Middle Of The Night | Bagian Empat Puluh - Give Me

4.4K 115 0
                                    

📎📎📎

" Membiasakan diri dalam keadaan yang baru memang tidak mudah? "

📎📎📎

Saat Pricillia sedang membersihkan diri, ia sempat mendengar sebuah ketukan dari luar. Pricillia, yang tengah manikmati mandinya, ia tidak memperdulikan dengan sebuah ketukan tersebut.

Lagian pula, pasti si pemilik appartement ini kembali lalu menyarinya kesebagian banyaknya sudut, Priciilia lelah soal itu. Lelah, dalam sebagian namun harus sedikit memperbiasakannya agar terasa sedikit nyaman untuk menggunakannya.

Ketukan itu, Pricillia mendengarnya lagi. Diluar ada sebuah ketukan yang sangat kencang, ia mengambil sebuah balutan untuk memperbalut boddynya agar terlihat lebih tertutup. Kakinya melangkahkan keluar dari zona saat ia masih berada di dalam kamar mandi, keluar kamar namun nihil tidak ada siapapun dimari.

Priciilia mendelik, " Tidak apa-apa? Huh... " lalu badannya, berbalik melihat sofa yang diatasnya terdapat kotak yang sedikit besar dari ukuran sofa tersebut.

Matanya membelak, ia lebih mendekatkan tubuhnya dengan kotidak besar tersebut. " Dia kan, termasuk lelaki gila... jangan bilang, kalau di dalamnya sebuah potongan-potongan tubuh manusia yang telah diawetkan menjadi satu. " lalu ia terkekeh, astaga... segitu burukkah lelaki itu, dalam fikirannya.

Meraba tubuhnya, Pricillia hampir lupa bahwa dirinya kini tanpa memakai sehelaian selain handuknya yang melilit ditubuhnya. Masa iya, dirinya harus memakai pakaian-pakaian formal lelaki itu? Ah, apakah harus? Lebih baik, Pricillia melakukannya kembali.

Dering telepon appartement ini tiba-tiba saja berbunyi, apakah di era canggih seperti ini si pemilik masih mempergunakan sebuah telepon rumah? Pricillia tidak memperdulikannya, justru ia rindu deringan telepon ini.

Dirinya ingin sedikit bercerita, saat itu Pricillia berumur 4 tahun. Mamanya menyuruhnya untuk membelikan sebuah sabun mandi, yang menampak abis karna stok bulanan telah habis.

Pricillia melangkahkan kakinya dengan senang hati untuk membeli sabun mandi tersebut, di sebuah warung kecil di komplek perumahannya.

Saat ia membeli sabun batangan tersebut, ia mendapatkan kembalian sebesar 500 rupiah. Dengan isang, tangan jahilnya memasukkan logam 500 rupiah tersebut kedalam telepon umum untuk menelpon rumahnya sendiri.

Yang Pricillia, terkekehnya yang mengangkat telepon masuknya itu pasti adiknya. " Halo, ih bicik ganggu aku teyus! " dengus kesal itu, yang membuat Pricillia terkekeh hebat disebrang yang berbeda.

" Ih, Tata... puyang, mamah udah nunggu! " tegurnya lalu mematikan telepon tersebut secara sepihak. Pricillia sedikit kesal atas tingkah laku adiknya, ia memasukan 500 rupiah itu bisa berbicara sepuasnya, tetapi ini tidak.

📎📎📎

Wajahnya memancarkan sebuah kesenangan merasakan sedikit kebebasan dari sebuah sedikit tahanan untuknya, Pricillia sepertinya baru saja ingin berfikir... bagaimana bisa ada seseorang yang mempercayai orang asing ditinggal bebas di dalam appartement yang sangat megah nan mewah ini?

Appartement pribadinya saja, termampau jauh dari ini. Ia lebih memilih kesederhanaan dalam memilih, berpendapat, dan juga beragumen. Memang, saat Pricillia memutuskan kuliah magisternya di New York kedua orang tuanya telah menawarkan sebuah appartement-appartement mewah untuk selama hidupnya di New York dan kini sepertinya terkabul. Terkabul, dalam tanpa sengaja dan juga tidak terduga oleh apapun.

Gerak tubuhnya kembali, tidak mau diam ingin berkeliaran ke ini-itu. Sehingga ia menemukan sebuah kertas kosong nan tebal untuk menggambar sesuatu di sana. " Ah, kertas!!!" Iya sedikit terkejut, menemukan segumbukan kertas nan tebal diatas meja dengan senang hati ia mengambilnya tanpa izin si pemilik. Lagi pula, si pemilik telah memperbebaskan dirinya dalam titik apapun appartementnya juga toh?

Matanya memicingkan kekanan dan juga kekiri, rasanya jika ada kertas tidak klop jika tidak ada alat tulis untuk menggambar ini - itu kan? Priciila pun masih bertahan untuk mencari alat tulis itu. Saat tangannya membuka laci tersebut, disana Pricillia mendapatkan dunianya. Yakni sepasang pensil, bolpoin, penghapus, dan juga rautan.

" It's perfect for today, Sil? " tanyanya kepada diri sendiri sebelum memulai aksinya untuk menggambar sebuah busana-busana yang telah ia rancang dalam fikirannya.

Ia memulainya dengan sebuah pola, lalu merangkainya dengan garis lurus tegap nan tipis sebelum ia mempertegas gambar-gambar tersebut dengan pensil yang sedikit tumpul agar terlihat jelas.

" Hope, me like it! " lihatlah, sebuah gambar asal-asalan menjadi sedikit berwarna yang terlihat sangat elegan ketika dirancang menjadi sebuah gaun yang akan digunakan sebuah acara resmi.
Andai saja, ia masih berada di Indonesia pasti ia bisa merancangnya di detik ini juga agar terlihat nyata untuk dilihat dan juga bisa menjualnya di sebuah acara-acara pundi amal untuk disubangkan kesebuah pannti yang membutuhkan.

" Take a me back? " buliran air matanya kembali menggenang, kenapa dirinya menjadi lengah untuk sesaaat? Bukankah tujuan Priciilia dimari hanya untuk menyelesaikan program study-nya? Lalu mengapa menjadi seperti ini?!

📎📎📎

Mau kasih tau, kalau Middle Of The Night bentar lagi tamat yay!
Gak sampe 45-an deh, pokoknya🙈

Oke, see yaa!

Btw find me on instagram :
@quennutaggart
@annisanuuu

Love, Quennu Taggart

Middle Of The Night ✔ ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang