✔ MATE - 22.1 (ENDING)

11.4K 961 41
                                    

...

"Prilly, tunggu!"

Suara itu membuatku terdiam ditempat. Tadinya aku ingin pergi dari tempat ini. Om Salman berdiri dari sofa dan menghampiriku lalu menuntunku masuk ke dalam dan duduk di sebelah Mama.

Tangan Mama langsung terulur mengusap lembut kepalaku. Mataku mulai berkaca-kaca saat semua mata menatapku, tak terkecuali Ali. Tapi aku hanya bisa menunduk, mencoba tidak membalas tatapan matanya.

"Darimana saja kamu, Sayang. Mama telponin dari kemarin gak kamu angkat!" tanya Mama memecah keheningan di dalam ruang tamu rumah ini.

"A--aku di kantor, Ma. Banyak kerjaan yang harus aku selesaikan!" jawabku dengan suara bergetar. Andai aku bisa menghentikan waktu, aku ingin waktu berhenti saat ini juga. Airmataku rasanya ingin berdesakan keluar.

"Kenapa gak bawa hp?" tanya Mama lagi.

Aku meneguk saliva pelan. "Lupa, Ma!"

Setelah itu suasana kembali hening. Beberapa detik kemudian Papa mengajak Om Salman dan Tante Meri masuk ke dalam, tak ketinggalan Dara yang langsung mengekor dibelakangnya. Disini tertinggal aku, Mama dan-----Ali.

"Mama mau ke belakang dulu!" pamit Mama lalu perlahan menarik tangannya dan melangkah pergi meninggalkanku. Aku tetap menundukkan kepalaku padahal aku harusnya bersikap biasa saja di depan Ali. Harusnya aku bisa tersenyum bahagia mendengar kabar tentangnya. Harusnya aku bisa memberikan ucapan selamat padanya.

Ali tiba-tiba saja pindah duduk dan kini ia mengambil duduk disampingku. Aku hanya menatapnya sebentar sebelum aku menunduk lagi.

"Mm---selamat ya. Semoga bahagia!" ucapku terbata. Nafasku terasa berat karena dadaku yang semakin terasa sesak. Seperti terhimpit sesuatu hingga aku sulit bernafas. Diam-diam aku mencoba menarik nafas panjang dan membuangnya dengan pelan.

"Lo juga semoga bahagia!" balasnya.

Aku terkekeh pelan lalu menoleh menatapnya. "Yang nikah kan lo, kenapa lo yang ngucapin selamat ke gue?" tanyaku.

Ali malah tersenyum. Pandangan matanya beralih menatap ke arah jari manisnya. Cincin perak itu begitu indah hingga aku terdiam ikut menatapnya. Ali memainkan cincin perak itu sambil tersenyum.

"Gue bahagia banget, Prill!" ungkapnya.

Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Ya lah. Lo kan udah nikah sama cewek pilihan lo!" sahutku ketus.

"Gue pengen membagi kebahagian gue sama lo!"

Aku kembali terkekeh. "Gue udah bahagia, Li. Gue bahagia dengan hidup yang gue jalani sekarang ini. Gue bahagia ada Papa dan Mama yang selalu ada disamping gue, walaupun dulunya ada seseorang yang pernah berjanji sama gue, bakalan jagain gue."

Aku menoleh menatapnya dan kami saling beradu pandang untuk beberapa detik.

"Prill, kasih gue waktu 5 menit buat jelasin semuanya!" pintanya.

"Kalo gue gak mau?"

"3menit. Gue akan jelasin kenapa gue lakuin ini sama lo!"

Mataku terpejam sesaat mencoba menormalkan rasa sesak didadaku yang kian mendera. "Udah setahun, Li. Kenapa baru sekarang lo minta waktu buat jelasin semuanya? Kenapa lo masuk ke kehidupan gue lagi? Lo pikir lo siapa?"

"Oke. Gue tau ini sangat terlambat buat lo tapi percaya sama gue, gue ada alasan kenapa milih diam dan ngebiarin lo pergi---"

"Karena dari awal lo cuman mau mainin perasaan gue!" potongku cepat. "Dan gue dengan bodohnya jatuh cinta sama lo. Padahal gue tau, lo cowok brengsek. Lo sering gonta ganti cewek. Harusnya gue sadar, lo gak akan pernah bisa serius!"

✔ MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang