1. Tatapan mata

1.5K 74 19
                                    

Rasa tercipta dengan sendirinya,
tanpa sempat mempersiapkan diri

———

Suara tepukan beserta jeritan nyaring dari para siswi tak berhenti memenuhi ruang aula. Agam yang baru saja mengakhiri lagunya langsung berdiri kemudian membungkuk hormat ala penyanyi. Ia tersenyum sekilas sebelum menuruni panggung.

Agam menghela nafas, memberikan gitar pada salah satu panitia pensi. Pikirannya penat. Wajah gadis yang ia lihat saat di panggung tadi masih terngiang-ngiang dalam kepalanya. Mata bulat yang menatap berbinar serta senyuman tipis yang menenangkan.

Untuk kesekian kalinya, Agam kembali menghela nafas. Tidak ada yang tahu apa yang sedang di rasakannya, bahkan dia sendiripun tak tahu. Disaat semua orang menjerit heboh. Gadis itu, satu-satunya yang mencolok karena berdiri dengan tenang. Memberikan senyuman yang membuat Agam bahkan terpaku sendiri.

Aneh.

“Woi Agam!”

Tiga orang cowok menghampiri Agam. Salah satu dari mereka menepuk pundak Agam. “Pesona Ketua Osis kita emang nggak ada duanya. Lo harus bersyukur karena punya temen kayak gue, Gam” Ucap Reza, lelaki berambut cepak yang nampak mencolok.

“Hubungannya apa bangke!” Dengus Hapati, melayangkan toyoran pada temannya itu.

Reza hanya menyengir sebelum mendaratkan bokongnya pada sofa yang di sediakan di belakang panggung, diikuti yang lain. Keberadaan empat cowok yang tergolong senior famous di SMA Pelita Bangsa itu tak luput dari pandangan orang-orang yang berada di belakang panggung. Menatap mereka tanpa berkedip. Kapan lagi bisa menyaksikan Agam and the genk yang memang selalu jarang terlihat karena sering menghabiskan waktu sekolah di kelas saja.

“Tadi gue liat Nanda keluar dari gedung aula sambil nangis,” Celetuk Ari, lelaki berkaca mata yang sejak tadi diam saja.

Tak perlu hitungan detik untuk membuat Agam bereaksi. Karena saat ini lelaki itu sudah berlari meninggalkan ketiga temannya yang bahkan tidak sempat berkedip melihatnya. Rasa khawatir itu mampu membuat dirinya kacau sendiri.

Hapati menghela nafas, “Padahal udah di tolak berkali-kali, masih aja di kejer,”

“Keras kepala,” Reza menggelengkan kepalanya.

Sementara Ari tersenyum miris, menatap punggung Agam yang perlahan meghilang dari pandangannya.

“Cinta itu buta,”

--{}--{}--{}--

“Entah gue yang salah lihat, atau perasaan gue aja,”

Miranda mengalihkan pandangannya kearah samping, menatap Icha yang baru saja mengeluarkan suara. Suara tepukan tangan dari para siswa-siswi di aula selepas penampilan Ketua Osis sangat meriah. Miranda sedikit mencondongkan telinganya kearah Icha.

“Lo ngomong apa?”

“Kayaknya Kak Agam ngeliatin elo terus tadi,”

Miranda tertegun. Ternyata bukan hanya dirinya yang merasa seperti itu, Icha juga merasakannya. Sejak tadi Miranda memang merasa sedang bertatapan langsung dengan mata elang milik Agam. Hanya saja ia terus menyangkal karena berfikir itu hanya perasaannya. Mengingat ada ratusan siswa di aula itu, bukan hanya dirinya seorang. Lagipula tidak ada alasan mendasar hingga Agam harus menatap kearahnya.

Rahasia RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang