17. [END] - Jalan takdir

920 36 34
                                    


"Ending apa yang paling sering menghampirimu? Bahagia? Sedih? Menggantung? Apapun itu, percayalah semua itu mempunyai alasan"

*****

Sepekan lebih berlalu tanpa terasa. Melewatkan ujian semester kenaikan kelas yang mendebarkan. Dan hari ini adalah hari terakhir memasuki sekolah sebelum menyambut liburan akhir semester. Semua murid SMA Pelita Bangsa menyambut dengan gembira.

Hanya Miranda yang menampilkan raut lesu diantara para murid yang berseru-seru heboh. Gadis itu masih setia duduk di bangkunya saat satu persatu murid mulai meninggalkan kelas. Tatapannya sendu saat memandangi punggung Icha yang juga ikut berlalu keluar. Sahabatnya itu belum berbicara dengannya.

Miranda menghela nafas, memutuskan beranjak dari kelas setelah beberapa menit lamanya berdiam diri. Ia tidak nyaman jika harus berada dalam kerumunan para murid yang memenuhi koridor menuju gerbang. Biasanya ada Icha yang akan menemaninya, tapi tidak saat ini. Dan entah sampai kapan harus seperti ini.

Tubuh Miranda terkesiap begitu mendapati Agam saat keluar kelas. Lelaki itu bersandar pada dinding koridor dengan tangan terlipat, seakan sudah lama sekali berdiri disana.

"Lo ngapain aja sih di kelas? Semedi?"

"Kak Agam ngapain disini?" Tanya Miranda pelan, mendekati kakak kelasnya itu. Ada perasaan tenang saat bertemu tatap dengannya, seperti kerinduan yang terlepas.

"Nungguin lo,"

Miranda mengeratkan cengkramannya pada ransel. Ini kali pertama ia bertemu dengan Agam lagi setelah malam acara ulang tahun sekolah lalu. Lebih tepatnya Miranda yang menghindar untuk bertemu dengan lelaki itu setelah mendengar rencana kepindahannya. Miranda hanya, ingin membiasakan diri tanpa melihatnya.

Namun lihatlah, usaha Miranda untuk melupakan dia selama ini hancur begitu saja hanya karena pertemuan sederhana ini. Menghilangkan perasaan nyatanya begitu rumit. Hati terkadang tak mengikuti kehendak tuannya.

"Kenapa kak?" Tanya Miranda, pandangannya beralih menatap kearah lain. Kemana saja, asal bukan mata milik Agam.

"Gue bakal pindah sekolah,"

Kening Miranda mengerut heran. "Aku tahu, kak,"

"Gue kira lo lupa,"

Miranda menghela nafas pelan, ia tidak mengerti arah percakapan cowok di hadapannya ini. Ini topik yang aneh baginya. Masa iya Agam menemuinya hanya untuk membahas hal seperti itu?

Sementara Agam, mata tajamnya selalu menatap intens wajah Miranda. Ada banyak sekali pikiran yang muncul dalam benaknya namun tidak tahu bagaimana mengutarakannya. Ia juga dalam posisi berharap gadis di hadapannya ini membuka suara mengenai masa lalu. Tetapi nyatanya, Miranda selama ini bersikap seolah tidak pernah mempunyai kenangan bersamanya.

Itu, membuat Agam ragu. Apakah gadis itu sudah melupakannya? Sengaja melupakannya?

"Kak Agam ada yang mau di omongin sama aku?"

Agam mengangguk pelan. "Lo-, suka sama gue, kan?"

Agam membahas sesuatu yang sedikit sensitif bagi Miranda. Padahal jelas-jelas cowok itu menolaknya dengan keras malam itu. Seolah Miranda tidak pantas untuknya, dan berkali-kali menekankan bahwa dia mencintai orang lain. Nanda. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi gadis itu dalam hati Agam. Padahal Miranda juga tahu baik pasal itu.

Rahasia RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang