At the time

15.5K 943 4
                                    

Claudia memmarkirkan Mercedes merahnya di basement sebuah gedung tinggi dan mewah bertuliskan The Braun Enterprises. Mereka berjalan beriringan untuk menemui kepala Public Relations dari salah satu perusahaan terbesar di dunia itu.

Sebelum memasuki gedung, Isyan berusaha merapikan pakaiannya yang terasa kumuh saat berjalan di samping atasannya itu. Claudia mengenakan blouse tanpa lengan berwarna putih, serta rok sepan di bawah lutut berwarna merah terang. Sedangkan Isyan memilih memakai celana panjang berwarna cokelat muda, dengan kemeja lengan pendek berwarna putih.

Mereka memasuki Lobby yang terlihat sangat mewah dan elegan. Isyan berdecak kagum sambil memandang kemewahan di depan matanya. Ia melirik Claudia yang berjalan sangat anggun seolah sedang berjalan di atas catwalk. Beberapa pasang mata memandang wanita itu dengan kagum, namun Claudia sendiri sama sekali tidak peduli. Mereka menaiki lift sampai lantai 25. Menyusuri lorong-lorong yang masih tampak mewah hingga berhenti di salah satu ujung lorong dengan seorang wanita yang duduk dengan anggun di meja kerjanya. Wanita itu mengenal Claudia dan mengantarkan langsung kepada atasannya yang sudah menunggunya.

"Claudia..." Sapa seorang pria bertubuh gemuk dengan kepala setengah botak.

"Hai, James!" Claudia tersenyum. Mereka berdua duduk di depan meja James.

Ruangan cukup luas dengan nuansa minimalis dan sederhana. Tidak banyak perabot di ruangan itu. hanya meja dan kursi yang sedang kami duduki dan James berada di hadapan kami. Lalu sebuah sofa berwarna putih dan meja kecil di sebelahnya. Sisanya hanya dinding yang ditempel beberapa lukisan.

"Apakah kau terlalu takut untuk menemuiku sendirian sampai harus membawa pengawal" James bertanya dengan memicingkan mata menatap Isyan.

"Oh, kenalkan ini sekretarisku yang baru, Miss. Nugraha. Dan Isyan, kenalkan ini James Slocky. Kepala PR The Braun's Group yang biasa menghalau para wartawan yang mengusik perusahaan mereka." Pria itu tertawa mendengar sindiran Claudia.

"Baiklah, kalau begitu aku ingin segera menghalau berita buruk tentang CEO kami yang dimuat pada koranmu itu!" Ucap pria itu tanpa basa-basi. Bibirnya tersenyum, namun matanya berkilat tajam.

"Apa lagi yang bisa kami simpulkan saat petinggi dan pewaris The Braun's Group tiba-tiba menghilang begitu lama sejak kedatangannya di Jepang?" Claudia berusaha santai. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Hahaha...kau ini bercanda, Claudia! Mr. Braun itu salah satu Milyarder paling dipuja di dunia ini. Beliau hanya sedang berlibur dan menikmati hidupnya yang penuh anugrah!" James berbicara dengan dramatis.

"Sudahlah, James. Jangan berlebihan! Aku dan Lucas sudah berteman sejak kuliah. Aku yakin ia tidak terlau mempermasalahkan berita itu."

"Tapi berita itu sempat membuat saham kami turun drastis di Wallstreet, kau tahu? Saat kembali dari liburannya, Mr. Braun harus disibukan dengan hal itu. Dan—"

"Dan semua masalah itu sudah beres! Jika kau masih meributkan hal itu, aku bisa menelepon Lucas sendiri untuk memastikannya!"

Beberapa jam kemudian mereka masih berdebat sengit, hingga sampai pada kesepakatan bahwa The New York Times akan memberitakan hal-hal baik yang dilakukan Lucas saat berlibur. Isyan bernapas lega saat akhirnya mereka meninggalkan ruangan itu.

Claudia berhenti mendadak saat mereka sudah jauh dari ruangan James. Isyan ikut berhenti dan berdiri kikuk di sebelah wanita cantik itu. Claudia mengambil napas dalam-dalam seolah mengeluarkan rasa kesal yang ia tahan saat menghadapi James tadi.

"Isyan, apakah tidak masalah jika kau kembali ke kantor sendirian? Aku harus menemui seseorang di kantor ini."

"Oh, tentu saja tidak masalah. Aku bisa langsung naik taksi."

"Baiklah. Kau ingat jalan keluarnya, kan?"

"Tentu saja." Isyan berkata dengan mantap. Namun setelah Claudia menghilang di kelokan lorong, Isyan merasa bingung ia harus keluar dari mana. Oh, tentu saja ia hanya tinggal mencari lift untuk turun.

Kantor ini ternyata lebih besar dari yang Isyan pikir. Sejak tadi gadis itu berputar-putar mencari lift, namun ia hanya menemukan lorong-lorong mewah dengan pintu-pintu yang tertutup rapat. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah lift yang sepi. Tak ada seorang pun yang menunggu di sana. Tidak seperti lift yang tadi ia gunakan saat naik bersama Claudia. Namun Isyan hanya mengangkat bahu tidak peduli. Yang penting ia bisa turun ke Lobby dan segera kembali ke kantor.

***

Lucas dan Nicholas saling berpandangan saat lift mereka berhenti di lantai 25. Siapa yang berani menaiki lift pribadi milik Lucas? Apakah orang itu sudah bosan bekerja di sini? Dan jika orang itu hanya ingin berbuat iseng dan kabur setelah menekan tombol, maka Lucas akan memeriksa CCTV untuk menemukannya.

Nick melirik Lucas. Wajah pria itu sudah bersiap akan menelan bulat-bulat orang yang berani memakai lift pribadinya. Belakangan ini Lucas memang sangat sensitif dan mudah marah. Karena itu Nick akan merasa kasihan pada siapapun orang di balik pintu lift itu. Mungkin ia karyawan baru. Tapi harusnya bagian HRD sudah menjelaskan peraturan sepenting ini. Bahwa tidak ada siapapun yang boleh menggunakan lift pribadi Lucas, selain untuk menemui Lucas di ruangannya.

Pintu lift terbuka. Lucas sudah siap dengan tatapan membunuhnya....

 Lucas sudah siap dengan tatapan membunuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih sudah mampir...

Jangan lupa vote dan komen biar semangat ngetiknya, hehehe

Jangan ada plagiat, ya!!!

TBLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang