Cinta dibalik CINTA

4.6K 205 0
                                    

Ratih mengirimkan beberapa foto melalui WA. Fotonya tidak begitu jelas, karena diambil dalam keadaan malam hari. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa pria yang di foto itu bukanlah mas Daniel. Dia tidak mungkin melakukan hal itu. 

Benar!!! Kami menikah baru 2 tahun. Tapi, aku sangat mengenal suamiku. 

Aku juga tetap meyakinkan Ratih, bahwa pria yang berada di club tersebut bukanlah suamiku. Ratih sangat mengerti bahwa aku menutupinya. "Tapi buat apa, Daniya?..... Wake-up now!" katanya dengan suara tegas.

Entah aku benar-benar hanya mengelak dari kenyataan atau karena instingku mengatakan bahwa itu tidak benar!!!

Aku menangis dan berteriak kepada Ratih.

"Itu bukan suamiku, okey!!!!"

Ratih terdiam di sana. 

"Aku sangat memahami perasaanmu, Daniya! Karena kita ini sesama wanita. Maaf, kalau aku telah memberitahumu mengenai kebenaran ini. Karena aku tidak ingin dia membohongimu. You are my bestfriend, Dan." ujarnya pelan.

Aku hanya terdiam sambil terisak menangis.

"Kalau kau merasa yakin atas cintamu. Baiknya kau tanyakan juga pada dirimu, apakah kau yakin atas cintanya?" ucap Ratih sedikit berbisik.

Aku tak menjawab apapun. Telepon kubiarkan di atas meja, tanpa bicara apapun. Tak banyak yang bisa kulakukan. Aku hanya menutup wajahku dengan kedua tanganku dan menangis, terus menangis.... air mata ini tak bisa berhenti, walaupun aku ingin. 

Yang kurasakan saat ini adalah kecewa. Sangat kecewa! Suami yang selama ini penuh pengertian di depanku, sayang terhadapku, tapi kenapa diluar seperti itu?....

Lelah aku menangis... kutegakkan badanku yang sejak tadi tiduran di atas meja makan. Kusapu airmata yang mengalir di pipi dengan tissue. 

"Kenapa aku menangis kalau aku yakin bahwa itu bukan mas Daniel?... " kataku dalam hati.

Tapi mengapa sampai saat ini juga mas Daniel masih belum menghubungiku?...

Sekarang sudah jam 22.30. Aneh! Biasanya mas Daniel tidak pernah seperti ini. 

Baru saja memikirkannya, suara telepon berdering di meja makan. Kulihat "My Honey" muncul di layar ponsel. Kenapa aku merasa ragu untuk mengangkatnya ya?.... Setelah beberapa detik, aku putuskan untuk menjawab telepon itu.

"Halo, Humairah." suara mas Daniel di sana terdengar riang.

"Hai, mas." jawabku lemas.

"Maaf, sayang. Aku baru menelepon kamu sekarang, karena batre hpku habis, jadi tadi aku charge dulu di hotel." kata mas Daniel menjelaskan sebelum aku bertanya.

"Oo, begitu. Pantas saja." keluhku. 

Sesaat kami berdua terdiam....

"Tadi ada telepon dari seseorang gak, Hum?" mas Daniel tiba-tiba bertanya sesuatu yang mengeritkan dahiku.

"Telepon dari seseorang? maksud mas?" aku memastikan dengan mengulang pertanyaan mas Daniel barusan.

"Ahh....gak papa! Aku pikir, kamu tadi teleponan sama seseorang." jawabnya seperti menyembunyikan sesuatu.

"Kenapa kamu berfikir, aku teleponan dengan seseorang?" tanyaku penasaran.

"Aahhhh...gak kok! Karena tadi aku coba telepon, tapi line-nya sedang sibuk. Aku pikir kamu sedang teleponan. Oh ya, kamu sudah makan, Hum?... " jawab mas Daniel menghindar.

"Sudah barusan dengan Diandra. Dia bawain masakan Mamih tadi. Kamu sudah makan, mas?" tanyaku balik.

"Sudah tadi barusan dengan semua kru. Makan ikan bakar. Kok kamu terlihat sangat lesu, sayang. Kenapa?..."

"Gak papa, cuma capek aja." 

"Oh iya, gimana inspectionnya?.... Pasti goal dong."

Aku diam saja. Hati ini berkecamuk, padahal aku sangat ingin bercerita bahwa aku tadi pagi sakit dan masuk UGD. Tapi mengingat pembicaraanku dengan Ratih, hilang semua rasaku terhadap mas Daniel. Sebenarnya aku ingin bertanya kebenaran yang tadi diucapkan Ratih, tapi aku takut!

Yang kutau saat ini, hatiku sangat terluka. Aku tidak tahu, siapa yang bisa kupercaya. Kenapa semua hal menyakitkan ini terjadi di hari yang sama?... 

Airmataku terus mengalir. Aku berusaha menutupi isakan tangisku. 

"Humairah, kamu tidur?" tanya mas Daniel dengan pelan, karena aku sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Nggak...." jawabku sambil menelan ludah.

"Ya sudah, sepertinya kamu capek. Kamu istirahat deh. Besok aku telepon lagi ya. Sweet dream, sayang." Daniel menciumku dari jauh. Aku tetap tidak bersuara karena menahan gejolak hati ini yang rasanya ingin mengucapkan sejuta pertanyaan. Tapi tidak bisa kulakukan, karena aku tak ingin bertengkar dengannya.

Setelah menutup telepon, tangisku meledak. Kembali aku terisak-isak menangis. Dan pada saat bersamaan, ada WA masuk ke ponselku.

Ternyata dari Ratih:

"Daniya, untuk menyakinkan diriku sendiri. Tadi aku mendatangi Daniel ke mejanya. Dan BENAR!!! ITU DANIEL DANUARTA. Daniel terkejut dengan kehadiranku! Dan perempuan di sampingnya melepaskan pegangan tangannya dari tubuh Daniel. Aku tidak tau, apakah dia pramugari atau bukan?.... Tapi, aku sampaikan pada Daniel bahwa aku tadi melihatnya berciuman! Dan kuperingatkan padanya dengan tegas, jangan mempermainkan sahabatku atau kau akan menyesal!!!"

"Daniya, aku ada di sisimu! Apabila kau membutuhkan aku, aku ada menemanimu. Steven tadi juga ikut denganku ketika mendatangi Daniel ke mejanya. Aku dan Steven sangat mengenalmu, kami mensupportmu, Daniya. WE do care about you!"

Makin pecah hatiku membaca WA dari Ratih. Ooohhh...Tuhan!

Dadaku berdegub kencang. Tubuhku sangat lemas dan kembali aku merasakan sakit di dada.

"Ooh..." aku menahan sakit sambil memegang dadaku dan menundukkan kepalaku ke meja.

Dalam kesakitan yang menyiksaku, aku baru memahami pertanyaan mas Daniel tadi, "Apakah aku berbicara dengan seseorang di telepon?"

Kini aku tahu, mas Daniel pasti takut kalau Ratih akan memberitahuku mengenai hal itu!

Air mataku mengalir, membasaki pipi dan sampai menetes di meja makan. Jadi ternyata benar!! Mas Daniel yang berada di foto itu.

Kucoba untuk mengatur nafas perlahan dan berusaha menenangkan hatiku. Setelah hampir setengah jam, akhirnya aku bisa menguasai perasaan dan mulai bisa bernafas dengan lebih baik.

Berkali-kali kuucapkan Astagfirullah dalam hatiku....
Lalu kuambil ponselku dan menekan nomor telepon Ratih. Dengan sekali dering, suara Ratih langsung menjawab.

Aku masih terdiam, entah apa yang harus aku katakan.
"Ratih, aku takut....." bisikku.

"Daniya, kamu tidak perlu takut! Ada aku dan Steven disampingmu!" Ratih mencoba menenangkanku.

"Bantu aku ya, Tih..."

"Pasti, dear."

Setelah menutup telfon dengan Ratih. Seperti ada kekuatan yang membantuku.

Aku berdiri dan masuk ke kamar mandi. Kubasuh mukaku berkali-kali dengan air dingin. Kubiarkan air dingin ini menyentuh wajahku dan berharap bisa membuang kegelisahan dan kesendirianku malam ini.

Kutatap pantulan wajahku di cermin.
Kutanyakan kepada diriku, apa yang aku inginkan sekarang?...

Lama kutatap mataku yang bengkak, dan kusadari bahwa yang kuinginkan hanya kebahagian bersama mas Daniel seperti dulu.

Aku harus mencari tau kebenarannya.  Aku ingin tau apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin tau dimana kesalahannku sampai semua ini terjadi?....

Oh...Tuhan, ulurkan tanganMU padaku. Bantu aku, kumohon.....

******************

My husband My PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang