✔ MATE - 4

10.9K 1K 111
                                    

...

Pagi ini aku berangkat dari apartemen Ali. Sudah siang, tidak mungkin jika aku harus kerumah dulu. Sebelumnya aku sudah memberitahu Mama soal ini dan untungnya Mama tidak curiga.

Kalau seandaikan Mama tau aku tidur di apartemen Ali, bahkan sekamar. Entah apa yang akan terjadi padaku nanti.

Ali masuk ke dalam ruangannya sementara aku masuk ke dalam ruanganku. Menghela nafas panjang sebelum memulai aktifitas pagi ini. Sesaat aku teringat kejadian pagi ini, saat Ali dengan seenaknya menciumku.

Aku lantas meraba bibirku dan bayangan kejadian itu kembali terlintas. Membuat wajahku tiba-tiba memanas.

"Dasar sepupu sialan, mesum!" umpatku lirih.

"Gak baik ngomongin orang di belakang!" Ali tiba-tiba saja sudah berdiri di ambang pintu ruanganku.

Kenapa bisa ada Ali? Bukannya tadi dia masuk ke ruangannya?

"Ngapain lo di situ?" sergahku.

Ali mengendikkan kedua bahunya lalu melangkah masuk dengan langkah pelan. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya. Ali lalu duduk di kursi depan meja kerjaku.

Aku masih menatap sinis ke arahnya. Mau apa lagi dia?

"Malem ini lo free, kan?"

"Mau ngapain lagi?" sahutku cepat. "Gue gak bakalan masuk ke tempat itu lagi!"

"Siapa yang ngajakin lo jalan, pede banget! Gue mau minta tolong sama lo,"

"Minta tolong apa?"

"Nanti malem Friska mau dateng ke apartemen gue,"

"Trus hubungannya sama gue apa?" sahutku dengan nada tinggi.

"Pulang kerja lo mampir ke apartemen gue."

"Buat?"

"Ngusir Friska!"

"Gue?" tanyaku sambil menunjuk wajahku sendiri. "Kenapa mesti gue? Lagian gue gak kenal sama Friska!"

"Gue mau mutusin dia!"

Aku berdecak keras lalu menyandarkan punggungku di kursi. "Trus ngapain gue mesti ke apartemen lo?"

"Lo pura-pura jadi cewek gue---"

"OGAH!" sambarku cepat. "Mati aja gue daripada berurusan sama lo!"

"Cuman 5 menit!" pinta Ali.

"5 detikpun gue gak bakalan mau nginjekin kaki di apartemen lo!"

Tiba-tiba Ali berdiri dari kursinya. Ia berbalik dan menutup pintu ruanganku. Mataku mendelik saat telingaku mendengar bunyi pintu terkunci. Spontan aku berdiri dari kursiku dan menatap horor ke arah Ali.

"Li, lo jangan gila. Keluar gak?" ancamku.

Ali kembali mengendikkan bahunya sambil tersenyum miring. Langkah kakinya perlahan mendekat ke arahku. Aku mundur dan terus mundur hingga punggungku sepenuhnya menempel di dinding kaca tebal ini.

"Ini kantor gue. Di sini lo bawahan gue. Jadi terserah gue mau apain lo!"

Bahasa Ali terdengar ambigu. 'Jadi terserah gue mau apain lo.' Maksunya apa?

Ali mesum ini pasti akan bertindak lebih. Aku heran, sebenarnya isi kepalanya apa saja dan kenapa ia bisa dipercaya memegang perusahaan keluarga?

"Stop, Li. Jangan maju lagi!"

"Kenapa? Takut? Asal lo tau, Prill. Rasa bibir lo manis banget, gue penasaran sama anggota tubuh lo yang lainnya. Apa sama kayak bibir lo? Manis?"

"Gila. Udah gak waras lo. Keluar gak?"

✔ MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang