15. Malam yang berat

530 34 4
                                    

“Mencintai seseorang yang mencintai orang lain itu adalah kesalahan, Miranda”

—Agam—

–––––

Miranda menunduk menatap jari jemari yang saling bertaut diatas pangkuannya. Terdiam bisu sepanjang perjalanan pulang dari pesta ulang tahun sekolah. Bersama Agam yang juga terdiam hanya fokus menyetir mobil. Pikirannya penuh dengan banyak hal. Berkecamuk.

Ayahnya, ikut campur dalam permasalahannya dengan Reza. Mengambil keputusan sepihak menggunakan dirinya. Hanya karena uang. Dan Reza, lelaki itu bahkan membalas dendam sampai sejauh ini. Entah seberapa banyak dosa yang di miliki Miranda sampai harus mengalami semua ini.

Miranda menghela nafas, ia teringat Icha. Sahabatnya. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Icha dengan keadaan yang menimpanya sekarang. Apakah Icha melihatnya diatas panggung tadi? Entahlah. Tapi kemungkinan besar Icha akan menyaksikannya. Mengingat sahabatnya itu datang sebagai pasangan Reza meskipun mereka tidak sempat bertemu.

Miranda tidak tahu harus menjelaskan pada Icha darimana. Miranda juga tidak ingin jika persahabatan mereka harus berakhir karena masalah ini. Tapi bagaimana dengan Icha? Apa yang sahabatnya itu pikirkan?

“Turun”

Suara Agam menyentakkan Miranda dari lamunan panjangnya. Ah, sudah sampai rupanya. Gadis itu segera mendongak, namun langsung mengerutkan kening begitu melihat sekitar. Mobil Agam bukan berhenti di area rumahnya. Tapi di parkiran sebuah restoran.

Miranda memandang heran kearah Agam.

“Kita makan dulu sebelum pulang”

Miranda menggeleng. “Aku gak lapar—”

“Gue yang lapar” Ucap Agam memotong. “Dan lo harus ikut makan”

Tanpa menunggu respon Miranda lagi Agam sudah bergerak turun dari mobil. Meninggalkan Miranda yang hanya bisa melengos pasrah dan akhirnya keluar mengikuti langkah Agam.

Perasaannya sebenarnya sangat dongkol, Agam itu tidak peka sekali. Lelaki itu jelas tahu Miranda sedang dalam keadaan buruk sekarang ini dam butuh segera pulang istirahat. Tetapi malah mengajaknya makan disaat ia sama sekali tidak berselera menyentuh makanan.

Keduanya duduk saling berhadapan lagi-lagi dengan suasana hening tanpa ada satu pun yang berbicara. Lengang setelah pelayan restoran beranjak pergi setelah mencatat pesanan mereka. Lebih tepatnya pesanan Agam yang memutuskan apa makanan mereka sepihak tanpa bertanya pada Miranda.

“Lo baik-baik aja?”

Miranda sedikit kaget dengan pertanyaan Agam. Tapi tak urung ia mengangguk pelan seraya tersenyum tipis bertemu dengan mata elang pria itu. Sebenarnya jika saja keadaannya lebih baik, Miranda ingin bertanya apa maksud dari jawaban Agam saat Reza menanyakan hal tentang dirinya. Apa Agam menyukainya?

Ah, Miranda terlalu banyak harap. Bisa jadi itu adalah jawaban spontan Agam agar masalah tidak panjang. Dan mungkin saja sedang membantu Miranda untuk menghindar sejenak dari Reza. Hal itu yang membuat Miranda enggan untuk mempertanyakannya. Keberaniannya menguap.

“Gue minta maaf, harusnya gue gak ngajak lo ke party sialan itu” Agam kembali berujar, menghela nafas. “Dan semua kejadian tadi gak akan terjadi”

Rahasia RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang