Sebagian tubuhku seperti mati rasa, mulai dari perut sampai kaki. Aku menatap kakiku yang terbungkus selimut, mencoba untuk menggerakkannya. Tapi sekeras apapun kucoba, kakiku tidak bisa digerakkan sedikitpun!
Padahal saat ini, ingin rasanya segera berlari menuju Rumah Sakit dimana Mas Daniel berada. Tapi... aku tidak berdaya!
Beberapa saat kemudian, aku telah berada di depan pintu kamar VIP tertulis Mawar 701.
Suster membuka kedua pintunya, agar tempat tidur roda ini bisa masuk ke dalam ruangan. Kulihat di dalam kamar, ada mamih, bapak dan Diandra yang tersenyum memandangku.
Mamih segera menghampiriku dan mencium keningku setelah aku dipindahkan ke tempat tidur kamar perawatan.
"Alhamdulillah, operasi sesarnya berjalan lancar ya, Nak." Mamih menatapku dengan airmata yang memenuhi pelupuknya.
"Iya, Mih. Alhamdulillah. Berkat doa semuanya." Kataku sambil memegang tangannya dengan lembut.
Aku menoleh ke arah Diandra dengan cepat, "Di, ada kabar dari Mas Daniel?... Apa dia sudah meneleponku?...." tanyaku dengan wajah khawatir.
Aku sangat berharap ketika aku sedang menjalani operasi sesar, Mas Daniel menghubungiku dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
Oleh karena itu, aku menitipkan ponselku ke Diandra dan berpesan agar handphone ini harus selalu dalam keadaan standby, sehingga bisa dihubungi oleh Mas Daniel ataupun orang kantornya.
"Iya, ada, Kak. Tadi orang kantornya menelepon, mengatakan bahwa Mas Daniel mengalami cedera dan dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, tempat yang sama seperti penumpang lainnya yang mengalami luka." jelas Diandra dengan wajah sedih.
"Ya Allah......" bibirku bergetar dan airmataku mulai kembali berjatuhan.
Bapak menghampiriku dan mengelus keningku dengan pelan, "Sabar, Nduk. Ini cobaan! Nanti kalau kamu sudah agak sehatan, kita ke Rumah Sakit melihat Mas Daniel ya."
Bapak berkata dengan suara tertahan, aku tahu beliau mencoba untuk menenangkanku, tetapi itu malah membuat tangisku pecah dan airmataku mengalir deras di pipi."Oh ya, tadi Teh Maya juga telepon, Kak. Dia baru mendengar kejadian yang dialami Mas Daniel melalui berita yang ada di TV. Dan ketika aku menjelaskan bahwa Kakak sedang operasi sesar, dia menangis. Teh Maya titip salam untukmu, Kak. Katanya, kemungkinan besok sore, dia baru bisa datang ke sini karena anaknya yang kecil sedang sakit." ucap Diandra lagi.
"Iya, Di. Makasih ya. Teh Maya pastinya shock mendengar kabar ini. Apalagi untuknya hanya Mas Daniel-lah satu-satunya keluarga yang masih hidup. Nanti aku WA Teteh deh, agar jangan dipaksakan untuk ke sini kalau anaknya masih sakit." ujarku dengan perasaan kacau.
"Assalamualaikum," terdengar suara wanita memberi salam dari balik pintu.
Lalu terlihat box bayi memasuki ruangan dengan suster yang tersenyum sumringah. Suster meletakkan box bayi itu tepat berada di sampingku.
Melihat itu, Mamih, Bapak dan Diandra segera menghampiri box yang tertutup selembar kain transparan berwarna biru muda yang didalamnya terdapat bayi laki-laki mungil yang tengah tertidur pulas.
"Hallo, ganteng." Ucap Diandra melihatnya dengan tersenyum. Yang diikuti dengan senyuman dari bibir kedua orangtuaku.
Suster tersenyum melihat bayi yang dibawanya tadi tengah dikelilingi oleh keluarga dari pasien. Dia lalu berjalan menghampiri sisi lain dari tempat tidur, sambil memperhatikan kantung kateter yang berada di bawah tempat tidurku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My husband My Pilot
RomanceMenjadi istri dari seorang Pilot, tidaklah sekeren dugaan orang lain. Isyu perselingkuhan antara Pilot dan Cabin (*baca pramugari) kerap kali mengganggu kehidupannya. Cinta saja tidaklah cukup untuk menjalankan sebuah perkawinan layaknya pangeran da...