✔ MATE - 10

8.5K 911 93
                                    

...

Nafas Ali terlihat naik turun dengan posisi kedua tangan masih mengunci tubuhku. Sudah aku duga, Ali akan marah saat mengetahui fakta yang sebenarnya.

Tapi apa alasan dia marah?

Apa benar dia mencintaiku? Bocah tengil ini jatuh hati padaku? Yang benar saja.

"Please ya, Li. Lo gak ada hak ngelarang gue buat nerima perjodohan itu karena gue sendiri yang nerima, gak ada paksaan dari pihak manapun!"

Mendengar ucapan itu, nafas Ali semakin memburu. Tanpa di duga, Ali langsung menyambar bibirku. Sekuat tenaga aku mendorong dadanya tapi kedua tanganku dicekal olehnya.

Kedua kakiku juga tak bisa berbuat apa-apa, Ali mengunci tubuhku dengan merapatkan dirinya.

Ini bukan ciuman cinta tapi ciuman nafsu. Ali melepas ciumannya saat nafas kami hampir kehabisan nafas.

PLAK!

"Gue kakak lo, bersikaplah yang sopan sama kakak lo. Bukan kurang ajar kayak gini!" bentakku dan aku langsung memutar tubuhku, membuka pintu dan langsung berlari keluar.

"PRILLY!"

Teriakan Ali tak aku hiraukan. Aku terus berlari sampai ke lobby dan langsung masuk ke dalam taxi yang ngetem di depan kantor.

"Jalan, Pak!" ucapku pada sopir taxi. Aku melihat ke arah luar taxi yang ternyata Ali malah mengejarku.

"Kemana kita, Mbak?" tanya sopir taxi membuat aku menoleh.

"Jalan aja dulu, Pak!" kataku lirih dan sialnya aku tak membawa apapun saat ini. Hp dan dompetku ada di dalam tas. Bagaimana aku akan membayar taxi ini?

"Nanti Bapak balik ke kantor ini ya. Cari saja Pak Elang untuk bayar tagihan taxi ini!"

"Baik, Mbak!"

Untungnya sopir taxi ini percaya dengan apa yang aku perintahkan. Aku menghela nafas panjang lalu menyandarkan punggungku. Jika saja aku tau letak kantor Max mungkin aku akan kesana. Aku butuh seseorang.

...

Setelah puas menatap sinar mentari yang tenggelam di ujung laut sana, aku kembali masuk ke dalam taxi dan memilih ke suatu tempat.

Ya aku akan kesana. Hanya itu satu-satunya tempat yang bisa membantuku. Tidak mungkin aku akan pulang. Keadaanku kacau.

"Pak, ini alamat apartemen Pak Elang. Bapak langsung kesana saja ya. Minta aja sama dia buat bayar taxi ini!" pesanku lalu turun dari taxi dan masuk tempat ini.

Menarik nafas panjang dan membuangnya dengan cepat, aku berdiri di depan club ini. Sedikit ragu untuk masuk tapi aku harus kemana?

Ah sudahlah.

Aku masuk dengan langkah pasti dan seketika suara dentuman musik menghampiri telingaku. Suasana club malam ini sudah ramai. Aku mengedarkan pandanganku dan berakhir di meja bartender.

Aku melangkah kesana dan duduk di depan seorang bartender.

"Mas, kadar alkohol paling rendah apa ya?" tanyaku.

"Fruit wine, mungkin,"

Ah iya. Aku ingat Ali pernah memberiku minuman itu dan membuatku langsung teler. Mungkin itu cukup membuatku bisa melupakan semua masalah ini.

"Oke, Mas!" sahutku setelah berpikir lama. Bartender itu segera meraciknya dan tak lama kemudian menyodorkan segelas fruit wine ke arahku.

"Hai, lo cewek yang waktu itu dateng sama Elang, kan?" sapa seorang cowok yang sedang berdiri di sebelahku.

Aku tersenyum kecil dan memilih mengabaikannya. Mendengar nama Elang membuatku ingin sekali membunuhnya. Sepupu sialan.

✔ MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang