16. Kebenaran

576 36 9
                                    


Kaki Miranda menapak memasuki area kelas yang masih kosong. Ia sengaja datang ke sekolah pagi-pagi untuk menghindari murid lain yang mungkin akan memusatkan perhatian padanya. Bukannya narsis atau apa, tapi Miranda yakin pesta kemarin malam itu akan berdampak besar padanya.

Miranda tidak suka menjadi pusat perhatian. Dimana seluruh mata tertuju padanya seolah ia sedang melakukan kesalahan. Itu menakutkan baginya.

Namun hal paling penting selain itu semua adalah kabar Icha. Sahabatnya itu bahkan tidak mengangkat telfon maupun membalas chat dari Miranda sejak kemarin malam. Sejak kejadian nekat yang dibuat oleh Reza itu. Bahkan ketika Miranda mengunjungi rumah Icha, orang-orang rumah mengatakan Icha tidak ada dirumah.

Jelas sekali, Icha menghindarinya. Dan reaksi gadis itu sudah sangat jelas dalam bayangan Miranda. Sahabatnya itu pasti marah besar. Merasa terkhianati. Orang mana yang tidak merasa tersakiti saat sahabatnya menerima pernyataan cinta dari lelaki yang masih berstatus kekasihnya? Itu adalah penderitaan berkali lipat untuk Icha.

Miranda perlahan duduk di bangkunya dengan raut lesu. Tak bersemangat.

Pekan depan setelah ujian semester selesai, Agam akan pindah sekolah ke luar negeri. Hati Miranda sudah sesak duluan bahkab sebelum semua itu terjadi. Ia tidak bisa lagi melihat wajah Agam setiap hari seperti biasanya. Dan... Terlebih lagi Agam terang-terangan menolaknya malam itu setelah Miranda mengakui perasaannya sendiri. Meskipun melalui pertanyaan dari Agam sendiri.

Miranda bukannya tidak terima penolakan, ia sadar diri kok. Hanya saja ia tidak nyaman dengan perkataan Agam yang terus menerus mengatakan tidak menyukainya. Itu hanya membuat hati Miranda seperti tersayat sesuatu. Padahal Miranda juga tidak mengharapkan apapun, tidak pernah sekalipun berharap Agam akan menyukainya juga.

Sebuah kotak susu tiba-tiba mendarat di meja Miranda. Gadis itu mendongak, menatap seorang lelaki yang tampak salah tingkah namun berusaha menutupinya dengan mengalihkan pandangan.

“Gue minta maaf”

Reza mendengus mengatakannya. Membuat Miranda mengerutkan kening. Tidak tahu harus membalas bagaimana. Lelaki ini antara tulus dengan tidak meminta maaf. Lagipula akibat perbuatan lelaki itu semalam, Miranda jadi mendapat banyak masalah. Termasuk kehilangan sahabat terbaiknya.

Miranda ikut mendengus. Memilih tidak menanggapi.

Reza lantas mengalihkan pandangan kembali menatap kearah Miranda, melotot tidak terima diabaikan. “Lo denger gak gue tadi ngomong apa?”

Miranda tidak menggubris.

Membuat Reza yang semula gugup dan bela-belain menurunkan gengsi untuk meminta maaf, berdecak kesal.

“Lo gak maafin gue?!”

“Menurut kakak?!” Ketus Miranda kesal.

Reza terkesiap. “Lo ngebentak gue?”

Miranda mendelik. Sopan santun kepada kakak kelasnya yang satu ini menurutnya sudah tidak berlaku lagi. Dia ini sudah salah, nyolot lagi.

“Gue serius minta maaf!” Reza malah membentak. Ia terlahir dari keluarga serba berada. Semua keinginan, kemauan, dan kesalahan yang ia perbuat selalu bisa diselesaikan dengan baik dengan uang. Ia jarang meminta maaf, nyaris tidak pernah. Itulah yang membuatnya tidak paham cara meminta maaf yang benar. Lebih tepatnya tidak tahu.

Miranda berdiri, menggebrak meja. Menatap tajam seniornya itu sebelum memilih beranjak pergi.

Namun lengannya langsung di cekal oleh Reza. “Lo mau kemana? Kita belum selesai ngomong!”

Miranda menyentakkan tangan lelaki itu namun gagal. Tenaga Reza jauh lebih kuat. Hingga terjadilah perseteruan kecil hingga membuat Miranda nyaris terjatuh ke belakang saat berhasil melepaskan diri dari cekalan tangan Reza.

Rahasia RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang