"Semuanya sudah siap, Sir!" Ucap Nick di belakang Lucas.
"Aku berubah pikiran. Aku tidak mau meninggalkan Isyan sendirian." Lucas menatap Isyan yang tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit.
Kejadian tadi benar-benar membuatnya ketakutan. Setelah sekian lama ia tidak pernah merasa takut lagi. Tapi saat melihat Isyan terkulai lemah dengan darah di tubuhnya membuat Lucas kehilangan kendali.
Lucas berteriak kalap kepada anak buahnya agar membawa mereka ke rumah sakit secepat mungkin. Bahkan Nick dengan bantuan koneksi pejabat sampai mengacaukan lampu lalu lintas.
Setelah pintu ruang operasi tertutup tepat di hadapannya, Lucas tidak memikirkan hal lain. Hanya ada Isyan dalam benaknya. Bahkan ia tidak tahu berapa lama ia menuggu hingga akhirnya dokter keluar.
Luka Isyan tidak parah. Kenyataan itu tetap tidak membuat Lucas tenang. Isyan masih harus dirawat secara intensif di rumah sakit. Dan hingga kini gadis itu belum sadarkan diri.
Awalnya Lucas memerintahkan Nick menyiapkan penyiksaan untuk penembak itu. Lucas sendiri yang akan mematahkan tangan yang telah membuat Isyan terluka. Namun melihat wajah Isyan yang lemah, Lucas tidak ingin meninggalkannya.
"Kau kuras saja semua informasi, lalu bunuh dia!" Lucas berkata sambil berjalan ke dekat jendela. Menjauh agar suara mereka tidak mengganggu Isyan.
"Aku rasa wanita itu benar-benar sangat bodoh karena berani melakukan hal ini kepada Anda." Nick berbicara di belakang Lucas.
"Tidak. Dia bukan bodoh" Lucas berbicara tanpa membalikan badan. "Dia putus asa, Nick!"
"Anda benar. Dia semakin ketakutan setiap harinya karena Anda belum melakukan apapun kepadanya dan Alex hingga saat ini."
"Ya. Aku ingin wanita itu melihat anak kesayangannya mati perlahan-lahan. Mereka harus mati dengan cara yang menyakitkan, Nick!" Lucas menggeram. Berusaha menahan amarah yang bergemuruh di dadanya.
***
Monica mondar-mandir di kamarnya yang luas dan mewah. Ponsel menempel erat di telinganya.
"Bagaimana bisa gagal? Aku sudah mengeluarkan uang yang sangat banyak!" Monica memekik. Rasa takut dan amarah bercampur dalam dadanya.
"Dia Lucas Theodor Braun, Monica! Aku sudah bilang resikonya terlalu besar!" Pria di sebrang telepon itu tidak mau kalah.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku hampir gila karena ketakutan!!!" Monica menjatuhkan diri dengan kasar di sofa yang empuk.
Ya. Monica ketakutan. Sangat ketakutan. Setiap hari, setiap menit, bahkan setiap detik wanita itu seolah menunggu malaikat maut datang mencabut nyawanya. Karenanya, wanita itu nekat berusaha membunuh Lucas untuk yang kedua kalinya. Dan kedua kalinya pun ia gagal.
"Dengar, Monica. Mulai saat ini jangan menghubungiku dulu, oke? Aku yakin snipper itu sudah mengungkap siapa yang menyuruhnya, dan aku akan menghilang sampai kemarahan Lucas mereda!"
Monica baru membuka mulut untuk bicara, namun sambungan telepon sudah terputus. Wanita paruh baya itu menggenggam ponselnya erat-erat. Tubuhnya gemetar. Wajahnya sudah memerah seperti tomat. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Hanya bisa merapalkan semua doa yang mampu dia ingat.
***
"Kau sudah sadar?" Lucas menyentuh tangan Isyan dengan lembut saat gadis itu perlahan-lahan membuka matanya.
"Hmm...." Isyan mendesah dengan lemah. Wajahnya masih terlihat sangat pucat.
"Aku dimana?" Isyan bertanya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan VIP itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
TBL
RomansaIsyan terpaksa berlibur ke Jepang untuk menghindari mantan tunangan yang mengunjunginya di London. Tanpa sengaja ia bertemu seorang pria yang membutuhkan pertolonganya. Siapa sangka, pria itu adalah salah satu orang yang sering muncul di majalah For...