Lampu kota terlihat indah dari jendela besar di apartemen Isyan. Gadis itu duduk di lantai sambil memeluk kedua lututnya. Matanya fokus menatap pemandangan, namun pikirannya sibuk berkelana.
Bagaimanapun Isyan memikirkannya, ia tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah itu. Hatinya menolak setiap kali ia memikirkan pembelaan untuk dirinya, maupun untuk Lucas.
Menangis di pelukan Lucas juga tidak cukup untuk menghilangkan kesedihan. Mengurung diri seharian di dalam kamar justru memperburuk kondisinya. Perasaan bersalah itu semakin memuncak. Menimbulkan kegundahan yang teramat dalam.
Isyan mengambil ponsel yang tergeletak di lantai. Membaca kembali pesan-pesan dari ibunya. Meskipun mereka tidak cukup dekat sebagai anak dan orangtua, tapi dalam kondisi seperti ini hanya ibunya yang bisa memahaminya tanpa banyak bertanya.
Isyan berusaha menguatkan hatinya. Air mata kembali menetes di pipi gadis itu. Ia sudah mengambil keputusan beberapa jam yang lalu, tapi ia merasa tidak sanggup untuk menjalaninya.
Hingga malam semakin larut, Isyan masih enggan bertemu Lucas. Ia tidak sanggup melihat pria itu. Seolah rasa bersalah itu tiba-tiba menghantamnya dengan keras. Membuat kepalanya terasa berdenyut.
Isyan membaringkan tubuhnya di lantai. Berharap bisa terlelap sebentar saja, agar hatinya merasa tenang. Walaupun hanya sekejap saja...
***
Dokumen berserakan di meja Lucas, sementara pria itu sibuk menatap sebuah cincin berhiaskan rubi dengan ukiran yang indah. Membayangkan gadis pujaannya mengenakan cincin ini. Mereka menjadi sepasang pengantin paling bahagia di dunia. Namun semua khayalan itu tiba-tiba tergantikan oleh ingatan Lucas saat Isyan menangis di pelukannya hari lalu.
Lucas mendesah. Sudah dua hari ia belum bertemu dengan gadis itu. Saat pagi tadi Lucas ingin menemuinya, Isyan masih mengurung diri di dalam kamarnya. Ia yakin bahwa Isyan sudah bangun, namun gadis itu masih enggan bertemu dengan Lucas.
Nick merangsek masuk tanpa mengetuk pintu. Satu hal yang tidak pernah dilakukan anak buahnya itu. Lucas ingin merasa kesal, namun melihat wajah Nick yang terlihat tegang membuat Lucas merasa cemas dengan apa yang akan dilaporkannya.
"Sir?" Nick sedikit membungkuk hormat dengan tergesa-gesa.
"Ada apa?" tanya Lucas sambil mengerutkan alis.
"Ini tentang Nona Isyan..."
***
Suara pesawat hilir mudik di telinga Isyan. Gadis itu menatap lapangan penerbangan yang luas dan pesawat yang berderet dengan tatapan kosong. Memikirkan segala hal yang telah ia lalui selama ini. Memastikan bahwa keputusaanya saat ini adalah yang terbaik.
Tidak mudah bagi Isyan untuk sampai di tempat ini. Dengan membawa koper yang tidak terlalu besar, gadis itu berdebat cukup lama dengan para pengawalnya di apartemen. Ia ingin pergi ke bandara seorang diri dengan menggunakan taksi, namun semua pria sangar itu melarangnya, seolah-olah ia adalah tahanan negara. Tapi Isyan tidak menyerah, hingga para pria itulah yang menyerah pasrah saat melihat gadis itu masuk ke dalam taksi. Tentu saja mereka mengikutinya dari belakang. Dan segera melaporkan hal tersebut kepada Nick.
Isyan menghela napas berkali-kali. Ia tidak menyangka bahwa hal ini lebih sulit dari yang dibayangkan. Bahkan saat melakukan Check In tadi suaranya bergetar. Seolah kakinya begitu sulit untuk beranjak ke dalam bandara. Di dekat pintu penerbangannya.
Isyan sudah mengambil keputusan. Ia akan kembali ke London. Melanjutkan kuliahnya di sana. Berusaha menyembuhkan hatinya yang baru saja pulih saat mengenal Lucas, tapi kini sudah terluka lagi. Luka yang teramat dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
TBL
RomanceIsyan terpaksa berlibur ke Jepang untuk menghindari mantan tunangan yang mengunjunginya di London. Tanpa sengaja ia bertemu seorang pria yang membutuhkan pertolonganya. Siapa sangka, pria itu adalah salah satu orang yang sering muncul di majalah For...