1.Suka kuis

597 17 5
                                    

Seperti biasanya, hari ini pak Hasan memberikan kuis kepada murid muridnya di jam terakhirnya, tentu mereka sangat menyukai hal itu, terutama Dela sang juara kelas.

 "Siapakah Presiden Republik Indonesia yang ke-3?" Dela buru-buru mengangkat tangannya. 

"Saya tahu jawabannya, Pak Guru! BJ Habibie!" teriaknya bersemangat. 

"Ya, benar...!" Pak Hasan membenarkan jawaban Dela. Di bangkunya, Dela tersenyum. "Pertanyaan berikutnya: Apa nama ibukota Jepang?" 

"Saya, Pak Guru!" Dela mengangkat tangannya lagi. 

"Ibukota Jepang adalah Tokyo!" Pak Hasan tersenyum.

 "Jawabanmu tepat sekali, Dela!" "yeeee...!" Dela bersorak puas. 

Suara kasak-kusuk mulai terdengar dari sebagian anak. Mereka tidak suka dengan sikap Dela yang mereka anggap berlebihan. Ada juga yang menggerutu karena didahului oleh perempuan itu.

 "Siap-siap pertanyaan berikutnya, ya," Pak Hasan melanjutkan. "Coba, siapa yang tahu, sembilan dikalikan tujuh sama dengan ...?"

 "Saya, Pak Guru!" Dela kembali berseru. "Jawabannya adalah ..." Mira, sang ketua kelas, buru-buru menyela. "Dela, kok, kamu terus yang menjawab?"

 "Iya, gantian dong! Aku kan juga tahu jawabannya!" seru Aji, kesal.

 "Kamu si gak ngangkat tangan!" tukas Dela. 

"Kamu selalu mendahului!" kali ini Fiko protes.

 "Oke, oke..." Pak Hasan segera menengahi sebelum perselisihan berlanjut.

 "Dela, biasakan aji untuk menjawabnya, Ayo, Aji, sembilan dikalikan tujuh sama dengan ...?" Aji menjawab yakin, 

"Tujuh puluh tiga, Pak Guru!"

 "Hahaha..." sontak tawa anak-anak kelas 3 meledak. 

Mereka menertawakan jawaban Aji yang salah. Mendapat reaksi seperti itu, muka Aji langsung bersemu merah karena malu. 

"Huu... sudah kencang, salah pula!" cibir Dela pedas.

 "Sudah, sudah!" Pak Hasan mengetuk-ngetuk mejanya dengan keras. Murid-murid langsung diam. Pak Hasan melanjutkan,

 "Sikap kalian tadi tidak baik. Kalau ada teman kalian yang salah menjawab, jangan ditertawakan. Malah kalian harus menghargai keberaniannya untuk menjawab. Jadi mulai sekarang, kalian tidak boleh mengejek usaha teman kalian. Oke?"

 "Baik, Pak Guru...!" jawab anak-anak kelas 3 serempak.

 "Bagus!" Pak Hasan mengacungkan jempolnya. "Nah, sekarang kita lanjutkan kuisnya. Siapa yang bisa menjawab pertanyaan tadi?"

 "Jawabannya enam puluh tiga!" Dela langsung berteriak. Pak Hasan langsung. Sejurus kemudian, ia tersenyum. Ia tidak ingin mengecewakan murid pintarnya itu karena sudah menjawab pertanyaannya.

 "Kamu benar, Dela!"

"Yes!" Erin senang. Wajahnya senang karena ia berhasil menjawab pertanyaan Pak Hasan. Ia tidak mempedulikan tatapan kesal teman-temannya. Pak Hasan melihat jambdi tangan kanannya. "Wah, waktunya tinggal sepuluh menit." Lalu ia menatap murid-muridnya. 

"ituu artinya, waktunya menulis jurnal. Ya, kalian boleh menulis sekarang." Murid-murid kelas 3 segera mengeluarkan buku jurnal mereka. Menulis jurnal adalah kebiasaan yang diterapkan Pak Hasan. Melalui jurnal itu, murid-murid biasanya diminta menulis apa yang mereka alami hari itu. Umtuk menulis perasaan mereka, baik senang, sedih, malu atau kesal. Setelah selesai, jurnal-jurnal itu diletakkan di atas meja Pak Hasan. Pada saat murid-murid sudah pulang, Pak Hasan meluangkan waktu untuk membacanya. Dari situ, Pak Hasan dapat mengetahui masalah yang dihadapi tiap murid dan mencari jalan untuk menyelesaikannya.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang