✔ MATE - 12

9K 975 65
                                    

...

Aku memasukkan laporan keuangan bulan ini ke dalam map biru. Ali meminta rekapannya. Beranjak dari tempat dudukku, aku melangkah menuju ruangan Ali.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk!" suara Ali menyahut dari dalam.

Aku mendorong pintu ruangannya dan melangkah masuk. "Nih, gue bawain lap---po---ran----" ucapanku menggantung saat mataku menangkap sosok wanita cantik menoleh ke arahku.

Dengan memakai blazer warna abu-abu, rambut panjang dibiarkan tergerai indah. Senyumnya sangat menawan dan membuatku mengerjap pelan.

Aku malah terpaku di tempatku dengan mata menatap takjub wanita yang berdiri di depanku. Sangat cantik.

"Hai," sapanya ramah sambil tersenyum.

Aku tergagap dan mengerjap beberapa kali. Kulemparkan senyumku semanis mungkin. "Hai. Si--siapa ya?" tanyaku gagap.

Apa mungkin cewek ini 'mainan' Ali?

"Kenalin. Namaku Aluna. Calon tunangannya Elang!" tangan kanannya terjulur ke arahku.

Mataku menatap uluran tangannya. Aku benar-benar terpesona dan mengagumi sosok Hawa yang sedang tersenyum ke arahku. Sempurna. Bahkan aku bisa melihat jemarinya yang sangat lentik.

"Prilly Ornella. Panggil aja Prilly. A--aku Manager Keuangan di sini!" jelasku sambil membalas uluran tangannya.

"Prilly? Namanya unik ya? Orangnya juga cantik lagi," pujinya.

Aku tersenyum kaku dan beralih menatap Ali yang tampak diam di kursi kebesarannya. Entah perasaanku saja atau apa, aku merasa Ali menatapku sejak aku masuk ke dalam ruangan ini.

Aku menelan salivaku pelan lalu mendekat ke meja Ali. "Ini--laporan keuangan yang lo minta!" aku meletakkan map biru itu di atas meja kerjanya. Ali masih saja menatapku tanpa berniat mengecek laporan yang aku berikan.

Aku melangkah mundur dan pamit untuk keluar.

"Tunggu, Prilly!" cegah Aluna. Langkahku terhenti di depan pintu ruangan Ali. Jantungku berdetak tak karuan menunggu Aluna menghampiriku. "Prilly, kapan-kapan jalan bareng yuk!"

Aku meringis menanggapinya. "Maksudnya gimana, ya?"

"Double date. Mau kan?" Aluna mengembangkan senyumnya dan tanpa sadar aku mengangguk. "Yeay!"

Tanpa di sangka Aluna memelukku, tawanya terdengar begitu renyah. Tak lama kemudian ia melepaskan pelukannya. "Nanti malam aja gimana?"

"Hah? Apa?" sahutku tanpa sadar.

"Nanti malam. Kita nonton yuk. Mau kan Elang?" tanya Aluna sambil menoleh ke arah Ali yang masih saja diam.

"Terserah lo aja!"

"Tuh, kan. Elang mau kok. Yuk. Yuk. Yuk."

Aku kembali tersenyum dan menganguk. Untuk kedua kalinya Aluna memelukku sebentar. Setelah menyetujui ajakan Aluna, aku keluar dari ruangan Ali dengan perasaan campur aduk.

Aluna yang terlihat anggun ternyata masih kekanak-kanakkan dan manja. Tapi ia beruntung mendapatkan Ali.

Mendapatkan Ali?

Dua kalimat itu kenapa membuat dadaku terasa sesak? Seolah akan ada yang menghilang dari hidupku suatu saat nanti. Dan apakah aku akan kehilangan Ali?

Masuk ke ruanganku lalu menghempaskan bokongku di kursi hitam ini. Aku menangkup wajahku dengan kedua telapaj tanganku.

Harusnya aku bahagia melihat Ali dengan calon istrinya. Itu artinya aku juga bisa bahagia dengan pilihanku, Max.

Aku menyandarkan punggungku dan menarik nafas dalam-dalam. Menatap langit-langit ruanganku. Kenapa aku mendadak melow begini?

✔ MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang