CHAPTER 29

6.6K 334 18
                                    

Ada rasa, tidak ada alasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada rasa, tidak ada alasan. Sesederhanakah itu jatuh cinta? Tapi mengapa jadi begitu rumit ketika sudah menjalaninya?

🐸🐸🐸

Acara itu selesai, namun Hans masih terlihat menikmati malamnya bersama dengan para tamu dan koleganya. Ariel yang sedang tidak tenang lantas tidak bisa merasakan perasaan yang sama seperti yang mereka rasakan di tempat tersebut. Pikirannya berkecamuk, hati kecilnya menjerit kepada akalnya untuk segera kembali ke Jakarta dan mengetahui keadaan Windi.

Ariel yang semula tidak terima Windi dikhianati secara diam-diam dan hendak memberi Alvin ganjaran malah berbalik mencelakakan gadis itu. Kini ia merasa apa yang berusaha dilakukannya atas dasar hati benar-benar tidak berarti apa-apa. Ia tidak tahu apa yang salah, dan juga tidak tahu apa yang benar. Sebab apa yang dirasakannya sungguh tidak wajar, dia sama sekali tak bermaksud menginginkannya. Rasa itu datang tanpa alasan, rasa itu datang tanpa memberikan aba-aba, bahkan sekalipun Ariel sudah berbicara bahwa ia tidak siap.

Di tempat itu Ariel berulang kali menghela napas berat, membentuk lengkungan sedikit melalui sudut bibirnya ia tak sanggup. Terbalik dengan lelaki paruh baya yang sedari tadi duduk disampingnya. Gelak tawa, anggur hangat dan sedikit obrolan payah benar-benar membuat Hans merasa nyaman. Anaknya ingin sekali waktu segera berakhir di tempat itu.

Dari tempatnya duduk Ariel melihat Eve yang juga sama bosannya dengannya. Air mukanya lelah dan masam, ia bahkan tidak menggubris perkataan Helen untuk tidak melepaskan high heelsnya. Jari-jari kakinya memerah, ingin sekali gadis cantik itu merengek minta pulang.

"Pa, Ariel ke Eve dulu, ya," pinta Ariel berbisik.

"Ada apa?"

"Bentar aja,"

Hans menautkan kedua alisnya sejenak. "Hmm, oke," katanya menyetujui.

Lelaki itu kemudian berjalan menuju meja Eve. Kebetulan tempat outdoor itu dilengkapi restoran yang sengaja disewa satu malam oleh Hans. Kurang lebih hanya mengeluarkan biaya hampir satu milyar untuk sekedar menyewa tempat tersebut.

Eve yang mencoba menjinakkan high heelsnya lantas menengadah usai mendapati bayangan siluet Ariel menutupi cahaya lampu yang semula meneranginya. "Ada apa?" tanya Eve.

"Oh, Ariel kamu ke sini, duduk, Nak," Helen menarik salah satu kursi kosong di sebelahnya untuk mempersilahkan Ariel duduk.

Lelaki tampan berpakaian semi formal itu menggeleng samar. "Nggak, Tante. Saya mau ajak Eve pergi sebentar."

Eve terperanjat. "Ha? Lo mau bawa gue kemana?"

"Sstt!!" Helen mendesis kesal pada putrinya. "Nona, bisa tidak kamu berkata-kata dengan intonasi yang lembut, bahkan kepada sepupu kamu sendiri?"

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang