CHAPTER 38

6.2K 277 29
                                    

Cinta itu lebih terasa menyakitkan bila kau memilih untuk diam saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta itu lebih terasa menyakitkan bila kau memilih untuk diam saja

🌱🌱🌱

Sore menyisakan gerimis yang menemani aktivitas manusia ketika senja memilih untuk bersembunyi di balik awan mendung. Windi dan Alvin beserta kawan-kawannya yang lain tengah melaksanakan ekskul musik hari ini dengan hawa dingin menyelimuti mereka. Kaki Windi yang tadi sempat terkilir kini terasa lebih baik dan bisa dijalankan. Seusai pulang sekolah mereka berdua sempat mampir di tukang pijat sambil menunggu hujan reda sedikit.

Dengan telaten Alvin memperkenalkan Windi berbagai jenis kunci dasar permainan gitar saat yang lainnya sibuk mempelajari kunci-kunci alat musik yang mereka bawa selain gitar. Windi yang sangat menyukai cara mengajar sahabatnya itu lantas tidak butuh waktu lama untuk belajar menempatkan jari-jemarinya pada kunci-kunci tersebut.

"Nah itu bisa, coba kunci F lagi," titah Alvin lembut sambil membenahi posisi jemari Windi yang masih kurang tepat. "Coba genjreng."

Gadis yang tengah menggunakan bandana berwarna jingga itu kembali menggenjreng gitar dan tersenyum saat irama yang terdengar begitu pas. "Oke, nggak?" tanya Windi.

Alvin tersenyum hangat. "Oke, dong. Kan gue yang ngajarin."

"Ah, bisa aja lo," Windi terkekeh. "Ternyata enak juga kalo bisa main alat musik. Kalo lagi sepi, seenggaknya kita tahu mesti ngapain untuk menghibur diri sendiri."

"Nggak juga, sih," celetuk Alvin lalu melipat bibirnya ke dalam selama sejenak.

"Kok nggak juga?" tanya Windi bingung.

"Musik bisa menjadi teman dalam sepi, tapi musik juga bisa jadi wadah air mata di saat luka."

"Wadah air mata?"

Alvin menghela napas pelan. "Gue nggak maksud meramal atau gimana, tapi bila suatu saat lo merasa sangat sedih, lo bisa jadikan alat musik sebagai wadah air mata lo."

Sejenak Windi termenung dan mencoba mencerna apa yang Alvin katakan padanya mengenai alat musik. Alat musik sebagai wadah air mata selain teman di saat sepi. "Gue pernah dengar ada seorang musisi membuat lagu sesuai dengan apa yang dia rasakan dan alami. Apa mungkin maksud lo--?"

"Yap," Alvin tersenyum lagi. "Setidaknya lo memberikan kesempatan pada musik untuk menampung apa yang lo rasakan kemudian merangkainya menjadi sesuatu yang bisa lo nikmatin sendiri, bahkan orang lain."

Windi mengangguk samar, ia kini sangat mengerti apa yang dimaksud oleh Alvin tentang alat musik bisa menjadi wadah air mata. "Oke, gue akan belajar lebih giat lagi dan membuat lagu sesuai dengan apa yang gue rasain."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang