbicara kasar dan bangun siang lagi, dan tiga –semua apa kata Zaidan, harus Diva turuti. Mendengar itu, rasanya kepala Diva ingin meledak sekarang juga, ini bukan waktunya ia di urus dengan baby sitter, hiks, kenapa jadi begini? Ini, tidak bisa dibiarkan.
"Mana Diva mau Pa, kan Diva udah besar!" tolak Diva mentah – mentah.
"Kenapa engga? Kamu kan beringas banget, mana ada orang yang betah deket kamu," balas Reno santay, ini membuat Diva ingin menusuk mulut Reno dengan garpu, tidak! Nanti kepada siapa ia akan meminta uang?
Bagas mengangguk cepat, "Bener! Semua orang nggak bakal betah,"
"Setuju Rafi!"
"Yaudah, Deva ngikut aja,"
Diva melotot tajam sambil menggenggam erat sendoknya penuh emosi, sarapan pagi ini serasa di Neraka, panas dan tidak menyenangkan.
"Nggak usah ikut – ikut!"
"Hus dek, jangan bicara gitu sama Abang kamu,"
"..bentar lagi, Zaidan jemput" kata Reno yang membuat Diva tambah kesal.
Bodoamat, bawaannya hari ini kepengen bolos aja.
Kemudian terdengar suara mesin motor datang menuju gerbang dan parkir di halaman rumah Diva, dengan begitu ia tau bahwa itu adalah titisan Kadal dari hutan. Diva nggak mau!
"Eh, sini, masuk aja Dan, nih udah ditunggui sama Adek bantet gue!" kata Rafi dengan girangnya. Pengen Diva cocolin tuh bacot pake cangcutnya Mimi Peri.
"Gih berangkat, nanti telat,"
"..ohiya Dan, jangan di apa – apain ya anak Om! Sampai lecet, saya akan sunat kamu pakai gergaji mesin!" ancam Reno yang membuat Zaidan bergidik ngeri, Diva lega –setidaknya Papanya mempunyai pikiran yang sama seperti dirinya.
"Gila Papa, kasihan dong!" ujar Deva terkaget, pasti Papa ketularan beringasnya Diva yang ngomong nggak pernah di saring.
Zaidan tersenyum simpul, "Iya Om siap,"
"Tunggu apalagi? Yaudah sono berangkat," kata Bagas sembari mendorong Diva.
Akhirnya Diva menurut dan berpamitan, lalu keluar rumah dan pergi berangkat sekolah dengan Zaidan –cowok yang duduk bersama Daki dan yang ia temui di UKS waktu itu.
"Pegangan," ujar Zaidan melihat Diva dari spion motornya.
Diva tetap diam namun akhirnya berbicara, "Udah,"
"Udah apanya? Maksudnya, pegangan pinggang gue, bukan kaya lo itu" Zaidan melihat kebelakang dan mendapati Diva tengah duduk tak nyaman.
"Najis, bukan muhrim, gak boleh bersentuhan, ada batasannya."
"Kalau gitu pegangan tas gue aja, adil." Ujar Zaidan mengalah.
"Nggak boleh juga, tas lo itu berjenis kelamin cowok juga, otomatis bukan muhrim.." keukeuh Diva tak kan bergoyah.
Zaidan hanya mendesah pasrah, "Kalau gitu lo juga nggak boleh naik motor gue."
"Hah? Kenapa?"
"Karena motor gue juga laki – laki kan?" skak! Mampusin tuh Dip.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIVA
Teen FictionDiva, Adiva Aurina. Anak terakhir dari empat bersaudara, ia cewek yang suka ngomong kasar, beringas, ganas, liar dan nggak tahu sopan santun, cewek ini cuma punya teman beberapa doang dan bahkan bisa di hitung pakai jari. Selalu kesal karena di ruma...