Tilupuluh, Raung 1

70 6 2
                                    

Pagi itu akhirnya tiba di kabupaten Banyuwangi tepatnya di rumah bu Setoe, semalem abis breffing bersama pak Umar guide yang akan menemani aku dan ayah menjelajah gunung Raung berakhir sampai jam sebelas lebih dua puluh dua menit aku langsung tidur, maklum perjalanan jauh untuk bisa sampai disini.

Dalam briffing itu pak Umar menjelaskan tentang perjalanan menuju Puncak Sejati, peralatan yang harus di bawa dan yang paling asik adalah pak umar akan memasakan kami makanan selama pendakian ke gunung Raung yeeeeeah, baik bangetkan pak Umar hehe, gak ngerti aku sama ayah kok bisa banget nyari orang-orang baik meski kita berada di kota orang.
Oh iya lupa, pak Umar juga sudah menyiapkan satu orang porter untuk membantu membawa air sampai camp tujuh.
Rencananya kita hari pertama akan kemping di camp empat, hari kedua kemping di cam tujuh dan hari ketiga kemping lagi di camp tujuh, baru deh hari ke empat kita akan pulang kembali menuju camp satu atau rumah pak sunarya
dan di lanjutkan kembali lagi ke basecamp bu Setoe.

♥♥♥♥….

Hari kedua di Banyuwangi aku dan ayah masih menetap dulu di basecamp bu Setoe karena badan kita masih belum cukup kuat untuk langsung mendaki gunung Raung, selain untuk menyegarkan badan, aku dan ayah mulai kembali menata peralatan yang akan di bawa dan belanja logistik yang masih kurang.
Setelah itu aku dan ayah kembali beristirahat.

“Byy kamu kangen gak sama Dirga?” tiba-tiba ayah memberikan pertanyaan yg tak pernah kuduga.

“Hah kangen yah,”

“Udah ngehubungin dia belum? Pacaran itu gak boleh putus komunikasi selagi masih ketemu sama sinyal kamu kabarin dia, biar gak cemas”

“Terakhir ruby kabarin dirga kemarin malem yah, dia mungkin juga ngerti kan aku lagi mau naik gunung.”

“Jangan kaya gitu, komunikasi itu penting biar gak ada salah paham sayang”

“Ok deh yah ruby kabarin dulu Dirga ya” segera mengambil ponsel dalam saku dan mulai mencari nama di dirga di ponsel. Aku menelponnya karena kebetulan disini ada sinyal, lima belas menit aku bercakap-cakap bahagia bersama dirga melepas rindu yg sudah beberapa hari tidak bertemu. Sedangkan ayah seolah mengerti keadaanku dia keluar mengobrol dengan pemilik rumah.
Selesai percakapan dengan dirga akupun mencari ayah, ingin sekali aku berbagi cerita pada ayah tentang dirga. Tak lama mencari aku menemukan ayah yg sedang asik menikmati kopinya, segera saja aku hampiri ayah dan menyuruput kopinya yg terasa sangat pahit di lidah, benar-benar tidak bersahabat dengan rasaku yg lebih suka kopi dengan gula meski terkadang aku juga suka minum kopi asli tanpa gula. Tapi kopi yg aku minum barusan pahitnya kebangetan.

“Pahit yah” sambil menjulur-julurkan lidahku karena pahitnya

“Kan kopi emang pahit sayang.” jawab ayah santai, sambil menyemburkan asap rokok ke udara

“Iya emang, tapi ini pahitnya beda. Kopi apa si yah?”

“Gak tahu apa ya ayah lupa tadi kata bu Setoe apa”

“Kopi asli sini kali ya”

“Iya mungkin. Gimana udah telponan sama dirga?” sambung ayah sambil melirikku

“Udah, tadi dia nanyain kabar aku sama ayah. Salam semangat katanya”

“Ohh bilang makasih gitu ya”

Jingga♥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang