Andai Saja

2.1K 112 9
                                        


Tidak terasa waktu telah berjalan hampir 4 bulan sejak Mas Daniel di grounded.  Nyatanya, sampai saat ini hubunganku dengan Mas Daniel juga tidak banyak mengalami kemajuan.

Kami memang banyak melalui waktu bersama. Dan Mas Daniel juga perhatian kepadaku, seperti dia mengantarku ke toko, membawa kereta dorong saat aku belanja dan mengobrol di toko ditemani kopi dan kue. Tapi itu semua, tidak ada yang terlalu istimewa. Semua berjalan seperti wajar adanya.

Seperti hari ini, aku sangat tertolong dengan adanya Mas Daniel. Karena sejak pagi, toko sibuk dengan pesanan 300 buah kue muffin. Dan akhirnya, malam ini kita berdua tiba juga ke rumah dengan badan yang sangat letih.

"Mas, terima kasih sudah membantuku packing muffin ya. Aku tidak tahu kalau tidak ada Mas Daniel, pasti semuanya jadi berantakan." Ucapku sambil duduk di sofa ruang keluarga dengan kaki diluruskan.

"Iya, sama-sama, Daniya." Jawab Mas Daniel yang juga terlihat lelah.

Krekkk..... Suara pintu terbuka pelan dari kamar utama. Aku menoleh ke arah suara berasal, ternyata Mbak Ade yang keluar.

"Bu, Defian sudah tidur. Saya izin ke kamar dulu ya. Mau sholat Isya." Ucap Mbak Ade pelan.

"Oo...iya, Mbak Ade. Makasih ya, sudah jagain Defian hari ini. Istirahat aja, Mbak. Nanti Defian sama saya." Kataku tersenyum kepadanya.

"Baik, Bu. Terima kasih." Mbak Ade berjalan melewati ruang keluarga ke arah belakang dapur.

Aku menoleh ke Mas Daniel yang tengah menyalakan televisi. Dia memilih channel HBO, film Tom Cruise Vanilla Sky.

Rintik hujan terdengar sayup-sayup dari luar.

"Wah, Alhamdulillah. Kita sudah sampai rumah, baru turun hujan. Hmm.... hujan seperti ini enaknya nonton TV sambil minum yang hangat ya, Mas. Mau aku buatkan teh tarik, nggak?...." tanyaku menatap Mas Daniel yang serius menonton televisi.

"Oo..boleh juga, Daniya." Katanya membalas tatapanku.

"Okay, sebentar ya, Mas." Jawabku riang seraya berlari kecil menuju dapur.

Aku membuatkan dua gelas, satu untuk Mas Daniel dan satu lagi untukku. Aku juga memotong kue Red Velvet yang kubawa dari toko untuk cemilan di rumah, karena Mas Daniel amat suka dengan kue merah ini.

"Ini, Mas. Teh tarik panas dan kuenya." Aku meletakkan nampan di atas coffee table.

Lalu kuserahkan satu gelas kepada Mas Daniel.

"Makasih, Daniya." Katanya tersenyum.

"Sama-sama, Mas." Akupun membalas tersenyum dan duduk tenang di sampingnya sambil menyeruput teh tarik yang hangat.

"Aduh!..." Mas Daniel menumpahkan teh tarik di bajunya.

"Wah, kamu buatnya terlalu penuh, Daniya. Jadi luber deh." Ucap Mas Daniel seraya membersihkan teh tarik yang menempel di baju dan celananya.

"Aduh, maaf Mas. Aku lupa mau kasih tahu tadi. Sini, aku bersihkan, Mas." Aku mengambil tisue dan membersihkan noda teh tarik di baju Mas Daniel yang berwarna biru muda.

"Sepertinya nggak akan bisa hilang kalau hanya dibersihkan seperti ini." Kata Mas Daniel melihat noda yang telah berbekas di bajunya. 

"Ya sudah, buka bajunya aja, Mas. Nanti sebentar aku kucek, biar langsung hilang nodanya." Ujarku seraya membuka kancing bajunya Mas Daniel dengan spontan.

Baru saja dua kancing kubuka, seketika aku sadar bahwa keadaan tidaklah seperti dulu. Aku mengangkat wajahku dan menatap wajah Mas Daniel yang juga tengah memandangku. Sejenak kami berdua terdiam. Saling memandang beberapa saat. Dan dapat kulihat dengan sangat jelas bola matanya yang berwarna coklat. Begitu teduh dan indah.

My husband My PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang