CHAPTER 37

6.2K 316 38
                                    

Kamu adalah diam yang berisik, malam yang terang namun juga gemuruh yang menenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu adalah diam yang berisik, malam yang terang namun juga gemuruh yang menenangkan.

🌹🌹🌹

"Turunin gue nggak?!" Windi mendesah kesal dan ia masih berada di atas bahu Ariel. "Ariel, mau lo apa, sih?!"

Meski berulang kali Windi memukul-mukul punggungnya lelaki tampan itu sama sekali tidak berniat untuk menuruti keinginan gadis tersebut, yakni menurunkannya. Ariel tetap berjalan sambil membawa Windi di atas bahunya menuju suatu tempat. Bila seperti ini Ariel terlihat bagai tengah menculik paksa Windi.

Gadis itu menoleh, mendapati pintu UKS tinggal beberapa meter saja dari posisinya dan Ariel. Namun setelah itu kedua matanya tertuju pada sebuah bangku panjang yang berada tidak jauh dari pintu UKS. "Riel, mending lo dudukin gue di bangku itu," pinta Windi sambil menunjuk-nunjuk bangku tersebut.

Ariel menoleh. "Di situ?"

"Iya! Perut gue dari tadi sakit gara-gara kena tulang bahu lo!" gerutu gadis tersebut.

Ariel kemudian mengangguk dan mendudukkan Windi di bangku panjang itu. "Lo tunggu bentar, gue ambil minyak urut di UKS."

Seolah-olah tidak yakin, Windi mengangkat salah satu alisnya. "Emang lo bisa? Kapan terakhir kali lo ngurut kaki orang?"

"Waktu gue kelas enam SD. Lo tenang aja, gue nggak bakal matahin kalo lo. Jadi jangan kemana-mana dulu."

Gadis itu melengos, sama sekali tidak peduli dengan Ariel yang berniat ingin menyembuhkan kakinya yang terkilir. Sejak kemarin ia tahu Alvin babak belur karena ulah Ariel kadar ketidaksukaannya terhadap lelaki itu semakin bertambah. Sulit bagi Windi untuk menerima perbuatan baik yang sekiranya hendak dilakukan oleh Ariel. Lelaki tersebut benar-benar bagai maniak kelas kakap di matanya, bagaimana pun alasan Ariel ia tidak bisa memperlakukan orang lain dengan cara demikian. Yaitu melakukan kekerasan fisik. Apalagi terhadap Alvin, lelaki yang begitu disayang olehnya.

Sejenak Windi mengambil napas tatkala Ariel masuk ke dalam ruang UKS. Ia berniat memaksakan diri untuk berlari dan kabur dari area tersebut. Usai memantapkan dirinya dan memungut sepatunya Windi berdiri sambil berusaha menahan nyeri di pergelangan kaki kanannya, kemudian mencoba berlari dengan kaki yang pincang. Tak sampai tujuh langkah Windi tidak bisa melakukannya lagi, alhasil ia jatuh terjerembab di lantai dan membuat rasa sakit itu menjadi dua kali lipat menyakitkannya.

"Aduh! Ssstt! Sial banget gue," ujarnya mendesis. "Keburu Ariel keluar kalo gini jadinya," Windi mencoba mengangkat tubuhnya lagi. Sayangnya hal itu tidak berhasil ia lakukan dengan baik.

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang