11. Date

659 40 6
                                    

“Kak Reza ngajak gue nge-date besok!”

Miranda hanya menanggapi dengan senyuman canggung celotehan Icha di sepanjang koridor menuju parkiran sekolah. Andai sahabatnya itu tau apa yang sudah di lakukan Miranda hingga ia bisa sebahagia itu. Tapi sayangnya tidak, Icha tidak tahu.

Miranda tersenyum miris, haruskah ia jujur? Tapi melihat senyum bahagia Icha saat ini, malah membuat Miranda semakin ciut untuk memberitahukannya sebuah kebenaran.

Kedua remaja itu berjalan menuju parkiran, mengambil motor mereka masing-masing. Begitupun Miranda, yang saat ini tengah fokus memasang helm di kepalanya. Tatapan Miranda tanpa sengaja melirik spion motornya, dan langsung terbatuk-batuk karena tersedak ludahnya sendiri. Di belakang sana, Agam bersandar di mobil sambil menatap kearahnya.

Ah, Miranda ingat yang di katakan Agam tadi saat di perpustakaan. Jadi cowok itu sedang berbicara padanya?

“Gue duluan, Mir. Mau nyiapin baju buat besok soalnya, hehe” Cengir Icha kemudian membawa motornya lebih dulu meninggalkan area parkiran sekolah.

Sementara itu, Miranda masih membeku di tempatnya. Tidak tahu harus berbuat apa.

“Harus gue duluan yah, yang nyamperin?”

Suara Agam terdengar. Lelaki itu sudah berdiri di samping Miranda dengan bola mata terputar malas. Agam mendengus. “Ikut gue”

“Kemana kak?”

Agam menghentikan langkahnya menuju mobil, lalu berbalik. “Ke mobil, gue mau ngomong sesuatu”

“Lama gak, Kak?”

Agam berdecak. “Kenapa emang? Lo punya urusan lain?”

Miranda tersenyum canggung. “Iya, Kak. Kalau kakak mau ngomong sesuatu, ngomong aja disini. Biar cepet” Ucap Miranda tidak enak. sebenarnya andai saja Reza tidak mengancamnya jika terlambat datang, Miranda akan dengan senang hati mengikuti Agam.

Tapi situasinya saat ini berbeda.

Agam diam, memandang Miranda dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Hingga akhirnya laki-laki itu membuang muka, “Gak jadi. Lo pulang aja sana” Ucapnya kemudian berjalan menuju mobil ferrari merah miliknya yang terparkir tidak jauh darinya.

Miranda melengos, dalam hati merutuki keadaan yang membuatnya seperti ini.

———

“Terlambat 45 detik”

Miranda mendengus, mendengar ucapan Reza. Dia hanya terlambat hitungan detik, itupun Miranda sudah sangat buru-buru demi mengejar waktu. Belum lagi usaha Miranda yang berbohong kepada Ayahnya untuk keluar dengan alasan kerja kelompok.

Hanya demi cowok yang sekarang ini duduk santai di Restorant dengan damai. Sambil bermain game tanpa berniat menatap Miranda yang berdiri cengo menatapnya.

Miranda menghela nafas, menarik kursi di hadapan Reza. Namun suara Reza langsung menghentikan niatnya untuk duduk.

“Siapa yang nyuruh lo duduk?”

Dengan perasaan dongkol, Miranda kembali berdiri. Ia berdiri kaku sambil menautkan kedua tangannya. Di dalam hati ia berusaha bersabar, karena saat ini ia memang harus menurut pada cowok itu.

Seorang pelayan datang, berdiri di samping Miranda sambil menulis pesanan yang di sebutkan Reza. Pelayan itu kemudian berlalu, tanpa bisa menyembunyikan tatapan bingungnya pada Miranda yang sejak tadi terus berdiri.

Miranda berdecak pelan, jenuh dengan keadaan yang menimpanya. Kakinya juga mulai terasa kebas karena kelamaan berdiri.

“Lo boleh duduk” Ucap Reza, saat pesanannya sudah datang. Membuat Miranda diam-diam bernafas legah, setidaknya ia tidak harus berdiri lebih lama lagi. Ia kemudian ikut duduk, berhadapan dengan Reza.

Namun hal yang paling kurang ajar. Miranda baru menyadari cowok itu hanya memesan satu makanan, begitupun minumannya. Cowok itu menikmati hidangan di hadapannya tanpa menghiraukan keberadaan Miranda.

Jika dalam keadaan normal mungkin Miranda akan bodo amat, tetapi saat ini gadis itu juga kelaparan. Mengingat betapa buru-burunya ia berangkat kesini, belum lagi di sekolah tadi dia belum sempat makan apa-apa karena insiden itu. Ditambah lagi Miranda tidak pernah sarapan pagi. Lengkaplah sudah, Miranda belum makan apa-apa sejak pagi tadi.

“Kakak sengaja, yah?” Celetuk Miranda.

“Menurut lo?”

Reza menaikkan sebelah alisnya, membalas tatapan Miranda sekilas kemudian kembali memakan makanannya. Ada rasa senang tersendiri saat mengerjai orang yang pernah membuatnya merasa kesal setengah mati.

Miranda langsung spechless, Reza berhasil membuatnya dongkol setengah mati. Ia kemudian membuang nafas panjang, sebelum membuang muka. Berharap waktu cepat berlalu.

“Lo suka Agam, kan”

“Hah? Ng-nggak” Elak Miranda.

Reza langsung mencibir. “Halah keliatan banget!”

“Nggak!”

“Ooh udah berani bentak senior, yah?” Reza mengangkat dagunya.

Miranda menutup mata sejenak. “Terserah,” Pasrahnya sebelum melipat tangan di dada, kembali memalingkan wajah kearah lain.

Reza reflek terkekeh, melihat wajah kesal Miranda merupakan kesenangan baru baginya. “Agam itu suka sama cewek modis, kayak Nanda. Yang pinter ngejaga penampilan, dan selalu menjadi pusat perhatian seperti Agam sendiri”

“Cewek kayak lo mana bisa nyaingin Nanda di mata Agam” Reza berdecak  mengejek diakhir kalimatnya.

Miranda memilih tidak meladeni Reza. Berbicara dengannya bisa membuat Miranda menahan emosi terus. Namun diam-diam, Miranda memikirkan perkataan Reza tadi. Sebuah pernyataan telak yang benar-benar menampar Miranda. Ia memang tidak pantas untuk Agam, tidak usah di perjelas. Miranda juga tidak berharap banyak pada cowok itu, karena kenyataannya memang seperti ini. Siapa dirinya untuk Agam?

“Sok tau lo”

Entah datang darimana, seseorang tiba-tiba saja berdiri di samping meja mereka berdua. Miranda tersentak kaget, melihat orang yang baru saja berbicara itu. Agam.

Wajah Reza pun tak jauh berbeda dari Miranda saat ini. “Agam? Lo ngapain disini?”

“Gue mau ngambil sesuatu disini”  Ucap Agam seraya memasukkan kedua tangan kedalam saku celana berwarna coklat miliknya.

Reza mengernyit tidak mengerti, begitupum dengan Miranda. Tetapi raut wajah bingung Reza langsung berubah saat Agam menarik tangan Miranda. Membuat gadis yang terlihat masih kaget itu ikut berdiri.

Agam memperlihatkan tangan Miranda kepada Reza, lalu memasang wajah tak terbantah khas miliknya. “Gue mau ngomong sesuatu sama dia” Ucapnya langsung.

Selepas mengatakannya, Agam langsung beranjak pergi menarik Miranda untuk ikut dengannya. Lelaki itu berjalan cepat tanpa menoleh kearah Miranda, bahkan tak menghiraukan Reza yang berteriak protes di belakang sana. Ia hanya menatap lurus, keluar dari restoran itu.

Dan Miranda, satu-satunya yang terdiam cengo. Berusaha memahami situasi yang sedang menimpanya ini.

--{}--{}--{}--

Jangan lupa vote and comment :)

Salam hangat,
aisfaqita

Rahasia RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang