CHAPTER 59

5.2K 263 10
                                    

Liefhebben op het verkeerde moment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liefhebben op het verkeerde moment

🖤🖤🖤🖤

Mereka berdua duduk di bangku taman dengan ditemani cahaya lampu berwarna keemasan di sekeliling mereka. Benar-benar bagai berada di antara bintang-bintang. Windi berdecak kagum malam ini, semuanya terlihat berkilau dan indah. Laki-laki yang duduk di sebelahnya pun berpenampilan begitu menawan meski wajahnya tertutup topeng. Namun ada satu hal yang Windi sadari, ia sempat melihat lebam kebiruan yang hampir memudar di tengkuk laki-laki tersebut. "Lo habis jatuh dimana? Tengkuk lo biru gitu."

Laki-laki itu hanya menoleh sekilas dan sama sekali tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Windi sempat melupakan hal tersebut. "Oh, iya. Lo nggak mau bersuara, gue lupa."

Suasana benar-benar hening, dinginnya malam mulai masuk melalui pori-pori kulit. Kebetulan malam ini Windi hanya mengenakan cardigan tipis sebagai jaket. Lantas ia masih bisa merasakan bagaimana dinginnya malam menusuk kulitnya. Gadis itu menggosok kedua tangannya sambil mendesis. "Dingin juga, ya."

Laki-laki itu menoleh lagi, kemudian menanggalkan jasnya dan mengenakannya pada Windi. Kini tubuhnya hanya berbalut hem putih lengan panjang dengan satu kancing paling atas terbuka. Gadis itu cukup terkesiap dengan apa yang ia lakukan. "Lo nggak dingin apa?"

Ia hanya menggeleng pelan dan kembali menghadap ke depan, menatap lampu dengan cahaya keemasan di sana. Sedangkan Windi masih menatapnya dari samping sambil tersenyum, "Entah, meski lo makek topeng kayak gini, gue ngerasa lo punya wajah yang ganteng banget. Gue bayanginnya seperti pangeran di negeri dongeng. Tapi bedanya lo nggak punya kuda. Hehe," gadis itu menyeringai.

"Tapi gue, bukan seperti tuan putri," Windi mendesah berat lalu menyandarkan punggungnya di sandaran bangku. "Gue nggak cantik, nggak pinter-pinter amat, nggak populer, nggak tinggi, nggak jago olahraga dan nggak--" kata-katanya terhenti, kini ia merasa sedikit frustasi. "Bagusnya gue cuma pinter karate doang! Coba, deh mikir. Mana ada tuan putri kayak gitu? Pencak sana pencak sini dalam rangka membela kebenaran kayak pesan sensei gue, uh!"

Lelaki itu masih diam, tidak bergerak selain dari perutnya yang kembang kempis karena proses bernapas. Windi yang mengetahui itu mencoba untuk tetap mengerti. Meski dalam hati ia gemas ingin mencopot paksa topeng yang menutupi wajahnya. Nggak, deh, jangan kelewatan lo, Win. Batinnya.

"Tapi, waktu gue kecil, gue suka banget berangan-angan bisa jadi tuan putri kayak yang ada di cerita disney. Mereka pakai gaun bagus, ketemu pangeran, saling jatuh cinta dan hidup bahagia selamanya. Bagus, kan?"

Laki-laki itu malah menggeleng, sepertinya ia tidak setuju dengan apa yang dituturkan Windi. "Kenapa? Salah, ya?"

Laki-laki itu menggeleng lagi. "Terus apa? Lo nggak bisa ngomong juga jadinya gue nggak paham."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang