Matahari yang menembus gorden memaksa Isyan bangun dari tidurnya. Ia bergelung sebelum membuka mata bulatnya yang sering dibilang orang seperti artis korea. Saat ini ia berada disebuah penginapan murah di kota, karena tidak berani melewati jalan berkelok untuk kembali ke desa tadi malam. Meskipun rasa cemas membuatnya tidak mau memejamkan mata, namun rasa lelah memaksanya agar terlelap.
Gadis itu melihat arlojinya dan mengetahui bahwa sekarang sudah pukul 12.30 siang. Ia merasa seperti seekor kerbau karena bisa tertidur sampai sesiang ini.
Isyan memutuskan untuk segera mencari sarapan sekaligus makan siangnya, sambil berjalan untuk kembali ke desa.
***
Isyan bersendawa kencang setelah melahap dua mangkuk berisi ramen dan miso soup. Cuaca dingin membuatnya membutuhkan makanan berkuah yang bisa menghangatkan perutnya yang tadi keroncongan.
Gadis bersuara lembut itu memutuskan untuk segera kembali ke desa sebelum matahari tenggelam. Namun belum sempat ia keluar dari restoran, tiba-tiba kepalanya terasa berputar dan ia mulai kehilangan keseimbangan.
Isyan pikir ia pusing sehingga melihat bumi seolah berputar, tapi ia sadar ketika orang-orang mulai berteriak-teriak.
"Gempa Bumi!"
"Cepat naik ke jembatan, sebelum tsunami datang!"
Untunglah Isyan pernah belajar bahasa Jepang saat SMA, sehingga ia bisa sedikit mengerti apa yang mereka katakan, dan karena hal itu juga yang membuatnya sering berkunjung ke negara sakura tersebut.
Masyarakat Jepang sudah sangat terlatih menghadapi situasi seperti ini, sehingga cukup sigap ketika bencana seperti itu datang, tapi tidak dengan Isyan. Gadis itu merasa ketakutan setengah mati saat membayangkan tsunami menerjang kota. Kakinya seolah dipasung sehingga tidak bisa bergerak. Akhirnya ia hanya pasrah dan terduduk di lantai dengan wajah pucat.
Sekejap listrik mati dan membuat restoran menjadi gelap. Namun sedetik kemudian kembali menyala dan situasi telah normal lagi.
Gempa tersebut hanya berlangsung selama beberapa detik dan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Hanya beberapa warga masih terlihat sibuk untuk mengevakuasi benda-benda yang tertimpa pohon atau tiang listrik yang roboh. Selebihnya tidak ada bangunan yang sampai hancur.
Kebanyakan bangunan di Jepang sudah dirancang untuk mengurangi dampak gempa, meskipun di kota kecil ini mungkin tidak semua bangunan menggunakan rancangan seperti itu. Namun untungnya kota ini tidak terlalu dekat dengan titik gempa.
Isyan menghembuskan napas lega, walaupun tubuhnya masih gemetar dengan keringat yang mengucur di dahinya.
Dengan bodohnya, gadis itu justru buru-buru ingin kembali ke desa, karena berpikir bahwa di kota ini terlalu banyak bangunan yang bisa saja runtuh pada saat terjadi gempa susulan. Padahal, rumah panggung yang ia sewa justru tidak termasuk bangunan anti gempa. Terlebih, pusat terjadinya gempa lebih dekat dengan kawasan hutan yang akan ia lalui.
Uhh...singkat banget part ini...
Terima kasih sudah mampir...
Semoga suka, ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
TBL
RomanceIsyan terpaksa berlibur ke Jepang untuk menghindari mantan tunangan yang mengunjunginya di London. Tanpa sengaja ia bertemu seorang pria yang membutuhkan pertolonganya. Siapa sangka, pria itu adalah salah satu orang yang sering muncul di majalah For...